Rasanya begitu tak nyaman, namun rasa kantuk yang menyerang akhirnya membawa perempuan itu ke peraduan mimpi. Saat membuka mata, menemukan selimut yang masih setia membungkus dirinya begitu rapih. Padahal ia tipikal orang yang tidurnya lumayan rusuh. Netra perempuan itu menyapu ruangan, sepi tidak menemukan siapapun selain dirinya. Hal yang belakangan memang dialami, jadi terasa biasa saja Bila rasakan.
Perempuan itu melangkah malas menuju kamar mandi, saat membuka handle pintu, ia berteriak histeris menemukan orang lain di sana. Perempuan itu langsung berlari ketakutan. Bisma yang menyadari hal itu, cepat-cepat menyelesaikan urusannya di kamar mandi. Ia yang lupa mengunci pintu kamar mandi, tak sengaja membuat istrinya syok di pagi hari.
"Bila, Bila!" Bisma mencari-cari keadaan istrinya yang entah berlari ke mana.
"Ada apa, Mbak Bila, kok kaya ketakutan gitu?" sapa Bu Harjo yang tengah memilih sayur gerobak keliling.
"Eh, anu Bu, tidak ada apa-apa, saya mau beli sayur bang," jawab Bila gugup. Sebenarnya ia tidak berniat membeli sayuran itu, namun karena efek panik langsung ngacir keluar dan dipergoki mereka, terang saja Bila harus mencari alasan.
"Silahkan dipilih neng, mau yang mana masih seger-seger," jelas Abang sayur basa-basi. Bila yang bingung hanya membolak-balik saja.
"Jadi beli nggak sih, jangan diberantakin atuh Neng, nanti rusak, kalau tidak jadi beli tidak apa-apa tapi jangan lama-lama milihnya. Beli kagak, lama nunggunya."
"Maaf, Bang, itu saya beli semuanya." Bisma yang tak sengaja melihat istrinya kena semprot tukang sayur langsung datang bak pahlawan kepagian. Memborong semua dagangan yang sudah diacak-acak tak sengaja. Mungkin karena bingung memilih atau entahlah, Bisma sendiri tidak tahu.
"Terima kasih banyak, Mas. Laris manis!" Abang sayur berseru senang.
Sementara Bila langsung masuk ke dalam rumah, meninggalkan Bisma yang tengah kerepotan memasukan belanjaan ke dalam kresek yang tersedia. Baru hari pertama berumah tangga, ia sudah disibukkan dengan jam terbang perdapuran. Sayur mayur dan sahabat-sahabatnya ia tenteng dengan cepat masuk ke rumah.
Karena bingung tidak ada bakat memasak ala chef restoran. Ia membiarkan bahan lauk dan sejenisnya itu terdampar tak beraturan di meja dapur. Ia akan memikirkannya nanti setelah urusanya di pagi hari beres.
Pagi ini Bisma sebenarnya mempunyai agenda yang cukup sibuk. Ada clien yang harus ia temui untuk pemasaran iklan selanjutnya. Ia menemui Bila, menyusul istrinya yang terlihat masih syok saat meninggalkan dirinya tadi.
"Bila, maaf, tadi ...."
"Nggak usah ngomong, jangan terlalu dekat dan tolong pergi, sama satu lagi, kalau kamu pakai kamar mandi, tolong dikunci, ini rumah orang punya aturan, beda kalau di rumahmu sendiri, aku tidak tahu." Bila langsung menyela, sebelum Bisma selesai menjelaskan.
"Iya, maaf. Pagi ini aku harus berangkat ke kantor, kamu tidak pa-pa 'kan? Sendirian di rumah, aku akan berusaha pulang awal, setelah urusan aku selesai, aku akan segera pulang."
"Berangkat, tinggal berangkat aja sih, kita nggak harus saling memberi tahu ke mana kita akan pergi, kamu tidak usah sok peduli dan merasa bertanggung jawab dengan kehidupanku. Jadi, tidak usah repot-reoot sibuk mengurusi dan menjagaku, aku bukan anak kecil yang perlu diurus dan dikasih tahu," jawab Bila kecut, syarat dengan nada menjengkelkan.
Stok sabar Bisma harus ditambah. Drama rumah tangga baru saja dimulai. Belum genap 2 x 24 jam mereka seatap. Suasa permusuhan sudah menguar.
"Suka atau tidak suka, kamu mau mendengarkan atau mengganggap tidak ada. Aku akan tetap memberikan tanggung jawab dan perhatian. Aku pamit berangkat dulu, untuk sarapanmu, aku sudah memesankan layanan G Food, kamu tunggu saja. Maaf, tidak bisa menemanimu sarapan bersama," pamitnya tenang.
Bisma membuang napas pelan. Ada anak yang harus Bisma pertahankan, biarlah ia menjadi bulan-bulanan kemarahan Bila, toh sumber masalah memang berasal dari dirinya. Jadi Terima saja dengan lapang, asal perempuan itu baik-baik saja, Bisma cukup tenang menjalani hidup. Bisma berangkat dengan pikiran sedikit tenang, tidak seperti hari-hari lalu yang diliputi rasa cemas dan gelisah memikirkan Bila. Walaupun Bila masih jauh dari kata lembut, setidaknya kebersamaan mereka sudah halal untuk saling berdampingan. Ya meski masih berjarak, setidaknya masih satu atap. Bisma harus pandai-pandai mengolah emosi.
"Pandu, kamu ke ruangan saya sekarang!" titah Bisma begitu menginjakan kaki di kantor, melewati sederet meja termasuk meja sepupunya itu.
Pandu mengangguk sopan, mengekor atasannya itu dengan gaya tenang.
"Kamu memasukan lamaran kerja Bila di kantor?" semprot Bisma tiba-tiba. Waktu itu Bila pernah mengemukakan keinginannya mencari kerja dan kantor kebetulan tengah merekrut karyawan baru.
"Iya, apa, salahnya, Bila cukup menarik dan berpotensi bekerja di sini, hanya tunggu acc dari kamu dan semuanya beres."
"Bila tidak boleh bekerja, sampaikan padanya kalau interviewnya dibatalkan, dan jangan coba-coba kasih tahu, kalau gue yang handle perusahaan ini, kalau bocor lo bakalan gue depak ke kota asal lo, nggak peduli!" ancamnya yakin.
"Bisanya ngancam terus, ngancam lagi, awas aja besok gue lebih kaya, lo gue berantas. Heran gue tuh, hubungan macam apa antara lo dan Bila, berseteru, tapi cinta, menikah harus diam-diam. Benar-benar hidup penuh drama." Pandu ngedumel panjang pendek yang membuat kuping Bisma terasa panas.
"Gue tidak mau dia kecewa, gue juga tidak mau dia tahu gue yang menolak lamaran kerjanya. Bila tidak boleh kerja, dia masih butuh banyak istirahat di rumah," jelas Bisma beralasan. Ia cukup mampu membiayayai hidupnya, jadi tidak akan mungkin membiarkan istrinya bekerja, apalagi dalam keadaan mengandung.
Sementara Bila sendiri kembali murung setelah mendapatkan angin segar dari Pandu, yang PHP. Pandu bilang akan ada pihak HRD yang menghubunginya untuk interview, namun gagal total karena kesalahan atau kekeliruan.
"Maaf, Bila, sabar saja, mungkin lain waktu bisa aku carikan lagi loker , jangan sedih dong, masih banyak jalan menuju cemerlang."
Pandu menghubungi Bila lewat sambungan telepon. Laki-laki itu sedikit kecewa dengan keputusan Bisma yang cukup plin plan. Kemarin diam-diam saja, no protes, dan no progress, sekarang malah no proses. Incredible!" Pandu masih menggerutu, ia menjadi tidak enak hati dengan tetangganya itu.
Bisma tenggelam dalam kesibukannya, sesekali menatap foto Bila yang tersimpan rapi di dalam ponselnya. Jika penat mulai menyapa, gambar itu cukup menjadi mood booster yang paling ampuh membangkitkan semangatnya, apalagi jika teringat, mereka akan mempunyai anak, semangat Bisma kembali menyala.
Sore hari, saat menjelang maghrib. Bisma sudah menapakkan kakinya di rumah. Tidak ada sambutan pulang kerja seperti rumah tangga pada umumnya. Tidak ada senyum yang ia temukan, bahkan Bila terlihat sibuk sendiri. Tidak melihat keberadaannya sama sekali.
"Bila, sudah makan?" tanya Bisma berbasa-basi, hal yang cukup sederhana, namun begitu berarti untuk orang yang mencintai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
gia nasgia
Cemungut calon daddy 😘
2024-05-23
0
gia nasgia
Jadi ingat Pak Dosen waktu awal pernikahan nya dgn Disya 😄
2023-03-04
2
banyak bangat ya thor no nya
2022-12-14
0