Rico menatap pria di depannya lekat, begitupula pria tersebut. Lelaki itu membungkuk dan menahan tubuhnya dengan menopang dua tangannya di paha.
"Kau siapa?" tanya Rico memberanikan diri bertanya.
Pria tersebut tersenyum. "Harusnya aku yang bertanya. Kau siapa?"
"Aku Rico. Aku ... apakah kautahu, bagaimana keadaan nenek Lea dan kakek Harold?" tanya Rico masih menatap pria itu lekat.
"Jam tanganmu keren. Siapa yang memberikannya?" tanya pria itu seraya melirik jam tangan yang dikenakan di pergelangan tangan kiri Rico.
Rico memegang tangan kirinya yang memakai jam tangan tersebut. Tiba-tiba, CEKLEK!
Praktis, Rico menoleh ke arah pintu kamarnya yang tertutup. Matanya melebar saat ia melihat lelaki yang muncul di balik pintu, sama persis dengan lelaki yang kini berdiri di depannya.
Rico bingung dan membolak-balik pandangannya untuk memastikan penglihatannya.
DOR! DOR! DOR
"AAAA!" teriak Rico histeris saat pria di depannya dengan cepat mengeluarkan pistol dari balik pinggang dan menembaki pria yang wajahnya mirip dengannya.
Tangan Rico ditarik kuat oleh si pria penembak. Rico kebingungan dan hanya bisa ikut berlari karena ia tak tahu kebenaran dari semua insiden ini.
"Shitt! Marcus! Dia membawa Rico!" teriak pria yang berwajah sama dengan si pria penembak dari panggilan radio earphone-nya.
Pria itu berhasil lolos dari tembakan dengan bersembunyi di balik dinding samping pintu kamar.
"Siapa?!" tanya Marcus ikut panik yang dengan segera memerintahkan seluruh polisi yang berjaga di kediaman Lea untuk berpencar.
"Entahlah, tapi wajahnya sama persis denganku! Ada yang mencoba meniruku!" jawab pria tersebut seraya menyiagakan pistolnya dan kini mengejar pelaku ke celah lubang tempat ia membawa Rico kabur.
"What?!" pekik Marcus bingung dan panik dalam waktu bersamaan.
"AAAA!" teriak Rico saat tubuhnya melayang dengan sebuah alat seperti helikopter portabel yang menangkap tubuhnya. Praktis, mata pria yang mengejar Rico melotot lebar.
"Rico! Rico!" teriak lelaki tersebut dengan kepala mendongak melawan derasnya hujan. Ia melihat helikopter itu membawa terbang bocah lelaki ke suatu tempat. "Marcus! Kejar helikopter itu! Pasti ada yang mengendalikan benda terbang seperti drone besar tersebut! Jangan sampai Rico hilang!" seru pria itu seraya terus berlari menerobos semak dan hutan yang masih dalam lingkup kediaman Lea.
"What? Drone besar? Helikopter?" tanya Marcus bingung dengan Sheila yang kini ikut mencari bersama rekannya.
"Marcus!" pekik Sheila menunjuk ke arah langit di mana Rico dibawa terbang menjauh dari kediaman Lea.
"Shitt! Benda apa itu?!" pekik Marcus hingga matanya melotot karena tubuh Rico dibelenggu.
Sayangnya, perekat di mulutnya terlepas sehingga teriakan Rico terdengar oleh orang-orang yang berusaha menolongnya.
"Tolong!" teriak Rico histeris dengan kepala menunduk di mana kali ini, matanya menangkap pria yang sedang mengejarnya. Pria itu terlihat berusaha untuk menolongnya.
"Rico! Rico!" teriak pria itu dengan kepala berulang kali melihat ke atas karena ia juga harus menghindari semak dan batang pohon yang menghalangi langkahnya. "Rico! Ingat namaku! Aku Sean! Sean Wilver! Aku akan datang menolongmu! Rico!" teriak lelaki itu dengan tubuh basah kuyup saat jaraknya dengan Rico semakin jauh.
Napas Rico terengah, tapi ia mendengar yang diucapkan pria itu. "Sean ... Wilver?" ucapnya lirih.
"Ingat namaku, Rico! Sean Wilver! Sean Wilver!" teriak Sean berulang kali seraya terus berlari.
Rico mengangguk cepat dengan wajah sudah basah kuyup karena hujan deras melanda wilayah itu.
Rico melihat sosok Sean tak lagi terlihat dalam jangkauan matanya. Entah kenapa, pria yang mengejarnya membuatnya merasakan hal lain seperti ingin lebih mengenalnya.
"Sean! Sean Wilver! Tolong aku!" teriak Rico lantang berusaha memberontak, meski tubuhnya terperangkap.
Sean terkejut karena Rico memanggil namanya. Sean yang awalnya sudah hampir menyerah karena sosok Rico tak lagi terlihat, membuatnya berusaha keras untuk kembali mengejar.
Sean kini tak peduli lagi jika banyak rintangan menghalangi langkahnya. Sean menerobos hutan itu dengan berlari kencang mengikuti suara Rico yang terus memanggil namanya dan berhasil mengalahkan derasnya hujan.
Hingga akhirnya, Sean berada di ujung dari pengejarannya. Tanah yang dipijaknya membuat Sean tak bisa lagi mengejar.
Ia melihat helikopter itu membawa Rico melintas. Sean melihat sebuah kapal siap untuk bocah malang itu. Sean tak ingin Rico dibawa pergi.
Sean mengeluarkan pistolnya dan membidik pria yang terlihat membawa sebuah pengendali dalam genggaman tangan di atas geladak kapal.
Mata Sean menajam, dan dengan sigap, DOR! DOR! BRUKK!
"Agh! AAAAA! Sean!" teriak Rico panik saat tiba-tiba saja helikopter yang membawanya terbang tak terkendali dan membawanya menurun cepat ke aliran sungai.
"Rico!" teriak Sean panik saat ia berhasil menjatuhkan pria pengendali helikopter tersebut dan menewaskannya.
BYURRR!!
"Rico!" panggil Sean dengan mata melotot saat helikopter tersebut tercebur ke dalam sungai di mana aliran sungai malam itu begitu deras karena hujan.
BYUR!
Sean nekat menceburkan diri dan berenang untuk mengejar Rico yang masih terperangkap dalam benda terbang tersebut.
Rico berusaha untuk tetap bertahan dengan menahan napas sampai ia diselamatkan. Anak itu tahu, jika lelaki bernama Sean sedang berusaha untuknya.
Rico tetap tenang seperti ajaran ibunya kala itu ketika mengajarinya sebuah ilmu baru.
"Kenapa kau mengikatku, Mom?" tanya Rico panik saat sang ibu yang ia kenal bernama Patricia malah mengikatnya dengan tali di pergelangan kaki dan tangan.
"Kenapa? Anggap saja, kau diculik oleh penjahat. Kautahu jika sedang diselamatkan oleh polisi, atau mungkin Mommy atu ayah. Lalu, anggap saja kau tercebur di lautan atau sungai, atau kolam. Kautahu jika akan sangat sulit bagimu untuk meloloskan diri dari jeratan ini. Oleh karena itu, Mommy akan ajarkan kau sesuatu yang menarik," ucap Patricia seraya mengangkat tubuh anaknya ke tepi kolam renang.
"Caranya?" tanya Rico penasaran menatap ibunya lekat.
"Pertama. Saat kautahu akan tercebur di dalam air. Segera persiapkan diri untuk mengambil napas. Meskipun waktu yang kaumiliki hanya sedikit. Ambil napas sebisamu, simpan dalam paru-paru dan jangan panik agar hemat. Tunggulah, sampai kau diselamatkan. Biarkan saja arus membawamu. Jika kau memberontak, maka kau akan kehabisan energi. Tubuhmu yang kecil, tak mungkin melawan kekuatan alam terlebih arus jika kau berada di sungai atau laut," tegas Patricia dan Rico mengangguk. "Kausiap?" tanya sang ibu dan Rico mengangguk terlihat panik.
Tiba-tiba saja, sang ibu mendorong anak lelakinya yang terlihat belum siap untuk mengambil napas. Benar saja, Rico panik.
Ia berusaha untuk naik ke atas permukaan dengan menggerakkan tangan dan kakinya, tapi hanya membuat kepalanya naik ke atas sedikit lalu tenggelam lagi.
"Ingat yang kukatakan, Rico! Kauingin mati atau selamat?!" teriak Patricia lantang di pinggir kolam.
Rico akhirnya ingat dengan ucapan sang ibu. Rico mencoba untuk tetap tenang, sayangnya, ia belum mengambil napas. Rico berusaha untuk bisa naik lagi ke permukaan.
Dengan segera, Rico mengambil kesempatan itu untuk mengambil napas kuat hingga mulutnya menggembung karena menyimpan oksigen.
Rico tenggelam dalam kolam. Namun, ia terlihat sudah tenang. Rico lalu melihat kedua tangan dan kakinya yang terikat.
Perlahan, idenya muncul. Ia menggunakan daya apung yang dimiliki oleh tubuh manusia. Ia menekuk kedua kakinya seperti orang berjongkok.
Kedua tangannya yang terikat masih mampu bergerak karena kesepuluh jarinya terbebas. Dengan tenang, Rico melepaskan ikatan pada pergelangan kakinya dan usahanya berhasil.
Rico yang merasa oksigennya sudah hampir habis, menggunakan kedua kakinya untuk bergerak ke permukaan.
Namun, ia baru sadar, jika ternyata ibunya masih berada di pinggir kolam tak melakukan aksi penyelamatan apa pun pada dirinya dan hanya mengembangkan senyuman.
Kening Rico berkerut di mana ia sangat mengharapkan pertolongan, tapi hal itu tak terjadi.
"Kaupasti berharap aku datang ke sana menolongmu, 'kan, Rico sayang?" tanya sang ibu dan Rico mengangguk dengan tubuh mengapung di permukaan kolam. "Bagaimana jika penyelamatmu gagal datang untuk menolong. Anggaplah aku juga ikut terluka, atau mungkin tewas karena sesuatu. Kauharus mengandalkan kemampuanmu sendiri, Rico. Jika kau ditolong, itu sebuah anugerah, jika tidak, jangan pernah menyalahkan orang lain. Kaupaham?" tanya Patricia menatap anaknya tajam.
"Ya, aku mengerti," ucapnya kala itu dengan wajah tertunduk.
Rico memejamkan matanya di dalam arus air sungai yang membawanya. Rico kali ini sadar, jika Sean tak mungkin datang untuk menolongnya.
Rico hanya bisa berharap sebuah keajaiban datang untuk menolongnya sebelum oksigen di paru-parunya habis.
"Hah! Rico!" panggil Sean yang berhasil menarik baling-baling dari benda seperti helikopter itu.
Praktis, mata Rico terbuka. Ia melihat Sean benar-benar datang menolongnya. Rico yang masih terperangkap dalam benda itu tak bisa berbuat banyak. Ia pasrah saat Sean menariknya dengan kuat seraya terus berenang ke tepian.
"Sean!" panggil Marcus yang sudah berada di tepian sungai dengan para polisi.
Sebuah tali dilemparkan dan Sean dengan sigap menangkapnya. Tubuh Sean dan Rico ditarik kuat ke tepian oleh para polisi.
Kapal yang disinyalir dari pria yang berusaha menculik Rico berhasil diringkus. Sayangnya, lelaki yang mirip dengan Sean tak ditemukan.
Hanya seorang mayat terkena tembakan Sean di kapal tersebut yang berhasil diamankan oleh polisi.
"Hah, hah, kau baik-baik saja?" tanya Sean memegangi wajah Rico yang terlihat pucat.
"Ya, ya," jawabnya dengan napas terengah.
Sean memeluk tubuh Rico erat meski masih terperangkap dalam helikopter aneh. Marcus dan para polisi kini harus mencari cara membebaskan Rico dari benda aneh itu.
***
ILUSTRASI
SOURCE : GOOGLE
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
^__daena__^
itu anakmu Sean buah cintamu sama Lovy
2022-02-25
1
💞mulan merindu💞
ahh,,ganteng bgt Sean,,,
2022-02-22
2
Yuyun Yuliani
emang harus kejem sama anak... guna menempa mental dan jiwa disaat2 sulit kelak.... tp.... bisa engak ya aku??? 😄😄
2022-02-18
2