bab 5

Pukul 6 pagi, Lena terbangun dari mimpi indahnya. Ia membulatkan mata seketika saat matanya melihat sekeliling kamar yang penuh dengan tulisan.

"Mas bangun mas. Masa Radit." Ucap Lena menggoyangkan tubuh radit

"Apa sih Len." Jawab Radit malas.

"Itu mas lihat." Ucap Lena seraya menunjuk dinding kamarnya.

Radit bangkit dan berjalan menuju dinding yang penuh dengan tulisan berwarna merah.

"Dasar pembunuh, wanita jahat, akui kejahatan mu atau ku kirim kau neraka jahanam, kau dan suamimu seorang pembunuh." Itulah beberapa kalimat yang di tulis Wildan.

"Siapa yang melakukan ini?" Gumam Radit.

"Nggak tahu mas. Ini gimana mas? Apa ada yang mengetahui kejahatan kita mas. Tapi siapa?" Ucap Lena yang mulai panik.

"Lena tenanglah ini hanya orang iseng, kenapa kamu jadi sepanik ini? Nggak ada yang tahu kejahatan kita. Satu-satunya orang yang aku suruh melakukan itu juga sudah aku lenyapkan."

"Tapi dia tahu kita ini pernah bunuh orang mas. Pasti ada yang tahu."

"Jangan pikirkan. Aku akan mencari tahu siapa yang melakukan ini. Kamu lagi hamil, tolong jaga kandungan kamu, kita mendapatkan dia tidak mudah dan murah Lena. Kita mengeluarkan banyak uang untuk menghadirkan janin di perutmu." Ucap Radit memeluk Lena.

Nampaknya langkah yang diambil Wildan berhasil membuat Lena panik. Dengan ancaman yang berbentuk tulisan saja Lena sudah kelimpungan.

Siapa yang melakukan ini? Kenapa ia baru muncul setelah kejahatan yang ia lakukan lima tahun lalu? Dari mana ia tahu rumahnya? Apakah pelaku mengenal dirinya? Apa tujuannya meneror dirinya? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala Lena.

Sebenarnya tanpa melakukan aksi meneror, Lena sudah dihantui oleh dosanya. Ia selalu teringat peristiwa lima tahun lalu dan selalu di datangi oleh Davin dalam mimpinya. Ia merasa berdosa dengan apa yang ia lakukan. Namun untuk mengakuinya di depan polisi? Ia tak sanggup, ia tak mau menghabiskan waktunya di penjara. Itulah sebabnya ia menampilkan wajah tenang selama ini.

Pukul 8 pagi, Wildan keluar dari rumahnya, bukan ke kantor, tapi ia akan mendatangi cafe milik Radit. Ada misi yang harus ia lakukan.

Setelah 15 menit perjalanan ia sampai di cafe milik Radit. Ia membenarkan letak dasi dan juga mengibaskan jasnya terlebih dahulu. Tak lupa ia menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jari tangannya. Setelah dirasa cukup, ia turun dari mobil dengan gaya gagah dan wibawanya. Ia bejalan menuju cafe Radit setelah membasahi bibirnya.

"Selamat pagi cantik. Apa pemilik cafe ini sudah datang?" Tanya Wildan pada seorang gadis yang nampak membersihkan meja kasir.

Nampak gadis itu sedikit tertegun dengan sapaan Wildan. Ia menatap pria itu sejenak dan sedetik kemudian ia menjawab pertanyaan Wildan.

"Selamat pagi pak. Pak Radit belum kesini, biasanya beliau kesini sore hari. Ada yang bisa saya bantu?" Ucap gadis itu yang sepertinya terpesona dengan ketampanan pria di depannya.

"Tentu saja. Aku sangat membutuhkan bantuan gadis cantik di depanku ini. Bisakah kau berikan nomor pemilik cafe ini. Sebelumnya biar aku jelaskan. Aku adalah teman Radit dan Lena, aku kehilangan kontak mereka saat sedang di luar negeri. Aku tidak sempat datang ke pernikahan mereka waktu itu. Jadi aku kesini berniat ingin memberi surprise."

Gadis itu nampak berpikir keras. Bagaimana mungkin ia memberi nomor atasannya pada orang asing, pikirnya.

"Atau begini saja." Wildan mengambil secarik kertas dan pena yang terdapat di meja kasir itu dan menuliskan sesuatu. "Kau bisa mengirim nomor Radit atau Lena ke nomor ini. Jangan beritahu mereka soal kedatanganku kesini, apalagi mengatakan kalau aku meminta nomornya. Nggak surprise lagi nanti. Sebagai bonus, kau bisa save nomer ini, beri nama Willy. Itu adalah namaku." Ucap Wildan mengedipkan sebelah matanya dan berlalu pergi.

Yang benar saja, gadis itu dibuat tercengang oleh aksi Wildan. Mendapat kedipan genit dari pria tampan adalah rezeki tersendiri bagi sebagian wanita.

Gadis itu menatap lembaran kertas kecil yang berada di tangannya. Ia tersenyum sumringah, ia tak percaya bisa mendapatkan nomor telepon pria tampan nan kaya.

Sedetik kemudian ia celingukan ke seluruh sudut ruangan cafe tempat ia bekerja. Ia khawatir terpasang cctv tanpa sepengetahuannya. Dan nampaknya semesta masih mendukungnya, tak ada satupun kamera cctv di sudut cafe itu. Ia kembali tersenyum dengan lebarnya. Sedetik kemudian ia meneruskan pekerjaannya dengan hati riang walau tak punya uang.

Sementara tempat lain, Mirna tengah menopang dagunya dengan tangannya seraya menemani anak asuhnya. Ia menjadi baby sitter dekat kosnya berada. Mengasuh dua anak kembar bukanlah hal yang sulit baginya. Ia sudah berpengalaman mengasuh adiknya yang juga kembar.

Kecintaannya terhadap anak-anak membuat Mirna tak sabar ingin menikah. Namun ia tak boleh egois, Mirna masih punya tanggung untuk menuntaskan pendidikan kedua adiknya.

Memikirkan pernikahan tiba-tiba kepalanya teringat dengan Wildan. Ia teringat bagaimana peristiwa yang membuatnya bertemu dengan Wildan untuk yang kedua kalinya.

"Sudah lima tahun yang lalu, bukannya makin tua malah makin tampan." Batin Mirna menerawang.

Diam-diam Mirna berdoa dalam hati agar ia bertemu kembali dengan Wildan. Tak menjadi apapun di dalam hidupnya tak apa, setidaknya ia pernah mengenal pria tampan di kota, pikirnya.

Drrrt drrrtr

Ponsel Wildan bergetar pendek-pendek menandakan ada pesan masuk. Ia melirik ponselnya, nomor tak dikenal, batinnya.

Ia membuka isi pesan tersebut dan bibirnya seketika tersenyum lebar. Isi pesan tersebut adalah nomor pribadi kena dan Radit.

"Pesona seorang Wildan Atmaja memang memabukkan kaum hawa." Gumam Wildan dengan senyum yang mengembang.

"Terimakasih gadis cantik. Kau sudah menyelesaikan tugasmu. Ingat, ini rahasia kita. Aku akan marah jika ada yang tahu hal ini." Itulah kira-kira balasan dari Wildan untuk karyawan Radit yang dengan mudahnya memberi nomor pribadi atasannya. Tak lupa ia menambahkan emoticon mengedipkan sebelah mata dalam pesan tersebut.

Yang benar saja, gadis itu terasa di atas angin setelah membaca pesan dari Wildan. Ternyata berkirim pesan dengan pria tampan menambah semangat tersendiri bagi gadis itu.

Wildan keluar kantor ketika jam menunjukkan pukul 4 sore. Langkahnya terhenti ketika ponselnya berdering. Ia merogoh saku jasnya demi meraih benda pipih yang berguna bagi nusa dan bangsa.

"Ya Van." Ucap Wildan pada si penelepon yang ternyata adalah Vania

"Aku lagi di rumah kamu. Udah ketemu sama tante Nawang tadi, sekarang lagi ke belakang. Kamu jam berapa pulangnya?"

"Apa? Kamu tahu dari mana alamat rumahku?" Tanya Wildan terkejut.

"Nggak penting kak, yang penting sekarang aku udah di rumah kamu. Kamu cepetan pulangnya ya." Ucap Vania mengakhiri sambungan teleponnya.

Wildan berdecak kesal. Untuk apa pula Vania ke rumahnya. Siapa yang memberitahu alamat rumahnya pada gadis itu, pikirnya.

Semakin lama Wildan semakin muak dengan tingkah Vania. Tindakannya yang terkadang di luar batas membuat Wildan tak nyaman. Bertindak tegas adalah satu-satunya pilihan Wildan. Ya, ia harus tegas, pikirnya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

amma manis

amma manis

4

2022-04-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!