KECURIGAAN LOVY

Kwkwkw akhirnya Red Lips up lagi. Trims doanya karena lele udah negatif dari covid walaupun calon dedek bayi rewel nih. Lele jadi gampang mual dan kalau udah kumat lele terkapar di ranjang. Semoga kita selalu sehat ya. Amin. Trims tipsnya berkah syelalu❤️

----- back to Story :

Di sisi lain, tempat Lovy dan timnya berada.

Mereka yang khawatir jika dibuntuti, melakukan penyamaran baru agar tak dikenali saat akan memasuki Mexico.

Namun, Lovy kembali menjadi Patricia si rambut pirang. Sedang Dorothy, Suzanne, dan Vivi merubah diri menjadi orang lain.

"Relax," ucap Lovy saat mereka akan memasuki perbatasan antara New Mexico dengan Mexico di mana petugas telah bersiap untuk mengecek dokumen para imigran.

Mereka bicara dalam bahasa Inggris. Terjemahan.

"Good afternoon, Mam," sapa petugas karena Vivi yang kini mengemudikan mobil.

Terlihat jelas jika Vivi gugup. Sedang Lovy, D dan S tampak santai. Petugas itu menatap Vivi lekat dengan tangan diulurkan untuk mengecek dokumen syarat melewati perbatasan.

"Keperluan?" tanya petugas tersebut saat Vivi menyerahkan setumpuk dokumen kepada petugas tersebut.

"Holiday. Beach. Family time," jawab Vivi kaku, tapi membuat tiga anggota Red Lips tersebut tampak malu dengan acting buruk isteri Peter tersebut.

Petugas itu melihat Lovy dan dua gadis yang duduk di bangku tengah dengan saksama.

"Anda tahu peraturannya? Maksimal, 180 hari," tegas petugas

"Sure. Kami akan pulang sebelum batas waktu. Kami tak memiliki waktu selama itu untuk liburan. Biasa, pekerjaan kantor dan juga anak-anak harus bersekolah," terang Vivi.

Petugas itu lalu meminta rincian perjalanan rombongan Vivi selama di Mexico seperti ingin memastikan tujuan para imigran itu ke negara tersebut.

Lovy yang sudah mempersiapkan semua skenario, menunjukkan dari layar ponselnya kepada petugas. Bahkan, Lovy terlihat santai saat ia menjelaskan kepada pria berseragam tersebut.

"Kami sudah memesan hotel, lalu layanan akomodasi selama di Cancun Beach," ucap Lovy berkisah.

Lovy bahkan sangat lihai dalam bercerita, di mana sebelumnya, ia memang pernah mengunjungi tempat tersebut.

Saat itu, sebuah misi melibatkannya berurusan dengan salah satu mafia tersohor pada zamannya. Inilah alasan Lovy mendatangi negara tersebut.

Petugas yang memeriksa dokumen-dokumen dari rombongan Lovy mengangguk pelan tampak menikmati penjelasan wanita cantik itu.

Akhirnya, petugas itu memberikan izinnya kepada Lovy dan rombongan. Vivi menerima kembali dokumen-dokumen tersebut usai mendapatkan stempel perizinan memasuki perbatasan.

Lovy dan timnya berhasil melintasi gerbang yang cukup ketat itu. Semua orang bernapas lega karena mereka tak dicurigai. Vivi mulai melaju dengan mantap memasuki Mexico.

Lovy melihat dari spion samping mobil untuk mengamati pergerakan petugas perbatasan. Malam itu, hanya terlihat mobil mereka saja yang melintas tidak ada kendaraan lain.

"Jadi ... kita akan mengunjungi salah satu ... kau menyebutnya apa? Relasi? Partner?" tanya Vivi heran.

"Simbiosis mutualisme," tegas Lovy dengan pandangan lurus ke depan.

"Kau tak memberikan laporan itu pada Lea? Tentang ... Baron Dimension?" tanya Suzanne usai Lovy menceritakan alasannya mengajak tiga orang itu ke negara tersebut.

Lovy diam untuk sesaat. "Jujur. Meskipun Lea dan Harold sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri, tapi ... ada beberapa hal yang tak kuungkapkan pada mereka. Terutama saat aku bekerja bersama Peter dan Vivi dulu sebelum akhirnya kerjasama kami terungkap," jawab Lovy serius.

"Kenapa?" tanya Dorothy bingung.

"Aku kecewa pada Lea. Dia bukannya menyembuhkanku, tapi ... malah membuatku semakin terpuruk," jawab Lovy tertunduk.

"Maksudmu ... karena Lea memfasilitasimu untuk membunuh para pria hidung belang itu?" tanya Suzanne menebak.

"Lihat akibatnya. Aku menjadi buronan di seluruh Amerika karena pembunuhan yang kulakukan. Aku tak bisa mengendalikan diri untuk menghabisi nyawa pria-pria bejat itu. Aku bisa mengendalikan diri saat memiliki Rico. Bahkan, sangat sulit bagiku untuk menerima Sean saat itu," ucap Lovy mengungkapkan perasaannya.

Semua orang terdiam.

"Aku, sangat menahan diri agar tak mencelakai Sean. Elda selalu mengingatkanku tentang hal itu. Dia selalu berkata ... Sean bukan targetku. Dia pria baik. Namun, kalian lihat sendiri. Wilver membunuh kedua orang tuaku! Dia bahkan membunuh Elda! Dan Sean, malah memintaku agar tak membunuh ayahnya!" teriak Lovy dengan mata berlinang teringat akan masa lalunya.

Vivi, Dorothy dan Suzanne terdiam. Mereka seperti kehilangan kata-kata. Lovy berusaha untuk menghentikan tangisannya jika teringat akan Sean.

"Lovy. Jujur padaku. Apakah kau masih mencintai Sean?" tanya Vivi tetap fokus mengemudi.

"Yes. Dia cinta pertamaku, Vivi. Sean bisa menerima masa laluku saat aku menceritakan kisahku. Kami ... bahkan menjadi partner yang hebat. Aku merasa, Sean bisa menyembuhkanku karena ia meyakinkanku. Namun, kenyataan pahit saat aku tahu fakta sesungguhnya jika ayahnya adalah pelaku pembunuhan kedua orangtuaku, membuatku gelap mata. Dan aku ... meninggalkan Sean karenanya," jawab Lovy memejamkan mata sejenak terlihat sedih karena pergi dari Sean begitu saja.

"Lalu ... saat kau bertemu dengan Sean tadi, bagaimana sikapnya padamu? Maksudku ... kau sampai dibuat pingsan olehnya," tanya Dorothy seperti tak percaya jika seniornya mudah ditaklukan begitu saja.

Lovy diam sejenak seperti memikirkan pertanyaan itu dengan serius.

"Selain itu. Orang-orang berpakaian hitam dari kubu Sean, apakah ... mereka polisi? Namun, jika melihat cara mereka menyerang, orang-orang itu tidak mencerminkan gaya seorang polisi. Mereka ... tidak berencana menangkap kita hidup-hidup. Maksudku ... saat mereka mendapatkan pelaku, biasanya mereka mengatakan, 'Menyerahlah! Angkat tangan! Kalian sudah dikepung!' dan semacamnya. Namun, yang kulihat tadi, tidak demikian. Kepalaku bahkan ditendang! Polisi macam apa yang melakukan perbuatan bar-bar seperti itu?!" pekik Suzanne kesal menunjuk kepalanya.

"Oh, sekarang semakin jelas," tegas Vivi seperti menyadari sesuatu sampai menepuk setirnya.

"Apa maksudmu, Vivi?" tanya Lovy berkerut kening menatap sahabatnya lekat.

"Entahlah. Ini hanya tebakanku. Banyak tebakan sebenarnya. Pertama, Sean sudah dicuci otak sehingga dia membenci Lovy. Ia memburunya, lalu ingin membunuhnya. Yang kedua. Pria yang memiliki wajah mirip seperti Sean itu adalah pembunuh bayaran. Dia mengenakan semacam topeng atau sejenisnya dengan menggunakan wajah Sean karena ia mengincar Lovy," jawab Vivi mantap.

Suzanne dan Dorothy mengangguk sependapat, tapi Lovy menggeleng.

"Aku rasa tidak demikian," jawab Lovy serius.

"Ada yang aneh?" tanya Dorothy menatap seniornya saksama.

"Aku merasa ... pria yang kutemui tadi tidak mengenalku," jawab Lovy yang membuat semua orang terkejut.

"Tidak mengenalmu? Lalu ... kenapa kau dibawa?" tanya Vivi heran.

"Entahlah. Sebelum aku pingsan, aku merasakan keanehan dari pria itu. Maksudku ... aku memang sudah lama tak bertemu Sean, tapi aku ingat dia pria seperti apa. Pria itu ... bukan Sean, tapi aku sangat yakin jika dia tak menggunakan topeng atau semacamnya untuk menutupi parasnya," tegas Lovy.

"Maksudmu ... pria itu bisa jadi memang Sean? Atau mungkin ... kembar? Sean kembar begitu maksudmu?" tanya Suzanne sampai matanya melotot.

Lovy terlihat bingung dan pusing memikirkan banyak dugaan di kepalanya. S dan D saling memandang ikut tertekan. Mereka akhirnya saling diam selama perjalanan.

Sayangnya, perjalanan yang melelahkan membuat Vivi seperti sudah tidak sanggup untuk melanjutkan berkendara.

Lovy akhirnya memesan dua buah kamar yang terkoneksi di salah satu penginapan di Meksiko untuk mereka beristirahat sebelum mendatangi kediaman Baron Dimension di Cancun.

"Gantikan aku, atau kita akan masuk dalam kolom berita kecelakaan di artikel," ucap Vivi seperti menahan kantuk.

"Oke, aku saja," sahut Suzanne bersiap.

Vivi mengangguk pelan seraya meminggirkan kendaraannya. Suzanne dengan sigap melompat ke dudukkan sopir, sedang Vivi harus turun.

Suzanne membawa rombongannya untuk beristirahat terlebih dahulu dan melanjutkan perjalanan esok hari seraya check out dari penginapan.

Semua orang yang sudah lelah segera bergegas membaringkan tubuh di kasur yang empuk. Sedang Lovy, masih terjaga dan memandangi langit-langit kamar seperti memikirkan sesuatu.

"Siapa kau sebenarnya? Kau bukan Sean," ucap Lovy lirih teringat akan sosok pria yang memiliki wajah dan tubuh mirip seperti pria yang dicintainya.

Terpopuler

Comments

^⁠__⁠daena__⁠^

^⁠__⁠daena__⁠^

mungkin kang cilok ,,Lovy.😂😂

2022-03-03

1

lestari

lestari

😍👍💗

2022-03-03

0

Windi Fatshella

Windi Fatshella

mungkin dia kekasih masalalu ku😂
yg belum bisa move on 🤭

2022-03-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!