Bila baru saja mengenal tetangga barunya itu, tapi ia merasa cukup akrab, terlebih Pandu pintar mencairkan suasana. Bila masih sibuk dengan pikiranya sendiri, termenung di pinggir pagar ketika sekilas seperti menangkap bayangan Bisma di sana.
"Bisma, pria itu?" Bila menggeleng kuat, tidak mungkin pria itu ada di rumah tetangganya itu, sudah jelas-jelas Pandu berkata tinggal sendirinya.
"Jadi siapa tadi yang berjalan cepat masuk ke dalam, Ya Tuhan ... apa saking kepikirannya dengan pria itu, aku sampai berhalusinasi. Menganggap semua bayangan itu dia." Bila bergumam-gumam tanda tanya dalam hatinya.
Tidak ingin kepikiran, Bila memilih melupakan begitu saja, ia harus segera ke rumah sakit karena Ayahnya harus berangkat kerja, sudah beberapa hari Ayah meninggalkan kantor terpaksa harus datang, pekerjaan yang menanti sudah menumpuk.
"Ayah, Bila bawa sarapan untuk Ayah." Gadis itu menyerahkan bekal untuk ayahnya.
"Makasih sayang, kamu sudah makan?" Pak Rama menerima dengan sumringah. Bila mengangguk dengan senyuman.
"Sudah Yah, jangan khawatir, Ayah boleh titip Bunda ke Bila, Biar Bila yang jagain Bunda hari ini."
"Seharusnya kamu istirahat di rumah, tidak wira-wiri begini, kondisi tubuhmu butuh perhatian khusus. Bila, apa tidak sebaiknya kamu memikirkan niat baik Bisma, sayang ... Ayah tidak akan memaksa, tapi kamu butuh seseorang untuk melindungimu, apalagi suasana begini yang mengharuskan kita berpisah karena keadaan bundamu yang sakit."
"Nanti kita pikirkan lagi, Ayah, sejauh ini Bisma tidak tahu kondisi tubuhku, jadi aku merasa aman."
"Kamu butuh pendamping Bil, apalagi saat hamil begini," tebak Pak Rama sendu, ia dilibatkan masalah yang cukup pelik.
"Setidaknya sampai Bunda pulih, saat ini otakku buntu untuk mencerna sesuatu." Seandainya tidak terjadi hal mengerikan itu, dan saat ini tengah mengandung anak Gema, pasti Bila sangat bahagia, tapi sayangnya beda jauh dari ekspektasinya.
Luka itu kembali menganga, seakan ia orang yang paling nista dan kotor sedunia. Rasa insecure dan tidak ingin lagi dekat dengan lawan jenis jelas membuat gadis berparas ayu itu nyata. Terang saja, diceraikan dalam semalam itu sakit, ia seperti barang yang tidak berguna, apalagi setelah ternodai adik ipar sendiri, ia merasa bagai seonggok sampah, dan itu lebih sakit berkali-kali lipat.
Sayangnya Tuhan menakdirkan kehidupan lain di rahimnya, jadi mau tidak mau, suka atapun benci, Bila tidak bisa menyangkalnya bahwa anak yang di kandungan adalah hasil kekejaman pria itu menguasai dirinya. Sudah beberapa hari kesehatan Bunda kian memburuk, Bila pun menjadi sangat khawatir, Ia terus kepikiran di tambah bolak balik rumah sakit itu lelah hayati.
Bila baru saja pulang dari rumah sakit dan ingin segera membersihkan diri, baru tidur lebih awal untuk membuat tubuh yang penat fit kembali. Ia terkesiap kaget mendapati ranjangnya bertaburan bunga segar berbentuk hati.
"Mbak, mbak Lastri!" pekik Bila menyeru.
"Iya, Non, kenapa?" Art rumahnya menghampiri tergesa.
"Ini kerjaan siapa, Mbak? Siapa yang menaruh bunga-bunga dan mendekor kamarku," tanyanya berharap mendapat jawaban paling masuk akal.
"Nggak tahu, Non. Tadi sehabis bersih-bersih kamar, saya langsung menutup pintu dan belum kembali ke sini," jawab Lastri yakin.
"Beneran nggak ada yang datang?" Bila masih syok karena banyaknya kejutan dalam hidupnya belakangan ini. Lastri mengangguk mantap.
"Bener Non, nggak ada siapa-siapa yang datang ke rumah, pintu depan juga selalu saya kunci, takut ada orang masuk sembarangan sementara saya sedang sibuk beberes di belakang."
"Ya sudah, terima kasih Mbak, silahkan lanjutkan lagi pekerjaan yang tertunda."
Sepeninggal Lastri dari kamarnya, Bila langsung meneliti balkon kamar, tidak ada jejak yang mencurigakan di sana, sekilas ia menerawang rumah tetangganya, nampak sepi tidak ada aktivitas di sana. Pintu balkon juga tertutup rapat, Bila benar-benar merasa ada penyusup yang tidak beres.
"Apa iya, Pandu, sudah jelas-jelas tadi pagi bertemu dan pria itu berangkat bekerja, Bila sendiri menyaksikan pria bertubuh jangkung itu keluar dari pagar dengan mobilnya." Bila bergumam-gumam kecil dengan rasa penasaran yang haqiqi.
Perempuan itu lekas menghampiri ranjang, menyentuh mawar yang betaburan dan menghirup wanginya di sana. Benar-benar menenangkan, berbaring dengan mata terpejam, sesaat ia terlena hingga penciumannya jatuh pada bantal yang khas parfum wangi seseorang.
"Astaga wangi itu!" Bila terjingkat kaget, ia langsung bangkit dari ranjang, wangi bantal itu seperti melekat sama persis seperti wangi pria yang sangat Bila benci, walaupun wanginya membuat tubuhnya begitu tenang, namun seketika ia begidik ngeri membayangkan hal itu.
"Tuhan ... aku bisa gila, kalau terus-terusan mengingat pria itu." Bahkan, menyebut namanya pun saat ini Bila enggan.
Rasa penasaran menggerogoti dirinya, karena terus merasa tidak nyaman, Bila sampai memanggil Art rumahnya dan menyuruh menemani tidur sampai majikannya itu terlelap.
Tiga hari berlalu dan teka-teki pendekor bunga misterius itu belum terjawab. Bila kembali mendapat kejutan yang sama, kali ini perempuan yang tengah mengandung itu benar-benar penasaran. Saking penasaran siapa pelakunya, Bila sampai memasang kamera CCTV di kamarnya. Bila ingin tahu, siapa gerangan yang bisa leluasa masuk tanpa permisi ke ruang pribadinya.
Bila benar-benar merasa tidak nyaman dan ketakutan, walaupun ruangan itu begitu menenangkan dengan harum wewangian kesukaannya, namun tetap saja ngeri apabila ada orang yang keluar masuk ke kamarnya.
"Morning!" sapa Pandu seperti biasa, menyambut Bila yang tengah duduk tenang menikmati secangkir teh di beranda.
"Pagi," jawab Bila adanya. Ia menjadi sedikit waspada dengan pria yang belum genap dua minggu menjadi tetangganya.
"Ada agenda hari ini, kebetulan aku libur, maukah kamu menemaniku jalan?" pintanya percaya diri.
"Banyak," jawab perempuan itu datar.
"Salah satunya?" tanyanya memicing.
"Kepo!" seru Bila cuek, Pandu malah terkekeh mendengar tolakan halusnya.
"Masih aja jutek, canti-cantik galak!" pujinya jujur.
"Muji apa ngledek, aku sedang sibuk, lain kali saja," jelas Bila beralasan. Dirinya masih ingin menjadi detektif untuk dirinya sendiri.
"Padahal aku mau ngajak bersantuy, mengenal kota Jakarta yang katanya banyak rintangan ini."
"Emangnya mau ke mana?" tanyanya memastikan.
"Ke mana aja asal jalan, ayo Bil, keluar, emang nggak sumpek di rumah terus, aku minta izin om Rama ya?"
"Eh, jangan! Biar aku saja yang memberi kabar Ayah, oke, tunggu aku di depan, lima belas menit dari sekarang," seru Bila akhirnya. Pergi sejenak kayaknya boleh juga, untuk sekedar refresing otak yang mumet karena penggemar yang cukup serius.
"Kita cuma jalan di sini?" tanya Pandu kecewa, Bila hanya ingin merefresh otak sejenak, tidak harus jauh yang penting nyaman. Ia memilih jalan di taman tak jauh dari komplek tempat tinggalnya.
"Pandu, mmm ... boleh nanya nggak?" Bila menghentikan langkahnya. Pandu pun mengikuti, dan menatap perempuan itu dengan tanda tanya.
"Apa, katakan saja?" ucapnya yakin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
gia nasgia
klau tdk salah pandu saudara sepupunya Bisma🤔
2024-05-22
0
Ayas Waty
pandu pasti kenal Bisma
2023-04-30
0
Lilisdayanti
pandu mata2 bima yah 🤔
2022-11-28
0