Sepulang Mbak Lastri, Bila langsung bingung sendiri. Karena merasa takut, perempuan itu langsung masuk ke kamar dan menguncinya. Berharap pria itu cepat pergi.
"Bila!" Suara ketukan pintu berbarengan dengan seruan itu tak mampu membuat orang yang di dalamnya menyaut.
"Bil, aku mau keluar sebentar cari makan, kamu mau nitip nggak?" serunya sekali lagi. "Tadi katanya lapar, aku beliin makanan ya?" Bisma masih berseru tenang.
Sementara Bila sendiri merasa lapar, namun ia tidak berminat untuk berbincang-bincang dengan Bisma, apalagi di rumah hanya berdua. Sungguh menyeramkan.
Tidak mendapat respon apapun dari Bila, tidak membuat pria itu lantas berputus asa. Ia malah kepikiran dengan kesehatan Bila jika perempuan itu lapar, atau bahkan menginginkan sesuatu.
Beberapa menit setelah terasa sunyi, Bila baru keluar kamar dengan membawa sling bag dan juga ponselnya. Perempuan itu berjalan perlahan memastikan mobil Bisma keluar pagar. Setelah terdengar deru mesin itu menghilang dari balik pagar, Bila berjalan cepat menuju garasi. Rasa cemas dan tingkah tergesa membuat perut perempuan itu terasa kram, dan tidak nyaman. Dokter bahkan menyarankan perempuan itu untuk tenang dan banyak istirahat.
"Ya Tuhan ... kenapa mendadak sakit sih, sshhh ...!" desis Bila gusar. Ia pun mencoba mengatur napas untuk merilekskan tubuhnya. Setelah mencoba beberapa kali terasa nyaman, Bila berujar pergi, namun urung sebab laki-laki itu keburu kembali dan memarkirkan mobilnya tepat di depan mobil Bila.
"Mau ke mana?" tanya Bisma langsung turun dan menghampirinya. Bisma mengetuk-ngetuk jendela kaca mobil Bila. "Buka, Bil, turun!" titahnya cukup tegas.
Bila menurunkan jendela kaca mobilnya, pria itu membungkuk memastikan perempuan itu baik-baik saja.
"Mau ke mana, sudah kubilang jangan banyak aktivitas dulu, naik turun tangga itu akan menyebabkan kamu capek dan lemas. Sedang kondisi tubuhmu sedang diharuskan bed rest."
Bila tak menanggapi celotehan Bisma, ia terlalu sibuk membentangi tembok kebencian membuat semua sisi baiknya tertutup oleh satu sisi kesalahan. Memang kesalahan Bisma itu tidak bisa ditolerir, namun pria itu bertekad memperbaiki semuanya, walaupun mungkin siap dibenci seumur hidupnya.
"Mau kamu pulang dan menjauh pergi, bisa nggak?" tanyanya yakin.
"Bila, kamu itu di rumah sendirian, aku khawatir denganmu," tuturnya merasa frustasi.
"Kalau kamu nggak pulang, aku mau pergi dari rumah, aku lebih khawatir kalau kamu masih di sini," ancamnya jengah.
"Oke, aku pulang sekarang. Kamu masuk Bil, makan malam dulu sebelum tidur," titahnya khawatir.
Bila turun dari mobil, menyambar bungkusan berbalut keresek dari tangan Bisma lalu melesat cepat memasuki rumah. Pria itu mendes@h pelan menyikapi sifat Bila. Walaupun khawatir, ia tetap menurut, demi menjaga perasaan dan rasa nyaman perempuan itu.
"Tumben pulang ke sini? Setelah dua hari nggak ngebolehin gue jenguk Bila, lo berlagak tak ada kabar. Ngomong-ngomong sebenarnya Bila sakit apa? Kenapa sering sekali masuk rumah sakit, belum genap tiga minggu gue tinggal di sini, calon cewek gue terhitung udah dua kali masuk rumah sakit." Pria itu mengekor Bisma yang berjalan pada undakan tangga.
"Lo kenapa jadi kepo sama calon istri orang sih, kalau masih mau nempatin rumah ini ya diem, nurut aturan di sini, Bila itu calon istri gue, jadi ... lo jangan ngadi-ngadi apalagi berniat menjadi pacarnya."
"Kita sportif saja bro, karena pada dasarnya yang lebih mapan pun kalah sama yang bisa memberi rasa nyaman. Lihat saja nanti, siapa yang bakalan lebih deket dengannya, apalagi setelah tahu lo sebenarnya penghuni rumah ini hanya untuk mengintainya, gue yakin cewek itu semakin nggak nyaman dan nggak betah sama lo." Bisma mendelik mendengar celotehan sepupunya itu. Dulu setahu Bisma tidak begitu ngeselin, tapi Bisma pikir tidak separah ini.
Bisma berjalan cepat menuju kamar utama, kamar yang bersebelahan dengan balkon Bila adalah sebenarnya kamar pria itu. Laki-laki yang belum genap dua puluh empat tahun itu sengaja membeli rumah itu hanya untuk bisa lebih dekat dengan Bila. Untuk menebus rasa bersalahnya apapun akan pria itu lakukan, terlebih saat ini ada anak yang tak berdosa tumbuh di rahim perempuan itu.
Usai membersihkan diri, Bisma berniat langsung istirahat. Namun, jangankan merem, untuk menjadi ngantuk pun nol besar, sebab otak pria itu dilingkupi khawatir yang dalam. Beberapa kali ia mengintip dari celah korden kamarnya. Berharap Bila akan muncul di sana untuk membunuh rasa gelisah. Hanya untuk memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja.
Sementara Nabila merasa kesepian plus ketakutan. Perempuan itu akhirnya menelepon sahabat-sahabatnya. Terlibat obrolan di dalam kamar dengan sambungan telephon, sesekali cekikikan bersama. Mereka melakukan panggilan vidio grup. Ada Bila, Disya, Sinta, dan juga Hanum. Tak terasa cekikikan mereka membawa suasana hangat ruang itu sendiri. Bila yang dilingkupi kecemasan haqiqi bisa tersamarkan oleh kedatangan dua sahabatnya yang akhirnya menyambangi rumahnya. Tentu saja Sinta dan Hanum, Disya juga sebenarnya ingin ikut, namun tentu saja pawangnya Ausky tidak mengizinkan istrinya menginap.
Diam-diam Bisma bernapas lega, mengetahui dua sahabat mereka yang juga sahabat dirinya hadir hanya untuk menemani Bila. Ia bisa mengistirahatkan tubuhnya dengan tenang. Sehari telah Bila lewati dengan penuh drama. Bersyukur semalam Ia ditemani dua sahabatnya. Untuk malam nanti entahlah seperti apa. Bila berharap semua akan baik-baik saja.
Siang harinya perempuan yang tengah sibuk di depan laptop itu dibuat terbengong dengan kepulangan bundanya. Perempuan yang masih terlihat pucat itu menyambangi kamar putrinya, ia berjalan di atas kursi roda, ditemani Ayah. Bila yang tengah sibuk menggores aksara menjadi kalimat indah di layar monitor menjeda aktivitasnya.
"Bunda, Bunda sudah boleh pulang?" Bunda mengangguk, spontan Bila berhambur ke dalam pelukannya.
"Kamu sendirian, maafkan Bunda sayang, Bunda senang kamu terlihat segar hari ini. Apa kabar cucu Bunda di dalam?" Bu Rima mengelus perut Bila yang masih rata, mendadak Bila merasa aneh, ia tidak begitu suka dengan kehamilannya. Namun, ia harus menjaganya dengan baik.
"Bun, Mbak Lastri pulang kampung, aku sedih Bun, sendirian," curhatnya merasa nelangsa.
"Mulai hari ini, kamu nggak akan kesepian lagi, akan ada seseorang yang menemanimu," jawabnya tenang.
"Bunda masih terlihat pucet, kenapa tidak dirawat saja sampai Bunda benar-benar sehat, Bila berani kok sendirian di rumah, ya walaupun takut sedikit sih. Hehehe." Bila nyengir.
"Jangan takut lagi, sebentar lagi akan ada orang yang akan menemanimu."
"Orang? Maksud Bunda pembantu baru kah?" Bila bingung dengan perkataan Bunda Rima yang terdengar ambigu. Dibelainya rambut putrinya yang hitam legam. Garis wajahnya yang ayu, temurun dari bundanya. Ia tersenyum hangat, memancarkan aura keibuan dan kasih sayang yang nyata.
"Sayang, Bunda pulang sebentar, tolong dengarkan nak, Bunda akan menjalani pengobatan di Singapura, dan Bunda tidak tahu itu sampai berapa lama. Sebelum Bunda berangkat nanti sore, Bunda sudah harus menitipkan kamu dengan seseorang. Hari ini apakah kamu bersedia menentramkan hati Bunda sayang, dengan menikah dengan Bisma?"
.
.
TBC
Hallo all ... selamat membaca, dan pastikan hati dan pikiran kalian aman ya ...
Yang baper boleh, yang masih penasaran jangan sampai kelamaan. Tetap stay tune ya gaess ... ngikutin sampai end. Noktah Merah itu ...
Ada cinta yang terpendam
Ada rindu yang digenggam, dan
Ada misteri yang bikin penasaran.
Terima kasih yang selalu memberikan dukungan
Like
Komen
Vote
Love you all 😍😍😍
.
❤💞 ❤ ❤😘❤😘❤😘❤😘❤😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Ayas Waty
ada reader yg kejang2 karena penasaran
2023-04-30
0
gia nasgia
semoga mama nya Bila sehat
2023-03-04
0
𝓐𝔂𝔂🖤
nikah aja sih....lagian drpada anak nya lahir tanpa ayah...ayah kandung siap tanggung jwab..meski gk mudah buat bila nerima bisma.secara bisma udh buat bila trauma dan trluka.gakda salah nya dikasih kesempatan bisma..
2022-10-06
3