SHOCK!

Mata Rico terbelalak lebar. Ia terkejut mendengar penuturan Sean yang tak pernah ia sangka. Rico berdiri mematung saat Sean menunjukkan wajah bengisnya.

"What?" tanya Rico tampak pucat.

"Ibumu membohongimu selama ini, Rico! Dia itu penjahat! Dia seorang pembunuh! Dia meninggalkanku setelah ia menuntaskan dendamnya! Aku sudah memperingatkannya, tapi Lovy tetap membunuh ayahku! Dia membunuh kakekmu tepat di depan mataku, Rico! Empat peluru! Empat peluru bersangkar di tubuh ayahku!" teriak Sean meluapkan seluruh isi hatinya yang selama ini terpendam.

Rico tertegun dengan mata membulat penuh usai mendengar pengakuan Sean. Lelaki itu tak bisa menahan dirinya dan menunjuk wajah Rico dengan suaranya yang besar.

Marcus dengan sigap memegangi Sean dan menarik tubuhnya. Para polisi di sekitar mereka segera ikut bertindak.

Rico yang mengalami shock langsung dipegangi oleh dua polisi dan didudukkan pada bangku yang tersedia.

"Sean! Kaugila?! Kau mengatakan hal keji itu pada anakmu sendiri?" pekik Marcus melotot dengan suara tertahan.

"Dia bukan anakku. Dia anak dari Lovy dan Matthew. Dia mengkhianatiku, Marcus!" tegas Sean penuh penekanan menatap kawannya tajam.

"Namun, firasatku mengatakan sebaliknya, Sean. Aku yakin, jika Rico anakmu. Aku tahu Matthew. Aku membaca berkasnya dan aku juga melihat dirinya dalam rekaman CCTV saat di apartemen dan kantor ayahmu dulu," tegas Marcus balas menatap kawannya tajam. Namun, Sean memalingkan wajah masih terlihat begitu marah. "Tes DNA. Ayo. Kita buktikan siapa yang pembohong di sini. Kau, atau aku?" sambung Marcus menantang.

Sean menatap Marcus tajam dan pada akhirnya mengangguk pelan. Marcus menoleh dan melihat Rico menangis, meski anak itu berusaha untuk menahan air matanya.

Marcus menghela napas pelan. Ia beranjak dari Sean yang masih tersulut emosi dan dendam.

"Hei, kenapa kau menangis?" tanya Marcus mendekat dan berjongkok di depan anak malang itu.

"Hiks, apakah ... apakah yang dikatakan oleh Sean benar, jika mommy seorang penjahat?" tanya Rico dengan suara bergetar.

Marcus menundukkan pandangan. Semua polisi menatap Marcus dan detektif itu tampak bingung dalam menjawab.

"Secara hukum, ya. Itu karena ... dia membunuh dengan sengaja," jawab Marcus pelan, dan praktis, Rico menangis sedih.

Rico memejamkan matanya dan kali ini ia menyerukan dukanya. Marcus iba pada anak lelaki itu. Ia akhirnya duduk di sebelahnya dan memeluknya.

Sean masih berdiri di kejauhan dengan bertolak pinggang menatap Rico kesal akan sesuatu.

Akhirnya, Rico di bawa ke fasilitas 'Trauma Healing' di mana anak lelaki itu sempat kabur tadinya.

Kali ini, Rico hanya bisa menurut. Ia tak lagi berkeinginan untuk kabur karena hatinya dirundung kesedihan.

Kamera CCTV telah terpasang secara tersembunyi di dalam kamar atas perintah Sheila. Wanita cantik itu tahu jika Rico akan kembali ke tempatnya bekerja.

"Kemarilah," pinta Marcus lembut seraya merangkul pundak Rico. "Gantilah pakaianmu yang basah. Kau sudah besar 'kan, jadi ... kau bisa membersihkan diri dan mengganti pakaian sendiri. Apa tebakanku benar?" tanya Marcus dan Rico mengangguk pelan. "Oke, lepaskan tas ranselmu. Aku tak akan mengambilnya, sungguh. Tak mungkin 'kan, kau memandikan tasmu juga?" tanya Marcus dan Rico tersenyum tipis.

Rico akhirnya melepaskan tasnya. Marcus memberikan handuk dan juga pakaian ganti untuk Rico kenakan.

Saat Rico masuk ke dalam kamar mandi, Marcus mengamati tas yang dipakai oleh Rico saksama. Tak lama, Sean masuk masih memasang wajah dingin kepada kawannya.

"Sean. Tas ini ... tidak biasa," ucap Marcus dan kening Sean berkerut saat ia menerima uluran tas itu dari tangan kawannya. "Pasti Lovy yang memberikannya," sambungnya.

Sean membuka sleting tas itu. Ternyata, bagian dalam tas tersebut anti air dan tebal seperti memiliki lapisan khusus.

Semua barang yang dimasukkan Rico di dalamnya tak basah. Fungsi tas tersebut seperti dibalik. Bagian luar tampak biasa, tapi bagian dalamnya istimewa. Hanya orang-orang dengan keahlian khusus yang menggunakan teknik seperti itu.

Sean dengan sigap mengeluarkan semua benda di dalam tas termasuk tablet Rico. Marcus lalu mengamati tas itu saksama dengan merabanya.

"Sean!" panggil Marcus saat ia menunjuk bagian bawah tas yang terasa keras dan seperti ada benjolan, padahal di dalam tas sudah tak ada barang. "Robek?" tanya Marcus dan Sean mengangguk. Dengan sigap, Marcus mengeluarkan pisau lipat dari dalam jaket kulitnya. Ia menyayat bagian yang dicurigainya itu perlahan. Sean melihat dengan saksama saat muncul sebuah benda yang menempel pada jahitan tas itu. "Apa ini? Benda ini berkedip? Pelacak?" tanya Marcus menduga.

"Pastinya. Bisa jadi, Lovy sengaja memasangnya pada tas Rico agar ia tahu keberadaannya," sahut Sean.

"Sial! Jika benar, Lovy pasti tahu tempat ini. Ia pasti akan datang untuk menjemput Rico!" jawab Marcus dengan suara tertahan agar Rico tak mendengar, meski berada di kamar mandi dan suara guyuran air terdengar.

"Biarkan saja dia datang. Kali ini, aku akan menangkapnya dan kupastikan, akan kuseret dia ke penjara. Dia tak akan bisa kabur dari hukumannya seumur hidup," jawab Sean bengis.

Marcus menatap kawannya lekat. "Sebegitu bencinya 'kah kau pada Lovy? Dia isterimu, Sean. Oke, mantan isteri. Namun, kautahu alasan Lovy membunuh ayahmu. Jujur kukatakan, itu bukan salah dia sepenuhnya. Sebagai manusia yang memiliki perasaan, jika aku menjadi Lovy, mungkin cara terbaik untuk menghilangkan dendam itu dengan membunuh ayahmu. Jangan lupa, Sean. Ayahmu, adalah penjahat sesungguhnya. Ia yang menghancurkan kehidupan bahagia keluarga Lovy karena ambisinya. Maaf, jika ucapanku menyakitimu, tapi alasanmu membenci Rico, itu salah besar. Dia lahir karena cinta kalian berdua. Dan Lovy, menjaga anak itu dengan baik," ucap Marcus tegas yang lalu memasukkan lagi pisau lipatnya dengan wajah dingin ke jaket kulit.

Sean menatap Marcus tajam, tapi kali ini ia memilih diam. Sean melihat kawannya memasukkan barang-barang yang tadi ia keluarkan dari dalam tas Rico.

"Eh, kotak apa ini?" tanya Marcus yang mendapati sebuah benda yang terasa janggal untuknya.

"Entahlah," jawab Sean malas seraya menyilangkan kedua tangan depan dada dan menyenderkan pinggang ke tepi meja.

Marcus membuka kotak itu, dan seketika, "Oh!" pekiknya terkejut saat ia merasakan jika kotak itu bergetar.

"Ada apa?" tanya Sean langsung berdiri dengan sigap.

"Kotak ini ... aku merasakan jika dia bergetar. Sungguh, aku tak bohong," jawab Marcus menatap Sean lekat.

Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka. Sean terkejut dan dengan sigap keluar dari kamar karena tak ingin terlihat oleh Rico.

Anak itu terlihat panik seraya berlari kecil mendekati Marcus telah mengenakan pakaian ganti, meski rambutnya masih basah.

"Ada apa?" tanya Marcus menatap Rico lekat.

"Jam tangan ini bergetar. Tanganku serasa seperti ditusuk jarum. Jam tangan ini juga tak bisa dilepaskan," jawab Rico menunjukkan jam tangan yang masih mencengkeram kuat pergelangan tangannya.

Marcus melihat jam tangan itu dan memeganginya. Tak lama, Sean masuk dengan langkah tergesa. Rico terkejut dan langsung menarik tangannya dari genggaman Marcus.

"Aku tak mau Sean di sini," ucap Rico langsung menundukkan wajah.

"Biasakanlah. Aku akan masuk dalam jangkauan matamu, Rico," tegas Sean menatap wajah anak itu tajam.

Marcus bertolak pinggang melihat kawannya dengan wajah kesal sampai dagunya bergoyang. Sean menatap kawannya sekilas lalu keluar dari kamar dan menutup pintu.

"Aku tak menyukainya, Paman Marcus. Aku merasa ... Sean akan berbuat jahat pada mommy," ucap Rico.

Marcus memijat dahinya. Ia merasa tertekan dengan hal ini. Pria berkulit hitam itu mengembuskan napas panjang mencoba untuk menenangkan diri.

"Kaulapar? Bagaimana jika kita makan malam. Di tempat ini ada kantin yang menyediakan pizza. Kausuka pizza?"

"Ya!" jawab Rico cepat.

Marcus lalu merangkul pundak Rico. Keduanya keluar dari ruangan. Marcus tak melihat Sean di luar ruangan. Marcus tak mau ambil pusing dan memilih untuk mengajak Rico makan malam karena ia yakin jika anak itu kelaparan.

Tanpa sepengetahuan keduanya, Sean yang bersembunyi di balik persimpangan koridor, kembali masuk ke kamar Rico.

Sean masih penasaran dengan tas dan juga kotak yang Marcus katakan bisa bergetar tadi. Saat Sean akan membuka kotak itu, tiba-tiba saja, BLUARRR!!

"Arrghh!"

Sean terlempar dan tersungkur di lantai saat dinding kamar Rico meledak dan membuat tempat itu kacau seketika.

Sean berusaha bangkit, meski telinganya sakit dan pandangannya kabur. Saat Sean melihat ke arah lubang ledakan, matanya melebar ketika ia mendapati sosok pria yang wajahnya mirip dengannya muncul lagi di hadapannya.

Mata pria itu mengarah ke tas dan kotak milik Rico yang masih ada di atas meja. Dengan sigap, mata Sean ikut menangkap pergerakan itu. Ternyata, pria itu menyadari jika lawannya juga mengincar hal yang sama.

***

uhuy makasih tipsnya mak ben😍 lele padamu❤️ tips poinnya jangan lupa ya man teman biar lele cemangat upnya. kwkwkw😆

Terpopuler

Comments

aya aya

aya aya

kirainv lovy yg dtng nyelmtin ankx

2022-07-16

0

Yuyun Yuliani

Yuyun Yuliani

pesuruh nya patrisia untuk menyelamatkan rico ya le...

2022-02-18

0

Shofia Febrianti

Shofia Febrianti

pake dan lebih enak kakle stlh Marcus

2022-02-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!