WHO IS HE?

Sean dengan sigap berdiri untuk mengambil tas dan kotak yang diyakini diincar oleh pria yang memiliki wajah sepertinya.

Namun, gerakan pria itu lebih gesit. Ia melompat dan DUAKK!!

"Agh!" erang Sean saat pria itu menggunakan dua kakinya untuk menendang kepala lawan.

Sean terdorong dan tubuhnya kembali menghantam dinding. Pria itu ikut jatuh, tapi ia segera bangkit. Dengan sigap, ia mengambil tas milik Rico dan kotak di atas meja tergesa.

Pelipis Sean berdarah yang membuatnya linglung. Namun, ia melihat pria itu berlari ke lubang dari ledakan yang dibuatnya.

"Hei!" teriak Sean marah dan berusaha untuk bangun, tapi ia kembali ambruk karena tendangan kuat dari lawannya. "Sial!" geramnya yang pada akhirnya bisa berdiri meski harus memegangi kepalanya yang sakit.

Saat Sean keluar dari lubang dinding, hempasan angin kencang membuat mata pria itu tertutup rapat.

Sean mundur, tapi berusaha membuka matanya ketika melihat benda seperti helikopter yang menculik Rico digunakan pria itu.

Lelaki itu tersenyum dengan membawa tas yang berhasil ia ambil. Mata Sean menajam saat ia melihat pria itu menggunakan sebuah pengendali di pergelangan tangan kirinya. Telunjuk kanannya seperti mengontrol pergerakan dari helikopter itu.

Saat Sean akan berlari mengejarnya, tiba-tiba saja, "Sean!"

BRUKK!! BRANGG!!

"Hah?!" engah Sean dengan mata melotot saat sebuah mobil hampir saja menabraknya karena sibuk melihat ke atas.

Marcus berhasil menyelamatkan kawannya dengan mendorongnya dari samping meski membuat keduanya jatuh tersungkur di atas rumput taman bermain.

"Bukankah ... itu pria yang mirip denganmu?" tanya Marcus menatap kawannya lekat dan Sean mengangguk.

Marcus memberikan kode kepada para polisi yang dengan cepat melakukan pengejaran terhadap benda asing itu.

"Oh! Mobilku!" pekik Sheila dengan mata melotot saat mendapati mobilnya rusak bagian depan karena menghantam dinding hingga peyok.

Marcus dan Sean hanya saling memandang tak berkomentar. Sheila mendekati mobilnya dan mendapati sebuah batu sengaja diletakkan pada pedal gas sehingga mobil itu bisa melaju sendiri.

"Menyebalkan! Kenapa harus mobilku?!" teriaknya marah seraya menginjak-injak rumput yang tak tahu apa salahnya.

"Sudahlah. Kau bisa minta ganti nanti," ucap Sean seraya berdiri dengan memegangi kepalanya yang berdarah. "Oh, mana Rico?" tanya Sean menatap Marcus lekat.

"Dia baik-baik saja. Ayo, kita harus amankan Rico. Aku rasa, pria itu sudah mendapatkan apa yang dia inginkan. Masalahnya, apa hubungannya dengan semua kekacauan ini? Apakah ... Lea dan Harold memiliki musuh?" tanya Marcus seraya berjalan bersama kawannya menuju ke kantin tempat Rico berada. Sheila mengikuti keduanya yang masih tampak kesal.

"Entahlah. Kita belum bisa menguak tentang dua orang itu. Mereka terpandang dan tak bisa seenaknya saja datang membongkar rumahnya," jawab Sean seraya menahan sakit di kepala.

"Sayangnya, kami sudah membongkarnya dan tak menemukan hal mencurigakan. Hanya anak buah Lea bersenjata, begitupula armada yang menyelamatkan Rico dari puing ledakan. Semua benda itu buatan militer. Entah dari mana Lea mendapatkannya. Sayangnya, kita tak bisa menanyai Lea karena ia sedang koma," jawab Sheila yang membuat Marcus dan Sean langsung menghentikan langkah lalu menoleh ke arah wanita cantik itu.

"Bagaimana dengan Harold?" tanya Sean berkerut kening.

"Jejaknya tak ditemukan. Entah ia kabur melarikan diri atau diculik, tak ada yang tahu. Jejaknya tak terekam dalam CCTV. Namun, mantan isterimu tertangkap CCTV di kediaman Lea saat datang bersama Rico. Polisi sudah mengamankannya. Pergilah ke kantor Marcus jika ingin melihatnya," jawab Sheila tegas.

Sean mengangguk pelan dan kembali berjalan menuju ke arah kantin. Sean yang awalnya cemas, langsung bernapas lega. Rico didampingi oleh beberapa polisi saat menikmati pizza.

"Bagaimana situasi di luar?" tanya seorang pria berumur 50 tahunan seraya berjalan mendekat.

"Timku sedang mengejar pelaku yang melarikan diri menggunakan benda seperti helikopter penculik Rico. Sisanya ... bangunan berantakan. Kita harus melakukan renovasi karena lubangnya cukup besar dan pagar taman rusak karena ditabrak oleh mobil Sheila," jawab Marcus yang membuat pria itu melirik Sheila yang memasang wajah sebal karena mobilnya penyok.

"Oke. Aku paham. Rico tak aman di sini. Untuk sementara, bawa dia ke rumahmu atau rumah Sean," tegas pria itu.

"Wow, wow, wow! Kenapa harus rumahku?" tanya Marcus menolak, begitupula Sean.

Pria itu bertolak pinggang menatap dua pria di depannya dengan wajah kesal. Marcus dan Sean langsung berdehem seraya berdiri dengan tegak.

"Bagaimana dengan rumah perlindungan saksi?" tanya Sean mengusulkan.

"Rumahku saja," sahut Sheila yang membuat tiga pria itu menatap ke arah wanita berambut panjang tersebut. "Aku sendirian dan tak memiliki musuh. Aku rasa, Rico akan aman bersamaku," jawab Sheila menawarkan diri.

"Kalau begitu, aku akan ikut menginap," sahut Sean dan membuat kening tiga orang itu berkerut. "Aku tak mungkin pulang ke Portland. Aku juga tak mau mengusik keluarga Marcus. Selain itu, aku harus memastikan saksi hidup kita aman sampai kita temukan bukti kuat dari semua kekacauan ini," sahut Sean menjelaskan.

"Oke. Besok, aku ingin laporan dari hasil interogasi kalian kepada anak bernama Rico itu," ucap pria berjas abu-abu tersebut menunjuk Sean dan Marcus. Dua detektif itu mengangguk pelan. "Dan kau, Sean," sambungnya menunjuk pria di hadapannya dengan tatapan tajam. "Jika benar Lovy terlibat seperti tuduhanmu atas semua tindak kejahatan pembunuhan di Amerika selama beberapa tahun terakhir, tangkap dia hidup-hidup. Ingat, kau polisi. Ada hukum yang akan mengurusnya. Jangan main hakim sendiri, meski aku tahu kau dendam padanya. Ingat, bawa Lovy hidup-hidup padaku. Kau mengerti?" tegasnya menekan.

"Yes, Sir," jawabnya mantap.

"Good. Sampai bertemu besok siang di kantor polisi. Selamat malam," ucap lelaki itu yang terlihat memiliki kuasa.

Marcus dan Sean memberikan hormat saat pria berjas itu berjalan bersama para polisi khusus yang melindunginya.

"Paman Marcus!" panggil Rico seraya melambaikan tangan dari tempatnya duduk.

Marcus balas melambai dengan senyum terkembang. Ia berjalan mendatangi Rico ditemani oleh Sheila.

Sean memilih pergi ke ruang medis untuk merawat lukanya. Pria itu masih tak ingin berbicara dengan anak lelaki yang diyakini Marcus adalah putera kandungnya.

"Bagaimana?" tanya Rico menatap Marcus lekat yang kini duduk di sebelahnya.

"Kau akan tinggal bersama Sheila untuk sementara waktu. Nanti ... ada Sean yang akan menjaga kalian."

"Aku tak mau Sean berada di dekatku. Aku tak menyukai pria itu. Aku bisa melihatnya. Ia sangat membenci mommy dan ingin memenjarakannya. Aku yakin jika mommy bukan orang jahat. Dia baik pada semua orang. Dia tak pernah memukulku atau berkata kasar. Malah aku merasa, peran mommy lebih banyak ketimbang ayah," ucap Rico mengutarakan perasaannya.

Marcus dan Sheila saling memandang. Para polisi yang berada di sekitar mereka ikut menghela napas.

Mereka ingat tentang kasus penembakan tuan Wilver 10 tahun silam di kantor Travel Agent Paradise Portland, menghebohkan kawan-kawan polisi yang mengenal Sean.

Terlebih, saat mereka mengetahui jika yang membunuh ayah dari detektif tampan itu adalah isterinya sendiri.

Sean bahkan membeberkan jati diri sang isteri kepada kepolisian. Tentu saja, hal itu membuat semua orang terkejut, tapi meminta agar dirahasiakan mengingat Lovy mantan rekrutan MI6 Inggris.

Kepolisian Amerika merasa jika Lovy masih diawasi. Mereka khawatir jika melakukan tindakan yang dirasa menyudutkan MI6, bisa membuat hubungan dua negara bersitegang.

Polisi memilih untuk memburu Lovy diam-diam dengan mengirimkan agent khusus. Sayang, usaha mereka gagal karena buronan yang mereka cari bukan orang sembarangan.

Selama 10 tahun, jejak Lovy tak ditemukan. Dan kini, ketika ia muncul meski sosoknya belum ditemukan, sudah membuat gempar Kansas karena melibatkan anak kecil yang disinyalir adalah putera tunggalnya.

"Baiklah. Paman Marcus akan ikut menginap. Namun, Paman harus menghubungi rumah dulu. Paman tidak mau keluarga Paman khawatir. Oke?" ucapnya dan Rico mengangguk.

Marcus segera beranjak untuk menelepon keluarganya dengan ponsel miliknya. Sheila menopang dagunya dengan kepalan tangan kanan seraya tersenyum. Rico terlihat gugup saat ditatap wanita cantik itu.

"Mm, Sheila," panggil Rico kaku.

"Yes?" jawabnya tetap tersenyum.

"Mm, saat aku bersembunyi di mobilmu. Apakah kau tahu jika aku di sana?"

Praktis, senyum Sheila memudar. Wanita itu lalu berdiri dengan tegap dengan pandangan tertunduk. Ternyata, Rico mengamati gerak-gerik itu.

Persis seperti yang dikatakan mommy. Aku tahu gelagat itu, batin Rico menatap wajah Sheila lekat.

"Hem, aku tahu," jawabnya pada akhirnya.

Oh! Dia jujur! pekik Rico dalam hati.

"Lalu ... kenapa kau berpura-pura tidak tahu?" tanya Rico penuh selidik.

"Aku khawatir jika aku membangunkanmu, kau akan kabur. Oleh karena itu, aku sengaja membawamu ke rumah Lea. Aku yakin, kau ingin kembali ke sana entah dengan tujuan apa," jawabnya dengan senyuman.

Rico balas tersenyum. Ia lalu meneguk susu cokelat dari gelas di depannya hingga habis.

"Oke. Paman sudah minta izin dan yah, Paman kena marah. Hehe, itu risiko pekerjaan. Jadi, ayo," ajaknya dan Rico dengan sigap berdiri.

"Oh! Tasku!" ucapnya langsung berbalik ingin kembali ke kamar.

"Rico!" panggil Marcus yang membuat langkah anak itu terhenti seketika. "Maaf. Hanya saja, lelaki mirip Sean itu mengambil tas beserta seluruh isi dan juga kotak hitam milikmu. Polisi sedang mengejarnya," sambung Marcus yang membuat Rico menunjukkan wajah sedih.

"Hei, tak apa. Yang terpenting, kau selamat. Kau harus hidup agar bisa bertemu ayah ibumu lagi," ucap Sheila menghampiri untuk memberikan pengertian.

"Apakah mommy akan datang menjemputku?" tanya Rico sendu.

"Aku rasa ya," jawab Sheila dengan anggukan.

"Jika dia datang, apakah kalian akan menangkap dan memenjarakannya?" tanya Rico menatap Sheila dan Marcus lekat. Praktis, dua orang itu terlihat bingung menjawab. "Kalau begitu, aku berharap mommy tak perlu menjemputku. Aku akan baik-baik saja. Kenapa kalian tega memisahkan aku dengan mommy?" tanya Rico seperti akan menangis.

Marcus dan Sheila terlihat tertekan. Tiba-tiba saja, Sean muncul dan langsung menggendong Rico.

Praktis, anak itu berteriak histeris karena tubuhnya dia letakkan di salah satu bahu pria tersebut. Kepala Rico terbalik dengan kedua kaki dipegangi Sean erat.

"Turunkan aku!" teriak Rico memukuli pinggang Sean, tapi lelaki itu tetap melangkah dengan gagah menuju ke pintu keluar.

"Ayo. Di sini berisik," ajak Sean yang membuat Marcus dan Sheila makin bingung dalam bersikap.

Terpopuler

Comments

Wahyu Indrawati

Wahyu Indrawati

lanjuttt...

2022-12-23

1

Eka Anti

Eka Anti

berasa jadi Rico,,,antara takut,sedih,marah jadi satu😔,,,,,aku disini Lele,,,aku padamu💖

2022-04-20

0

Khansa Fairuz

Khansa Fairuz

disini le... aku sudah merinding akan sikap sean and rico.... xixiix.... mereka yg main aku yg merinding.. bisaan lele membangun camisteri cerita😄😄👍👍

2022-02-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!