"Emphhh." FIka memekik saat bibirnya di bungkam oleh bibir Ema.
Dan dengan cepat Ema menarik Fika kedalam pangkuannya dengan posisi menyamping, lalu tangan kanan Ema langsung memeluk pinggang Fika dan tangan kirinya sudah berada di tengkuk gadis kecilnya itu untuk memperdalam ciumannya, Ema menyesap bibir mungil itu bergantian. Fika yang sudah terbuai langsung mengalungkan kedua tangannya di leher kokoh itu dan mulai membalas setiap pagutan yang diberikan oleh calon suaminya.
Keduanya kini tengah larut dalam ciuman panas yang menggairahkan itu dan tanpa sadar jika tangan Ema sudah membuka seluruh kancing seragam sekolah.
"Emm shhhhh." Fika melenguh ketika Ema menciumi lehernya dan ciuman itu semakin turun kebawah hingga sampai di dua bulatan kenyal yang masih terbungkus oleh kain busa. Ukurannya sangat pas saat Ema menangkup kedua bulatan kenyal itu.
Fika memejamkan matanya dan semakin mengeratkan tangannya di leher kokoh itu saat Ema meremat dadanya dengan lembut bergantian.
Fika dan Ema merasakan sesuatu yang belum mereka rasakan sebelumnya. Rasa aneh yang menjalar keseluruh persendian tubuhnya. Dan jantung keduanya kini berdetak sangat cepat.
Apa lagi Ema merasakan burung kutilangnya sudah berubah menjadi burung elang di bawah sana yang sudah siap untuk memasuki sarangnya.
Entah kenapa Fika tidak bisa menolak sentuhan yang diberikan oleh pria itu, bahkan ia menginginkan hal yang lebih dari ini, apalagi miliknya sudah berkedut tidak karuan.
Ciuman Ema naik keatas lagi, menyesap bibir Fika dengan lembut lagi dan keduanya kini saling perang lidah dan bertukar salivanya, sesekali tangan Ema meremat dua bulatan itu bergantian.
"Ughh." Desah Fika tertahan, saat tangan Ema masuk kedalam kain busa dan memilin buah karsen di dalam sana.
Ema tersenyum menatap wajah Fika yang sudah terlihat memerah kemudian ia menghentikan aksinya itu, membuat Fika sedikit kecewa.
"Maaf." Ucap Ema, sembari mengusap bibir Fika yang terlihat basah dengan ibu jarinya.
Fika mengangguk pelan kemudian ia tersenyum dan menatap Ema dengan lembut.
"Harusnya aku bisa menahan diriku." Ucap Ema lagi lalu membetulkan kancing seragam sekolah yang sudah terbuka semua itu.
"Kamu menyesal?" Entah kenapa pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir mungilnya.
Ema tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Harusnya aku yang bertanya seperti itu sama kamu." Jawab Ema.
"Aku tentu tidak." Jawab Fika begitu saja, tentu saja mendengar jawaban itu membuat Ema sangat gemas dan ingin mencium bibir mungil itu lagi.
"Kamu nggemesin tahu nggak." Ema mencubit pelan hidung mungil itu.
"Masa?" Tanya Fika, dengan wajah polosnya dan kedua mata yang terlihat membulat.
"Iya." Jawab Ema. "Kamu masih ragu sama aku?" Tanya Ema, menatap intens wajah manis milik gadis yang ada di pangkuannya dan kedua tangannya kini sudah memeluk posesif pinggang ramping Fika.
"Aku— nggak." Jawab Fika ambigu dan menggeleng pelan.
"Yang jelas kalau ngomong." Ucap Ema terkekeh, sembari menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Fika dan menyelipkan di belakang telinga Fika.
Manis banget sih. Batin Fika.
"Dari awal aku tidak pernah meragukanmu, karena aku tahu kalau kamu adalah orang yang baik. Tapi, aku masih ragu dengan hubungan ini dan menurutku ini terlalu cepat, apalagi aku masih muda dan kamu pasti tahu sendiri kalau aku tidak seperti gadis pada umumnya." Jelas Fika, membuat Ema tertegun saat mendengar penjelasan gadis itu.
"Maka dari itu kita jalani dulu—" Belum selesai bicara ucapannya sudah di potong oleh gadis kecilnya.
"Terus kalau tidak cocok kita pisah gitu? Enak saja! Aku tidak mau ya jadi janda di usia muda dan aku hanya ingin menikah sekali dalam seumur hidupku, seperti Ayah dan Bunda hanya maut yang memisahkan mereka berdua." Sungut Fika, membuat Ema tersenyum senang karena tanpa sadar gadis itu mengutarakan keinginannya.
"Ih, malah senyum gitu!" Kesal Fika, saat melihat Ema tersenyum manis kepadanya.
Ema tidak menjawab, melainkan ia langsung memeluk gadis kecilnya itu dengan erat.
"Sekarang jangan pernah meragukanku atau meragukan hubungan kita, dan lihatlah diriku yang sangat tidak sempurna ini. Kita bisa saling melengkapi satu sama lain dengan kekurangan dan kelebihan kita." Ucap Ema di ceruk leher Fika, lalu ia menggigit leher putih itu dengan gemas.
"Awww. Kenapa digigit!" Pekik Fika dan tanpa sadar ia memukul punggung Ema dengan kuat.
"Aww!" Kali ini Ema yang memekik sakit saat punggungnya di pukul oleh calon istrinya.
"Upss, maaf sakit banget ya? Tadi Reflek soalnya." Ucap Fika penuh sesal, lalu mengusap punggung Ema berulang kali dengan lembut.
"Kamu kasar banget sih! Ini namanya kekerasan dalam rumah tangga." Keluh Ema.
"Aku 'kan sudah minta maaf, lagian kamu nakal banget sih pakai gigit leher aku segala." Balas Fika tidak mau disalahkan.
"Habisnya gemes." Ucap Ema, lalu menangkup wajah Fika dengan kedua tangannya kemudian ia memiringkan sedikit kepalanya dan mengecup bibir mungil itu sekilas.
"Nyosor terus kayak soang!" Sungut FIka, membuat Ema terkekeh lalu menurunkan Fika dari pangkuannya.
"Yang di sosor juga doyan." Jawab Ema tergelak, membuat Fika bersemu merah.
"Ayo pulang." Ema menarik tangan Fika lalu menggandengnya dan tangan satunya lagi mengambil tas sekolah Fika yang ada di atas kursi.
"Aku enggak berantakan, kan?" Tanya Fika, saat akan keluar dari ruangan itu.
Ema menoleh dan memperhatikan penampilan Fika. "Nggak kok, sudah rapi tapi ada yang kurang."
"Apa yang kurang rambut aku berantakan ya? Atau Baju aku yang berantakan?" Fika terlihat panik.
Maklumlah abis ehem-ehem di dalam sana jadi dia takut kalau berantakan.🤭
"Ini yang kurang—"
CUP
Ema tidak melanjutkan ucapannya tapi ia langsung mengecup bibir manis itu lagi.
"Perfect." Ema tersenyum penuh kemenangan, membuat Fika mendengus kesal.
"MODUS!!!!" Kesal Fika. "Dasar Omes!" Umpat Fika, membuat Ema tergelak.
Kemudian Ema dan Fika keluar dari ruangan itu dan membayar pesanan mereka.
"Mau kemana lagi?" Tanya Ema, saat mereka berjalan menuju parkiran.
"Pulang, lagian sudah mau sore nanti Ayah nyariin lagi." Ucap Fika dan dia angguki Ema.
Seperti biasa Ema membukakan pintu mobil untuk Fika dan memasangkan seatbeltnya sekalian.
CUP
Lagi-lagi Ema mencuri ciuman di bibir manis itu, membuat Fika menggeram kesal.
"He he hee." Ema tersenyum konyol sembari mengusap bibir Fika yang cemberut.
"Dasar pencuri!" Sungut Fika, saat Ema sudah duduk di balik kemudi.
"Pencuri hatimu ya?"
"Bodo amat!" Fika memalingkan wajahnya, dan menguluum senyum.
Kenapa jadi romantis gitu sih? jantung eneng jadi jedag-jedug gini, kan. Batin Fika.
Gemes banget lihat kamu malu-malu gitu, boleh di karungin nggak sih? Terus aku bawa pulang. Batin Ema tersenyum gemas.
Boleh bawa aja, Miss. 😆
Yang baca sambil senyam-senyum sendiri, cieeeeeeee
Dukungannya mana nih? kasih like, komentar, vote dan gift seikhlasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Mur Wati
nyanyi dong tri li li li li🤣🤣🤣
2024-01-13
5
Nhara Anwar
panggil nuel dong jgn ema trus.
2023-08-27
0
Diana diana
eunya da ucing si Fika teh neupi ka d karungan . . wkwkwkwk
2023-07-23
0