Bikin Candu sih!

Pagi hari telah tiba, sang mentari telah menunjukan sinarnya. Seorang gadis cantik menggeliat dalam tidurnya kemudian ia merenggangkan ototnya dan mulai mendudukan diri diatas tempat tidurnya dengan mata yang masih terlihat sangat mengantuk karena tadi malam ia tidak bisa tidur akibat memikirkan perkataan calon suaminya 'Makan kamu boleh?' Kata itu terus terngiang di kepalanya hingga membuatnya bergidik ngeri sendiri.

"Afika!!!!!" Teriak Bondan, dari luar kamar di selingi dengan gedoran pintu yang sangat keras.

Dengan gontai Fika turun dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya.

Ceklek

"Apa sih, Yah? Hoammm." Tanya Fika, saat sudah membuka pintu kamarnya dan menguap di depan Ayahnya sembari menggaruk kepalanya.

"Ya ampun! Lihat jam berapa Fika!" Bondan berdecak kesal saat melihat putrinya yang masih terlihat berantakan.

"Heum?" Fika berdehem, lalu melihat jam dinding dikamarnya dan seketika itu matanya yang tadi masih mengantuk kini membola sempurna.

"AYAH!!! Kenapa tidak bangunin dari tadi!" Sungut Fika, lalu menutup pintu kamarnya lagi dengan keras, membuat Bondan menggeram kesal.

"Punya anak perawan satu tapi kelakuannya nggak ada manis-manisnya." Gerutu Bondan, sembari berjalan menuju ruang keluarga.

"Maaf ya, kamu jadi menunggu." Ucap Bondan kepada Ema, saat sudah mendudukan diri di ruang keluarga.

"Iya Om. Tidak apa-apa." Jawab Ema tersenyum manis.

Mau nunggu sampe minggu depan aku siap kok, Om. Batin Ema.

Tidak berselang lama, Fika keluar dari kamar dan langsung berlari menuju teras rumah tanpa memperhatikan seseorang yang duduk di ruang keluarga.

"Ayah!!! Ayo buruan nanti aku telat!" Teriak Fika, sembari mengenakan sepatunya.

"Ya ampun, Fika." Keluh Bondan, sembari menggelengkan kepalanya.

Sedangkan Ema sudah ingin menyemburkan tawanya saat melihat tingkah menggemaskan calon istrinya.

"Sudah tidak apa-apa, Om." Ema terkekeh geli, kemudian ia beranjak dari duduknya.

Ema ngulurkan tangannya kepada Fika yang masih sibuk mengenakan sepatunya.

"Ayah, panasin motornya dulu." Ucap Fika, lalu menerima uluran tangan itu yang ia sangka adalah tangan Ayahnya.

Eh, tangan Ayah lembut banget sih kayak tangannya, Nue. Batin Fika, lalu ia mendongakkan kepalanya dan betapa terkejutnya dia saat melihat sosok tampan yang tengah menatapnya sembari tersenyum manis.

"Nue!!!" Pekik Fika, lalu ia melepaskan cepolan rambutnya yang berantakan karena ia tidak sempat menyisir rambutnya.

Malu banget ya ampun. Fika merutuki dirinya.

Lagian Ayah kenapa tidak bilang kalau Nue ada disini.

Ema terkekeh pelan, sembari merapikan rambut Fika yang berantakan.

Penampilan Fika dengan rambut cepolannya.

"Mau seperti apa penampilanmu, kamu tetap sangat cantik." Ucap Ema, sembari mengelus pipi Fika yang bersemu merah.

"Hoek..." Gerutu Bondan, di balik Jendela saat mengintip Ema yang sedang menggombali putrinya.

Bintitan loh, Yah. ngitip terus perasaan. 😆

"Ayo kita berangkat sekarang, sudah jam setengah tujuh." Ucap Ema, lalu menarik tangan Fika.

"Tunggu!" Fika menahan tangannya, dan membuat Ema mengernyit heran.

"Kenapa?" Tanya Ema.

"Kok kamu pakai bajunya kayak gitu sih?" Fika baru memperhatikan penampilan Ema yang terlihat menggoda iman.

Ema hanya mengenakan kemeja panjang berwarna navy dengan motif bulan sabit berwarna kuning dan di padukan dengan celana jeans berwarna hitam, sangat sederhana namun yang menjadi masalah adalah Ema membuka beberapa kancing kemejanya dan memperlihatkan dada bidangnya yang di tumbuhi bulu-bulu kasar.

"Memangnya kenapa?" Tanya Ema tersenyum geli, sembari menarik kemeja yang sudah terbuka itu.

Fika cemberut kesal kemudian ia mengancingkan kemeja itu dengan benar.

Eneng bisa jantungan bang, kalau lihat yang berbulu begini dan bawaannya pengen nyandarin kepala di dada bidangmu. Batin Fika meronta-ronta.

Lagian dia tuh mau pamer badan kali ya! Sungut FIka dalam hati. Entah kenapa ia tidak suka melihat Ema berpenampilan seperti itu.

"Sudah?" Tanya Ema, masih tersenyum geli saat melihat wajah cemberut Fika.

"Sudah." Ketus Fika, lalu berjalan menuju mobil Ema.

Ema hanya menggelengkan kepalanya dan mengikuti gadisnya itu dari belakang. Namun dirinya juga senang karena gadisnya itu memperlihatkan sikap posesifnya, dan bertanda jika gadis itu sudah membuka hati untuknya.

"Ciee posesif." Ledek Ema, saat sudah berada di dalam mobil.

"Apaan sih." Gerutu Fika, lalu memalingkan wajahnya.

"Coba lihat kesini." Ema menarik dagu Fika agar mau melihatnya dan mau tidak mau Fika menatap wajah tampan calon suaminya.

"Aku belum sarapan." Ucap Ema lembut.

"Terus?" Ucap Fika masih terdengar ketus.

"Mau sarapan bibir kamu boleh?" Tanya Ema, baru saja Fika akan membuka suara tapi terhenti saat Ema sudah melancarkan aksinya.

CUP

Ema mengecup bibir mungil itu dan menyesapnya dengan lembut. Fika memejamkan matanya saat merasakan benda kenyal itu menempel di permukaan bibirnya, ia pun turut membalas ciuman lembut itu.