NEW MEXICO*

Vivi terlihat tegang saat ia mendengar informasi mengejutkan dari Lovy karena tak tahu tentang hal itu sebelumnya.

"Kita butuh bantuan anggota Red Lips untuk menolong kita, Lovy. Mereka masih berada di sini," ucap Vivi menoleh ke arah Lovy dan menatapnya lekat.

"Tidak perlu. Aku takut kita akan mencolok," jawab Lovy tegas dan fokus mengemudi.

"Aku tak tahu detail kejadian. Namun, jika Rico berhasil diculik dari rumah Lea, itu berarti musuh kita profesional, Lovy. Mungkin sekelas dengan militer," ucap Vivi menegaskan. Lovy melirik Vivi sekilas dan matanya kembali ke jalanan. "Setidaknya, kita membutuhkan mereka untuk melindungi. Jika kau beraksi sendirian tak melibatkan Rico di dalamnya, aku tak akan menyarankan ini. Namun, anakmu yang dipertaruhkan, Lovy. Aku juga seorang Ibu sepertimu, aku memahami kondisi ini," tegasnya menekankan.

Lovy menarik napas dalam dan akhirnya mengangguk pelan. Vivi dengan sigap menghubungi dua agent Red Lips yang masih berada di New Mexico.

Dengan cepat, dua wanita itu merespon dan menyusul ke lokasi yang Vivi tandai dari rute di ponsel khusus Lovy.

"Siapa dua orang yang dikirim Lea itu? Apa aku mengenal mereka?" tanya Lovy dengan kedua tangan masih menggenggam di kemudi.

"Mereka orang baru. Direkrut sekitar ... tiga tahun yang lalu oleh Matthew. Jika tidak salah, Matthew menemukan mereka berdua di Kentucky. Mereka kakak beradik. Keduanya mengalami depresi setelah diperkosa oleh ayah tiri mereka sendiri ketika ibu mereka pergi menghadiri pertemuan bisnis di negara lain," jawab Vivi menjabarkan.

"Ah, aku membaca berkas itu. Jika tidak salah nama mereka ... Suzanne dan Dorothy. D-S julukan mereka," sahut Lovy cepat.

"Yes. Oh, aku tak tahu kalau kau mengenal mereka. Kini, mereka berdua sangat tangguh. Mereka mengidolakan Matthew setelah puas melihat suami palsumu itu membunuh ayah tiri mereka tepat di depan mata. Dua gadis itu pergi begitu saja dan hanya meninggalkan selembar kertas yang bertuliskan, 'Bukan kami pembunuh ayah, meski kami sangat membencinya karena memperkosa kami berdua. Kami tak bisa hidup denganmu lagi, Bu. Kami akan pergi dan menemukan kehidupan kami sendiri. Salam sayang, D-S'. Begitulah kira-kira pesannya saat kabar itu masuk dalam berita kriminal," ucap Vivi mengabarkan.

"Lalu bagaimana dengan ibu mereka?" tanya Lovy penasaran.

"Yah, ibu dari mereka berdua sepertinya cukup terguncang akan hal itu. Setelah ia berusaha mencari dua anaknya yang sungguh menghilang tak berjejak, ibu mereka bunuh diri. Namun herannya, D-S tak terlihat sedih. Mereka berkunjung ke makam ibu mereka seminggu setelah kejadian, lalu kembali ke Red Lips. Mereka mengatakan, 'Bukan salah kami jika ibu bunuh diri. Ibu saja yang tak bisa menguasai dirinya dan memilih mati'. Hem, mereka sekarang menjadi pembunuh keji tak berbelas kasih, Lovy," tegas Vivi terlihat ngeri membayangkan dua gadis tersebut.

"Aku mengerti," jawab Lovy dengan anggukan dan embusan napas panjang.

Titik yang ditandai itu, membawa Lovy dan Vivi menjauh dari kota. Akhirnya, perjalanan mereka berakhir di sebuah tempat yang membuat dua wanita cantik itu berkerut kening.

Albuquerque memiliki wilayah gurun yang luas, dan wilayah yang mereka datangi berada di sekitar gurun itu.

Mereka keluar dari jalanan aspal memasuki jalan tanah melintasi rumput-rumput di wilayah gersang di tengah terik matahari.

"Wow! Jika kita sampai mati di sini, kuyakin mayat kita akan sangat sulit untuk ditemukan," ucap Vivi yang membuat wajah Lovy serius seketika ketika melintasi gurun.

"Kaubawa perlengkapan apa saja?" tanya Lovy dengan pandangan fokus ke jalanan tandus.

"Well, meskipun aku bukan agent seperti kau dan gadis Red Lips lainnya, tapi aku mempelajari cara kerja kalian. Terkadang, aku berkeinginan untuk menjadi bagian dari kalian," ucap Vivi seraya membuka tas ransel di pangkuannya.

"Jangan pernah berpikir aku akan mengabulkan harapanmu itu," tegas Lovy melirik tajam.

"Ow, oke," sahut Vivi terkejut dan langsung diam. "Kaubutuh apa? Sepertinya, perlengkapanku cukup untuk misimu," tanya Vivi seraya menunjukkan isi tasnya.

Lovy menoleh dan mendapati banyak senjata dan perlengkapan penunjang lainnya. Lovy tersenyum dengan anggukan.

"Persiapan bagus. Aku membutuhkan semuanya," jawabnya cepat dan terus mengemudi.

"Oke," jawab Vivi lalu menutup tasnya yang memiliki fungsi seperti magnet. Wanita berambut cokelat pendek itu mendekap tasnya erat.

Tiba-tiba, mata Lovy menyipit saat pandangannya mendapati sesuatu di kejauhan. "Vivi, teropong. Pindai lokasi arah jam 11," pintanya seraya menunjuk.

"Oh, oke," jawab Vivi cepat meski terlihat tergesa saat mengambil teropong tersebut. Vivi segera menggunakannya untuk memastikan permintaan Lovy. "Oh! Ada rumah. Hanya saja, tertutup pohon. Pandanganku terhalang," jawab Vivi.

"Gunakan fungsi termal untuk melihat penjagaan di rumah itu," sahut Lovy seraya melihat sekitar.

Vivi mengangguk paham dan merubah setingan pada teropong khusus itu. Terlihat, Vivi serius saat mengamati.

"Oh, terlihat! Ada 10 orang, Lovy. Mereka sepertinya bersenjata. Mereka berada di dalam rumah, tapi tersebar di beberapa tempat," ucap Vivi melaporkan dengan teropong masih tertempel.

Lovy mengangguk. Dugaan jika penculik anaknya bukan orang sembarangan menguatkannya jika hal ini dilakukan oleh orang terlatih. Dalam pikiran Lovy, bukan militer kali ini pelakunya, melainkan mafia.

Vivi melepaskan teropongnya saat Lovy menyembunyikan mobilnya di semak yang cukup tinggi dekat bebatuan besar.

"Kau tetaplah di sini, biar aku saja yang masuk. Berbahaya jika kauikut," tegas Lovy yang mengganti sepatunya dengan sepatu khusus andalannya.

"Bagaimana jika kaubutuh bantuan?" tanya Vivi cemas.

"Maka kau harus datang menolongku. Oleh karena itu, kau tetap di sini dan awasi pergerakanku. Seharusnya, D-S akan segera tiba. Mereka akan tahu apa yang harus dilakukan. Jika aku butuh bantuan, kau akan melihat tandanya," jawab Lovy seraya menarik sleting jaket anti peluru yang kini dikenakannya.

"Tanda apa?" tanya Vivi bingung saat Lovy mengambil tas miliknya. Lovy bergegas keluar dari mobil dan sudah terlihat siap dengan seragam tempur serba hitam.

"Kau akan tahu. Kau hanya membutuhkan teropong itu dan ini," jawab Lovy melongok dari jendela mobil yang terbuka seraya memberikan sebuah pistol. Vivi menerimanya dengan gugup. "Kau bisa menggunakannya?" tanya Lovy memastikan.

"Ye-es," jawabnya ragu. Kening Lovy berkerut.

(gambar ini bisa bergerak. klik aja)

Lovy dengan sigap mengajarkan bagaimana teknis menggunakan pistol semi otomatis tersebut. Vivi menyimak dengan saksama cara penggunaannya hingga akhirnya ia mengangguk paham.

"Mengerti? Kau yakin?" tanya Lovy melebarkan mata.

"Yes," jawab Vivi mantap memegang gagang pistolnya erat.

"Oke. Hati-hati. Jangan asal menembak. Pastikan bidikanmu tepat. Hematlah peluru, aku tak memberikan amunisi cadangan," tegas Lovy sebelum pergi dan Vivi mengangguk mantap.

Lovy terlihat berat untuk meninggalkan isteri Peter tersebut yang telah banyak berjasa padanya saat ia masih mencari jati dirinya dulu usai memutuskan keluar dari MI6.

Bahkan, Lea, Harold, dan mendiang neneknya—Elda—tak mengetahui keterlibatan Vivi dan Peter karena Lovy tak ingin dua kawannya itu menjadi incaran Red Lips.

Lovy akhirnya pergi meninggalkan mobil dengan Vivi yang masih duduk di dalam. Vivi terlihat tegang dan memilih untuk menutup semua jendela. Ia menggenggam pistolnya erat di atas pahanya.

Lovy berlari dengan merunduk. Ia menyembunyikan sosoknya pada rumput liar yang tumbuh tinggi dan juga bebatuan di sekitarnya.

Hingga akhirnya, langkah wanita cantik itu terhenti saat ia mendapati sebuah rumah yang terlihat unik setelah didekati.

Rumah tersebut berwarna hitam dan tak memiliki tetangga di sekitarnya karena berada di tempat terpencil seperti sebuah hunian ekslusif layaknya rumah peristirahatan.

Lovy dengan sigap mengeluarkan pistol yang ia siapkan di balik pinggang seraya menggendong tas milik Vivi di punggung.

Lovy menaiki bukit kecil di mana rumah hitam tersebut berada di atas, tapi ia yakin jika ada jalan lain untuk memasuki bangunan dari bawah.

Lovy melihat sebuah pintu di bawah bukit yang dijaga oleh satu pria berpakaian hitam bertubuh besar dan memakai sarung tangan kulit. Ia yakin, jika pria itu bersenjata, tapi tak ia tunjukkan.

"Vivi, kau mendengarku?" panggil Lovy dari panggilan radio disalah satu telinganya yang terhubung ke ponsel khusus. Wanita cantik itu sengaja meninggalkannya di mobil.

"Yes! Oh, aku melihatmu dari teropong. Hati-hati, ada dua penjaga di balik dinding kaca," ucap Vivi melaporkan.

Lovy tersenyum. "Itulah kenapa aku membutuhkanmu, Vivi. Aku ingin kau menjadi mataku. Terus laporkan dan pastikan tak ada yang menghalangi jalanku," pinta Lovy yang kini bersiap dengan pisau lipat di tangan kirinya siap beraksi.

"Yes, Mam! Wow, ini sangat menegangkan," ucap Vivi semangat dan Lovy hanya menahan senyum.

Segera, Lovy menutup wajahnya dengan masker hitam dan hanya terlihat dua mata indahnya saja. Lovy yang telah bersiap dengan pakaian tempurnya, siap menerobos masuk.

***

ILUSTRASI

SOURCE : GOOGLE

Uhuy makasih tipsnya mak ben😍 Selamat akhir pekan LAP. Tengkiyuw lele padamu❤️

Terpopuler

Comments

Wahyu Indrawati

Wahyu Indrawati

kejutan ....

2022-12-23

0

🍍⭐

🍍⭐

kenapa gak beli gas halusinasi punya vesper aja ya...pasti langsung tepar semua tuh😂

2022-02-25

1

💞mulan merindu💞

💞mulan merindu💞

kayanya tempat orang yang ngambil tasnya Rico deh,,,🤔🤔

2022-02-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!