"Bunda tahu ini berat, tapi kita harus memberitahukan ini pada Bisma, biar dia tanggung jawab." Mendengar itu, Bila langsung mengurai pelukan ibunya.
"Bila nggak mau Bun, tolong jangan paksa Bila untuk menikah dengan orang yang sama sekali Bila nggak cinta, Bunda tahu, aku masih mencintai Gema, tiba-tiba harus menjadi adik iparnya, itu sulit, aku tidak mau. Sudah cukup aku membenci kehadiran anak ini, jangan tambah lagi harus menanggung sengsara karena bersanding dengan orang yang sama sekali tidak ada di hati Bila, bahkan Bila membencinya."
"Sayang, Bunda tahu kamu sedang emosi, bicara lagi nanti saat hatimu sudah tenang, Bunda yakin kamu punya keputusan yang baik untuk hidupmu sendiri." Bu Rima menyerah, tak berhasil membujuk putrinya, walaupun sangat kesal dan marah dengan pelaku rapist tapi kalau sudah begini, apa langkah yang harus diambil.
Bila juga tidak mau sampai kasus ini dibawa ke ranah hukum, walaupun ia membenci pelaku setengah mati, tetapi tidak ingin aibnya menjadi konsumsi public. Bu Rima nampak frustasi, emosi yang tidak stabil membuat perempuan itu menahan sesak di dadanya. Tangan kanannya menekan dada kirinya menahan nyeri, perempuan itu sepertinya ikut stress memikirkan putrinya.
"Bun, Bunda kenapa?" Pak Rama dan Pandu yang baru datang setelah dari mushola langsung menghampiri.
"Ya Tuhan, Bun ... jangan begini, yang sabar, tolong Pandu panggilkan Dokter, istri saya sepertinya kesakitan." Pandu sigap berlari, tetangga barunya itu rupanya cukup bermanfaat di jam genting begini.
"Mas, Bila nggak mau menerima Bisma, padahal aku yakin sekali Bisma pasti mau bertanggung jawab, aku takut Billa memilih mengemban beban sendiri," curhat Bu Rima sendu di tengah rasa sakit yang *******-***** dadanya.
"Kamu tenang ya, nanti biar aku yang ngomong, kita harus memberi ruang untuk Bila memikirkan apa yang membuat ia nyaman, ini tidak mudah Bun, untuk Bila terima, untuk kita."
Rima terus memegang dadanya yang terasa tertusuk-tusuk jarum kecil, keringat dingin keluar dari tubuhnya, sepertinya Bu Rima gejala penyakit serius, yang mengindikasikan pada jantung, mengingat wanita paruh baya itu punya riwayat darah tinggi.
Sementara di ruangan, Bila termenung sendiri, matanya sembab karena tangis, setelah di kulik dan di bolak-balik, Bila tetap tidak bisa menerima Bisma, bahkan kalau bisa, Bila tidak ingin memberi tahukan kehamilan ini pada pria bejat itu, sampai sekarang Bila tidak tahu apa motif dari kejadian malam itu. Mengapa Bisma yang dulu terkenal begitu care dan hangat itu bisa menjadi penjahat kelamin paling mengerikan, bagaimana tidak, ia meniduri kakak iparnya sendiri, dengan seribu alasan pun itu sangat tidak wajar dan keterlaluan, tidak pantas pria bejat seperti Bisma diberi kesempatan untuk hidup layak di tengah-tengah antara keluarga dirinya.
"Hai, melamun?" Pandu datang dan langsung duduk di dekat Bila. Bila memicing, rasanya kurang nyaman berdekatan dengan pria asing itu.
"Tidak ada suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan, semua pasti menemukan titik terang, saya nggak tahu masalahmu apa, tapi yang jelas kamu jelek kalau kamu nangis, padahal cantik banget sumpah kalau senyum. Nabila, nama yang cantik seperti orangnya. Nabila itu artinya perempuan yang mulia, jadi pasti hati dan pikirannya pun semulia, dan sebijak mengambil keputusan."
"Kamu terlalu banyak ngomong, padahal kita nggak kenal," ucap Bila datar.
"Baiklah biar saya ulangi, namaku Pandu Bagastama, baru pindah dari kota gudeg, karena mutasi pekerjaan, dan sedang berencana untuk mencari jodoh yang belum ketemu rimbanya." Pandu memperkenalkan dirinya dengan cukup jelas dan gamblang, pria itu mengulurkan tangannya, namun hanya menggantung dan tidak mendapat sambutan hangat dari Bila.
"Bila," jawab Bila singkat, padat, dan tidak jelas. Pandu tersenyum melihat itu, bagaimana mungkin ada seorang wanita yang begitu dingin di dunia ini.
"Ada yang lucu, kamu kenapa nggak pulang, 'kan di sini ada Bunda dan Ayah yang jaga." Bila berkata dengan nada ketus, mungkin salah, namun hatinya yang tidak baik-baik saja tentu bukan tempat untuk lelucon, walaupun niat Pandu baik, untuk menghibur dirinya, namun Bila tidak butuh itu, dia butuh sendiri, menepi, dan bahkan mungkin menjauh.
"Tante Rima dirawat, Om sedang menemani, sepertinya kamu akan sendirian kalau aku pulang, jadi ... Om memintaku untuk menemanimu dulu, beliau sudah menitipkan amanah, begitu sih kronologinya."
"Bunda kenapa? Kenapa Bunda ikut dirawat, Bunda sakit? Heh, aku bukan barang yang bisa dititip, ataupun anak kecil yang harus ditunggui, sana pulang!" usir Bila.
Nampak pemuda bertubuh jangkung itu mendes@h pelan, ada yang salah kah dengan perkataan Bila??
"Amanah itu harus dijaga dengan baik, jadi, mungkin aku harus bersuka rela memangkas waktuku yang berharga untuk menemanimu." Pandu tersenyum menatap wanita yang masih kelihatan pucet itu.
"Terserah lah!" final Bila pada akhirnya.
Saat Bila sibuk dengan pikirannya sendiri tiba-tiba seorang laki-laki datang dengan wajah cemas, ditemani ibunya ia datang dan langsung menerjang masuk tanpa permisi. Bila jelas kaget, perempuan itu sedang tidak ingin ditemui siapapun, ia ingin menikmati waktu sendiri, tapi kehadiran pria itu benar-benar membuat moodnya hancur berantakan.
"Ngapain ke sini, pergi!" usir Bila tiba-tiba terhadap laki-laki itu.
"Sayang, kamu nggak pa-pa, yang sabar ya nak." Wanita paruh baya yang pernah menjadi mertuanya beberapa jam itu memeluk haru, ia terlihat begitu prihatin dengan apa yang menimpa anak menantunya itu.
"Mama, maaf Ma, Bila tidak mau ada orang itu di sini!" Bu Mita memeluk gadis itu dengan sayang, menenangkan dan mengelus rambutnya. Sementara Bisma sendiri hanya diam, tidak beranjak dan tidak pula memberi reaksi, ia hanya menyorot lembut tanpa kata.
Pandu nampak langsung keluar begitu kedua tamu itu datang. Entah pergi ke mana, ruangan mendadak aneh.
"Ibumu katanya dirawat, Mama ikut sedih dengernya, kamu jangan banyak pikiran, istirahat saja, biar Mama lihat kondisi Ibu kamu sebentar." Bu Mita meninggalkan ruangan, tersisa dirinya dan juga Bisma, jelas ini horor, entah mengapa Bila menjadi ketakutan ditinggal berdua saja dengan Bisma.
"Bila," panggil Bisma lirih sedikit melangkah mendekati ranjang.
"Jangan mendekat! Atau aku akan berteriak!" ancam Bila ketakutan, jelas perempuan itu trauma kalau dihadapkan dalam situasi hanya berdua.
"Oke, aku tidak akan mendekat, kamu tenang Bila, aku tidak akan menyakitimu, aku hanya ingin tahu kabarmu, apanya yang sakit? Aku mengkhawatirkanmu Bila?" ucap Bisma sendu, terdengar begitu pilu. Tidak menyangka respon Bila sedahsyat itu atas penolakan dirinya.
"Aku minta maaf, Bila. Tolong jangan takut," mohon Bisma berkaca-kaca.
"Aku tidak butuh pedulimu, aku tidak butuh perhatianmu, aku tidak butuh kamu, jangan sok peduli, pergi dari hadapanku, pergi! Kamu menghancurkan hidupku, pergi!" Bila terus mengusir dan mengumpatinya. Setitik embun, tak terasa jatuh membasahi sudut mata pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
gia nasgia
yang sabar ya Bisma sebab Bila masih mode trauma
2024-05-22
0
Marhaban ya Nur17
nefans dri dulu kali se bisma yyyyy
2024-03-26
0
Arita Agustina Hatta
aku penasaran waktu di cerita pak Sky n Disya yg waktu kemah kan Bisma nyanyi buat pujaan hatinya apa itu Bila?
2023-05-13
1