bab 13

"Aduh tenggorokan aku kayaknya kering deh ini." Sindir Wildan pada tuan rumah yang tak kunjung memberi minum.

"Ya ampun sampai lupa. Bentar aku buatin kopi dulu ya mas." Ucap Mirna beranjak pergi dan melangkahkan kaki ke kamar Ayu.

"Kok kesana?" Tanya Wildan

"Aku nggak ada kopi, yang selalu sedia kopi si Ayu, aku kan nggak pelihara jantan mas." Ucap Mirna terkekeh

Dengan cepat Ayu melempar camilan yang akan ia masukkan ke dalam mulutnya. Seperti biasa, refleks Mirna sangat bekerja dengan bagus.

Satu-satunya jantan yang berada disitu hanya tersenyum geli melihat mereka.

Tak lama kemudian Mirna muncul dengan segelas kopi dan juga dua gelas teh manis hangat.

"Nih mas kopinya. Aku nggak tahu mas suka manis apa nggak. Cobain nih, nanti kalau ada yang kurang aku tambahin." Ucap Mirna menyodorkan segelas kopi.

Wildan menyeruput kopinya sedikit, wajahnya menampakan ekspresi yang tak tertebak. Pria itu menatap lama Mirna, yang ditatap merasa salah tingkah.

"Kopinya sedikit pahit ya, tapi nggak apa-apa, ntar kalau kopinya manis terus ada kamu di samping aku kayak gini yang ada aku malah kena diabetes." Ucap Wildan yang selalu mengatupkan mulutnya setelah melempar gombalan receh pada Mirna. Entahlah, ia sendiri tak bisa menahan tawa setelah mencoba menggombali wanita itu, baru kali ini Wildan melontarkan gombalan recehnya pada wanita, mungkin itu sebabnya ia selalu nyaris tertawa setelah melakukan itu.

Mirna refleks memukul lengan Wildan, biasanya kalau wanita sudah melakukan pergerakan seperti itu menandakan bahwa ia sedang salah tingkah.

"Au ah aku masuk aja, berasa jadi obat nyamuk." Ucap Ayu mengambil beberapa bungkus snack

"Sisain buat kita woy." Teriak Wildan

"Iya ini juga mau disisakan. Anggap aja yang aku pegang ini adalah bentuk mas Wildan minta maaf sama aku." Ucap Ayu melenggang pergi

"Astaga mir, kok bisa sih kamu temanan sama dia." Tanya Wildan seraya geleng kepala

"Dia baik tahu. Emang gitu orangnya. Dia nggak suka basa-basi. Ya ceplas-ceplos gitu mulutnya emang. Dulu pas aku masih baru banget gabung di grup musiknya ya dia ini yang belain aku kalau lagi di bully atau diperlakukan nggak baik sama laki-laki. Dia berdiri paling depan mas kalau aku kenapa napa."

"Sekarang aku aja yang berdiri paling depan buat kamu gimana?"

"Bisa aja kamu." Ucap Mirna malu-malu. Mirna sendiri juga bingung apa yang membuatnya malu-malu. Entah mengapa Mirna tak bisa bersikap biasa saja saat di dekat Wildan. Ia merasa ada aliran listrik yang menjalar di tubuhnya.

"Kamu kenapa milih jadi biduan dangdut sih? Padahal suara kamu pas nyanyi lagu pop kemarin juga enak."

"Adanya itu mas. lagipula kalau lihat bentuk badan aku aku lebih cocok jadi biduan. Kalau aku nyanyi lagu pop aku manggung dimana. Masak iya aku harus ikut kontes di tv."

"Kenapa kamu harus cari kerja sampingan? Gaji baby sitter nggak cukup buat biaya hidup kamu?"

"Aku hidup nggak membiayai diri sendiri mas, aku harus memikirkan yang dikampung juga. adikku ada dua, mereka kembar dan sama-sama kuliah."

Wildan mengangguk pelan mendengar cerita Mirna, ternyata wanita di depannya yang selalu menampakkan wajah bahagia seakan tanpa beban nyatanya malah menjadi tulang punggung keluarga, pikirnya.

Diam-diam ada seseorang yang tengah mengawasi mereka dari jarah lumayan jauh dan memotret kebersamaan mereka beberapa kali setelah itu ia mengirimkannya pada seseorang.

Klunting klunting

Ponsel Vania berdering pendek menandakan ada pesan masuk. Ia memperhatikan dengan seksama wajah wanita yang tengah bersama dengan Wildan.

"Apa wanita ini ya yang diceritakan Wildan ke sekretarisnya itu. Kalau dilihat dari fisiknya, nggak ada apa-apanya dibandingkan aku. Masak iya dia orangnya. Aku harus pastikan dia siapa." Tanya Vania pada dirinya sendiri.

"Cari tahu pekerjaan wanita ini." Ketiknya dalam ponselnya lalu menekan tombol kirim.

Ternyata tak membutuhkan waktu lama bagi Vania untuk tahu siapa wanita yang bersama Wildan saat ini.

"Biduan dangdut bernama Mirna." Ucap ayu membaca pesan dari bawahannya.

Sedetik kemudian wajah Mirna berubah menjadi sangat kejam. Ia tak habis pikir, apa kelebihan wanita malam ini bagi Wildan. Sudah jelas ia lebih segala-galanya, lebih cantik, kaya, fashionable, terawat, pekerjaan bagus, apa lagi yang Wildan mau? Semua yang perempuan inginkan sudah ia dapatkan, pikirnya.

"Nggak boleh, ini nggak boleh terjadi. Aku harus menyingkirkan wanita itu. Nggak mungkin Vania Clarissa kalah sama wanita murahan seperti dia." Ucap Vania meremas ponselnya lalu melemparkannya.

**

"Udah mau siang mas, makan yuk. Aku punya bahan makanan yang belum sempat aku masak nih. Gara-gara tragedi botol kecap." Ucap Mirna sebal diam akhir kalimat.

"Boleh. Aku bantu mau nggak."

"Bisa emang?"

"Bisa, tenang aja."

Ayu yang mendengar Mirna akan memasak untuk makan siang langsung bergegas keluar kamar.

"Aku aja yang bantuin mir. Yang ada dapur malah makin berantakan kalau orang kaya yang bantu." Sela Ayu

"Ngomongin makan aja langsung nongol." Gumam Wildan

"Aku denger ya." Ucap Ayu ketus yang dibuat buat.

Mirna hanya menghela nafas panjang lalu masuk kamar dan kembali ke luar dengan tentengan kresek ditangan kanan.

Wildan mengikuti langkah Mirna dan Ayu yang nampaknya akan ke dapur umum di kos tersebut. Cukup bersih untuk dapur umum, pikir Wildan begitu sampai di dapur yang cukup luas.

"Wah dapurnya bagus juga ya. Bersih lagi." Ucap Wildan menatap ke penjuru ruangan.

"Ya lah mas. Yang pakai juga nggak semua penghuni kos. Cuma beberapa aja. Habis pakai ya wajib dibersihkan kalau nggak preman yang kos disini ngamuk." Ucap Mirna yang mulai mengupas bawang.

"Ha? Ada juga preman yang kos disini?"

"Ada. Nih di sebelah aku." Ucap Mirna tanpa dosa.

Seketika tawa Wildan meledak.

Ayu yang tengah memotong sayuran hanya mencibir dan membulatkan matanya ke arah Wildan.

Yang mendapat pelototan melipir mendekati Mirna.

"Mau masak apa sih?" Tanya Wildan

"Nasi goreng. Nasinya sisa semalam, yakin masih mau makan disini juga?" Jawab Ayu yang masih fokus dengan sawinya.

"Mau. Memang kenapa kalau nasi sisa semalam? Kalian pikir aku nggak pernah makan makanan yang udah nginep. Ibu aku juga sering masak nasi goreng sisa semalam. Sayang kalau dibuang katanya."

"Iya sayang." Ucap Mirna tiba-tiba

Wildan hanya mengerjap.

"Kok kamu panggilannya udah sayang aja sih mir." Tanya Wildan

"Ha? Gimana? Aku manggil sayang ke siapa?" Tanya Mirna bingung

Kini gantian Aku yang tengah tertawa terbahak-bahak.

Mirna diam dan Wildan semakin bingung.

"Eh mir. Kamu kalau ngomong yang lengkap dong, jangan bikin anak orang baper." Ucap Ayu menyenggol lengan Mirna. "Maksudnya Mirna itu iya sayang nasinya kalau dibuang mas Wildan." Ucap Ayu melanjutkan tawanya.

Wajah Wildan seketika kesal. Bisa-bisanya ia salah paham dengan omongan Mirna. Wildan mengambil ponselnya dan berpura-pura mengangkat panggilan telepon untuk menutupi kegugupannya.

Sedangkan Mirna masih berusaha menahan tawanya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Risdarora

Risdarora

lanjuttt 🤭

2022-05-23

0

Lusiana Wau

Lusiana Wau

masih biasa2 aj

2022-05-08

0

Bu Jokotri

Bu Jokotri

maaf thor kayanya ada yg typo dikit deh.. tp gpplah ttp seru.. semangat thor

2022-02-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!