NEW ENEMY*

Lovy menajamkan penglihatannya. Ia melihat sebuah pintu untuk memasuki rumah tersebut. Namun, Lovy tak ingin gegabah. Ia harus memastikan pergerakannya tidak terlacak atau tertangkap oleh kamera CCTV gedung.

Lovy masih bersembunyi dan melihat ada satu CCTV di ujung bangunan di mana titik itu adalah jalan masuk paling cepat menuju ke rumah tersebut.

Meskipun wilayah itu berada di tempat yang jauh dari pemukiman warga, ia tetap tak ingin membuat keributan.

Lovy yakin jika penjahat dalam rumah itu pasti memiliki pasukan lain yang akan datang jika tahu diserang.

"Apa yang kautunggu, Lovy?" tanya Vivi heran karena wanita cantik itu belum beraksi.

"Tempat ini tak biasa, Vivi. Pergerakanku bisa terlihat. CCTV ada di berbagai sudut bangunan. Aku takut jika membahayakan Rico. Entah kenapa, nyaliku menjadi hilang saat tahu Rico yang menjadi taruhan di sini. Berbeda ketika aku harus melakukan pembunuhan tak perlu ada sandera yang diselamatkan. Jika pun ada misi itu, aku tak mengenal mereka, sehingga aku tak memiliki hutang budi. Namun ini ...," jawab Lovy terlihat gugup dan seperti ragu untuk bertindak.

"Oke. Aku akan membantumu. Aku bisa mengalihkan perhatian," ucap Vivi tiba-tiba yang membuat Lovy langsung berkerut kening.

"Apa yang akan kaula—"

BROOM!!

Seketika, Lovy langsung menoleh ke asal suara. Mobil yang dikendarainya tadi digunakan oleh Vivi melaju dengan kecepatan penuh menuju ke arah rumah berwarna hitam tersebut.

Mata Lovy melebar saat Vivi dengan sengaja menembak ke arah rumah secara asal. Tentu saja, kehebohan yang dibuat oleh Vivi membuat penjaga dalam rumah itu keluar dengan pistol disiagakan dalam genggaman.

"Harg, Peter. Isterimu benar-benar sudah tidak waras," gerutu Lovy karena Vivi nekat melakukan hal gila demi menolongnya.

DOR! DOR!

"Hahahaha! Aku bisa menembak!" seru Vivi gembira karena ia berhasil melepaskan tembakan, meski tak mengenai satu target pun.

Tiba-tiba, NGENGG!

"Oh! Apa itu?!" pekik Vivi terkejut lalu melihat ke arah spion di mana tangan kirinya yang memegang pistol terjuntai keluar jendela karena sibuk menembak.

DOR! DOR!

"AAAAA!" teriak Vivi panik karena kini, ia menjadi sasaran tembak dari para penjaga di mansion itu.

Vivi segera menutup jendelanya rapat dan membuang pistolnya di dalam mobil dengan tergesa. Vivi fokus mengemudi agar tak terkena peluru mematikan yang bisa merenggut nyawanya.

"Aku berhasil masuk, Vivi. Terima kasih," ucap Lovy, tapi membuat posisi Vivi malah tak diuntungkan.

"Yes, your welcome," jawabnya tegang.

DOR! PRANG!

"AAAAA!" teriak Vivi lagi karena kini spion samping kirinya terkena tembakan.

Hasil kenekatan Vivi, membuat Lovy berhasil memasuki bangunan tersebut meski ia yakin jika ada penjaga di dalam rumah. Lovy menghitung jumlah motor yang mengejar Vivi sebanyak 5 buah.

"Masih ada 5 orang. Itu mudah," ucap Lovy mantap dan kini lebih berani untuk bertindak.

Benar saja, DOR! DOR! BRUK!

Sambutan yang diberikan pertama kali oleh tuan rumah adalah seorang penjaga berpakaian hitam dengan pistol dalam genggaman yang muncul dari balik pintu.

Lovy yang sudah terbiasa melakukan penyergapan tahu jika ada penjaga di pintu utama dan ruangan lain siap membidiknya.

Dua buah peluru telah berhasil menjatuhkan satu orang pria dan menewaskannya di ruang tamu. Lovy melihat ada banyak CCTV di dalam rumah tersebut.

DOR! DOR! PRANG!

Lovy menembak seluruh kamera CCTV yang berhasil masuk dalam jangkauannya untuk meminimalisir penyerangan yang akan datang.

Lovy terus bergerak dan membuka seluruh pintu yang ia temukan untuk mencari keberadaan Rico. Lovy tidak tahu, siapa musuhnya kali ini.

Namun, jika ia berani berurusan dengan Lea, pastilah orang itu bukan warga sipil biasa. Terlebih, ia memiliki hunian di tempat yang jauh dari pemukiman sipil dan tergolong mewah. Memiliki rumah dengan penjagaan ketat dan bersenjata, pastilah kelas mafia.

Sayangnya, musuhnya kali ini terlihat terampil. Anak buah dari penjahat sebenarnya tak menunjukkan diri.

Lovy tahu jika ia sengaja dibiarkan masuk dan akan dibantai di dalam. Ini bukan wilayahnya, dan risiko kematian siap merenggut nyawanya kapan pun.

Lovy bertemu persimpangan koridor dari rumah itu. Ia merapatkan punggungnya di dinding dan mengintip. Sayangnya, ia tak melihat pergerakan apa pun.

Lovy lalu tiarap perlahan dan menempelkan telinganya di lantai dengan tenang. Sayangnya, ia tak mendapati apa pun.

"Hem, mereka pintar. Kita lihat, sejauh mana kecerdikan kalian mengatasiku," ucap Lovy lirih saat ia melepaskan tas Vivi dan mengambil sebuah benda.

KLANG! BUZZ!

Lovy melemparkan granat asap ke sisi kanan pada koridor. Praktis, kepulan asap putih menyeruak dan menutup jalan itu.

Dengan sigap, Lovy menggunakan kacamata khusus berwarna hitam yang memiliki fungsi untuk mendeteksi panas tubuh manusia.

Namun, Lovy tak berjalan ke arah kepulan asap itu. Ia merunduk dan berjalan dengan cepat ke arah koridor yang tak terselubungi asap.

Kali ini, Lovy melihat targetnya di mana ia sengaja tak menggunakan kacamata itu dari awal untuk mengetes kemampuan lamanya.

Lovy sadar jika keahlian sebenarnya bukan dari alat canggih yang digunakan untuk merampungkan misi, melainkan insting dari seorang pemburu.

Namun, melihat Vivi tak bisa bertahan lama, Lovy terpaksa berkerja dengan cepat. Kini, ada dua orang yang harus ia selamatkan.

BRAKK!! DOR! DOR!

Lovy yang menyadari jika ada dua orang yang telah menunggunya di balik pintu sebuah ruangan, mengecoh mereka dengan membuka pintu itu kasar.

Lovy yang sengaja merebahkan dirinya di atas lantai, berhasil melakukan tembakan balasan kepada dua pria itu ketika mereka dalam posisi berdiri.

Tentu saja, gerakan yang tak terduga itu membuat dua orang tersebut terkejut. Tubuh mereka menjadi sasaran empuk wanita cantik jebolan MI6 yang beralih profesi sebagai eksekutor kematian.

Lovy langsung berjongkok dan melihat dalam ruangan jika tak ada Rico di sana. Ia kembali berdiri dan menyusuri koridor.

Mata Lovy yang kini menggunakan kacamata detektor panas memindai sekitar dengan cepat seraya terus melangkah.

Sayangnya, ia baru ingat jika seharusnya masih ada dua orang yang harus ia bunuh dalam rumah itu seperti informasi Vivi sebelumnya jika dijaga oleh sepuluh orang.

Saat Lovy berjalan tergesa di mana ia tak mendapati manusia lain dalam ruangan-ruangan yang ditemuinya, tiba-tiba saja, SWING!! KRAKK!!

Mata Lovy melebar. Dari arah koridor tempat ia melemparkan granat asap, meluncur sebuah pisau yang ditujukan padanya.

Beruntung, ia berhasil menghindari senjata itu dengan merunduk. Pisau itu tertancap pada pintu. Lovy segera membalik tubuhnya, tapi DUAKK!!

"Agh!"

Sebuah pukulan kuat tepat mengenai wajahnya dan membuat kacamata itu terbelah dua. Pangkal hidung Lovy berdarah terkena retakan dari kacamata tersebut.

Lovy terhuyung ke belakang seraya membuang kacamata yang telah kehilangan fungsinya ke sembarang tempat.

Ia memejamkan matanya menahan sakit setelah sekian lama tak bertarung karena menjadi warga sipil.

"Aku kenal seragam itu. Pasti kau agent Red Lips," ucap seorang pria yang berjalan mendekat dengan seorang lelaki bersenjata pistol membidik Lovy.

Perlahan, Lovy membuka matanya. Musuhnya kali ini cukup jantan untuk melawannya dengan menunjukkan diri.

Namun seketika, mata Lovy melebar. Ia terkejut dan terhuyung seperti akan roboh ketika melihat sosok yang selama ini ia rindukan muncul di hadapannya.

"Sean?" panggil Lovy dengan kening berkerut membuka penutup wajah.

Pria itu menatap Lovy lekat. Ia lalu memberikan kode dengan sentakan kepala pada pria di belakangnya untuk pergi. Lelaki berpistol itu mengangguk dan segera meninggalkan lokasi.

Lovy terkejut dan melangkah mundur. Sedang pria berwajah seperti Sean terus melangkah mendekat ke arah Lovy dan tersenyum miring.

"Apa yang kaucari di sini?" tanyanya tak terlihat takut padahal Lovy yang mengarahkan pistol padanya.

"Di mana Rico?" tanya Lovy seperti tak bisa menembak ke arah mantan suaminya.

"Rico?"

"Dia anakmu, Sean! Apa maksudmu menculiknya? Aku tahu kau membawanya. Kembalikan Rico padaku, dan aku berjanji akan menghilang darimu untuk selamanya," jawab Lovy terlihat gugup seperti akan menangis.

Pria itu diam seperti memikirkan sesuatu.

"Kenapa harus pergi jauh dariku jika kita bisa bersama lagi? Tahu dari mana jika ... Ri-co ada di sini?" tanyanya tetap melangkah perlahan sedikit demi sedikit.

Lovy terlihat kebingungan dalam menjawab.

"Turunkan senjatamu, Sayang. Kita bicarakan masa lalu kita dengan baik-baik. Aku berjanji tak akan menyakiti Rico jika kau mau bekerjasama," ucap pria tampan itu seraya mengulurkan tangannya, tapi Lovy masih mengarahkan pistol padanya. "Aku tak ingin menyakitimu, terlebih Rico. Bukankah ... dia anakku?" tanyanya yang membuat Lovy pada akhirnya menurunkan senjata.

Pria itu tersenyum lebar. Ia mendekati Lovy lalu memeluknya. Lovy menangis dalam pelukan pria yang ia kira adalah Sean.

"Sudahlah. Aku tahu kau pasti mencemaskan Rico. Namun kupastikan, dia baik-baik saja. Jadi ... tujuanmu kemari karena mencari Rico?" tanyanya masih memeluk Lovy seraya mengelus kepalanya lembut.

Lovy mengangguk dengan air mata. Ia memeluk Sean erat terlihat begitu merindukannya.

"Hem, insting seorang Ibu. Baiklah, Sayang. Aku rasa, kita harus segera pergi dari sini. Kau membuat rumahku jadi diketahui oleh agent Red Lips lainnya. Kau tak masalah 'kan, meninggalkan mereka?" tanya Sean palsu dan Lovy diam saja saat melepaskan pelukannya. "Kau tak ingin hidup bersamaku dan Rico?" tanyanya lagi dan Lovy mengangguk pelan. "Good. Ayo," ajaknya seraya menggandeng tangan Lovy dan ia menyambutnya.

Lovy dibawa menuruni tangga menuju ke sebuah tempat seperti basement. Ia terkejut, ternyata di lantai itu terdapat banyak pria berseragam hitam terlihat tangguh.

Tempat itu juga dilengkapi oleh berbagai jenis senjata seperti gudang dan juga belasan motor serta mobil.

"Tempat apa ini, Sean?" tanya Lovy menatap wajah suaminya lekat.

Sean hanya tersenyum dan meminta Lovy masuk ke dalam mobil untuk duduk bersamanya di bangku tengah. Lovy ditatap tajam oleh orang-orang itu.

Tiba-tiba saja, "Emph!" erang Lovy saat hidung dan mulutnya tiba-tiba saja dibekap oleh seseorang dari belakang.

Sean duduk diam masih menggenggam tangan kanan Lovy erat yang duduk di sebelahnya saat wanita itu memberontak.

Lovy mencoba membebaskan diri, tapi tangan kirinya dipegangi kuat oleh seseorang yang duduk di belakang hingga akhirnya, mantan sniper itu tak sadarkan diri terkena bius.

Sean palsu memberikan kode untuk melepaskan bungkamannya. Ia lalu mengeluarkan ponsel dan mengarahkan kamera belakang ke wajah Lovy.

Alat itu menangkap gambar wajahnya lalu melakukan pemindaian. Hingga akhirnya, "Ditemukan kecocokan. Hem," ucap Sean palsu saat sudah mendapatkan informasi tentang Lovy.

Ia lalu membaca berkas itu dan seketika, matanya melebar. Ia meraih dagu wanita yang baru ditemuinya agar bisa melihat wajahnya lebih jelas.

"Aset yang sangat berharga. Pasti kau berkontribusi besar pada Red Lips, Loviana Serena Robinson. Kau pasti kesayangan Lea dan Harold. Hem," ucap pria itu lalu mengecup bibir Lovy lembut. "Aku akan menyimpannya."

Tiba-tiba, pintu garasi dari ruangan itu terbuka dan terlihat sebuah motor masuk ke dalam.

BREM!

"Zero. Mereka ada di sini," ucap pria dengan helm masih terpasang.

"Aku sudah mendapatkan yang terbaik dari mereka. Kita pergi," ucap pria berwajah mirip Sean yang diyakini bernama Zero.

Segera, gudang seperti senjata itu dikosongkan. Seluruh armada di dalam ruangan itu keluar meninggalkan rumah. Ternyata, di luar sudah ramai di mana Dorothy dan Suzanne telah datang untuk ikut membantu.

"Ada pergerakan di balik bukit!" seru Vivi dari teropong saat melihat sekumpulan orang pergi meninggalkan wilayah itu.

"Di mana Lovy?!" tanya Suzanne dengan inisial S, berteriak dari motor sport yang ia kendarai.

"Ia tak ada di dalam rumah. Tempat itu sudah kosong!" seru Vivi dari hasil pemindaiannya.

"Pasti dia dibawa pergi oleh orang-orang itu. Kita harus membawanya kembali!" sahut Dorothy lantang dengan inisial D, yang duduk sebagai pengemudi di bangku mobil Vivi.

Namun ternyata, sekumpulan motor dan mobil itu seperti mengajak beradu. Sekelompok pria bermotor membuat barisan di depan membentuk huruf V. Motor-motor itu mengarah ke mobil yang ditumpangi oleh Vivi dan D.

"Oh, shitt!" pekik D melotot saat para pria itu mengarahkan pistol bersamaan ke kendaraan mereka. "Vivi! Pindah ke belakangku, cepat!" teriak D memberikan perintah.

Vivi mengangguk cepat dan segera melangkah ke belakang dengan tergesa.

NGENGG!

Dengan sigap, S segera berbelok dan berlindung di belakang mobil untuk menjadikannya tameng.

DOR! DOR! DOR! DOR!

"AAAAAA!" teriak Vivi histeris langsung merunduk di dudukkan belakang.

Namun, D terlihat tetap fokus dan melaju mobilnya kencang menerima tantangan itu. Saat jarak mereka hanya tinggal 5 meter saja, tiba-tiba, CITTT!

Mobil yang dikemudikan D bermanuver sehingga posisinya melintang. Seketika, BRANGG!! DODODODOOR!!

"AAAAA!" Vivi kembali berteriak histeris saat D memberondong musuhnya dengan senapan laras panjang yang sudah ia siapkan dipangkuan.

D menembaki para pria bermotor yang menghantam mobilnya dan jatuh di sekitar.

"S!" teriak D lantang saat mobil yang berada di barisan kedua dari sekumpulan motor yang melindunginya, kini melaju pesat ke arahnya.

Tiba-tiba, DUK! DUK! DUK!

S muncul dari balik mobil dan langsung menaiki bagian atas kendaraan tersebut. Ia berdiri dengan senjata pelontar granat dalam genggaman dua tangannya.

BUK! BUK! BUK! BLUARRR!!

Lontaran demi lontaran berhasil membuat tiga mobil itu langsung berpencar untuk menghindari ledakan.

"Aku melihatnya! Lovy berada di mobil SUV hitam itu!" teriak D yang mendapati sosok Lovy dari kacamata khusus seperti yang digunakan oleh Lovy tadi.

"D tangkap!" seru S melemparkan senjatanya. S dengan sigap melompat dari atas mobil dan segera berlari ke motornya.

BROOM!!

"Vivi! Kemudikan!" titah D lantang yang kini memundurkan mobilnya untuk mengejar mobil penculik Lovy.

"Hah, hah, oke, oke," jawabnya panik dan gemetaran karena hal mengejutkan yang menimpa dirinya.

D dengan cepat berpindah posisi dan menyiapkan persenjataannya kembali. S mengejar dengan kecepatan penuh menggunakan motornya.

Praktis, gurun yang tandus di hari yang terik itu semakin panas karena aksi dari dua kubu yang berusaha saling melumpuhkan.

***

ILUSTRASI

SOURCE : GOOGLE

Puanjang nih epsnya jarinya gak bs direm kl udh perang😆 Tengkiyuw ya tipsnya mbk tawon. Lele padamu❤️

Terpopuler

Comments

Wahyu Indrawati

Wahyu Indrawati

lovy seorangagen M16 bucin bgt...

2022-12-23

0

aya aya

aya aya

hebaaaaaattt berdua aja nyerang ya d bntu ama vivi jga sih

2022-07-17

0

💞mulan merindu💞

💞mulan merindu💞

wanaita2 cantik &tangguh kereeeennnnn,,,

2022-02-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!