Malam itu, karena rasa sungkan, Bila mengiyakan acara jamuan makan malam di rumah mertuanya. Bisma terlihat bahagia, entahlah apa yang membuat pria itu selalu bersikap lembut dan penuh perhatian setelah kejadian itu. Andai pria itu tahu, Bila bahkan tersenyum pun sakit jika mengingat hal itu.
Bila duduk dengan tenang, sederet kursi dengan suaminya. Sedang Ibu mertua dan Papa di depan mereka. Semua nampak khusuk menikmati hidangan di depannya. Tidak ada yang menyimpang, keluarga yang begitu hangat dan tenang. Bila juga tidak menemukan Gema di sana, sebenarnya pria itu ke mana, mendadak rasa rindu itu menyambangi hatinya. Rasa lancang ingin bertemu membuat ia sedikit gelisah dalam duduknya.
"Kamu kenapa, Bila, ada yang kamu pikirkan?" tanya Bisma lembut. Bila menggeleng dalam gamang.
"Sayang, bagaimana kalau kamu menginap di sini saja," tawar Mama yang langsung ditolak halus Bila.
"Lain kali saja, Ma. Mungkin Bila akan meluangkan waktu lebih lama, terima kasih untuk jamuan makan malamnya." Merasa tidak enak, tapi jawaban yang paling relevan untuk menolaknya.
"Iya, Ma. Lain kali kami nginepnya," imbuh Bisma menimpali. Bu Mita menyangkan, wanita yang masih terlihat cantik nan modis di umur lima puluhan itu selalu merasa kesepian. Sebenarnya ia menginginkan menantunya itu mau tinggal bersamanya, sayang sekali sepertinya Bila masih kurang nyaman dengan kehidupannya saat ini.
Cukup lama mereka mengobrol, hingga waktu pukul sepuluh malam, Bisma dan Bila memutuskan untuk pulang ke rumah.
"Lain kali kita nginep ya? Mama pingin banget kamu tinggal di sana," ujar Bisma membuka suara. Mereka sedang perjalanan pulang setelah merampungkan jamuan makan malam.
"Tidak bisa berjanji untuk hal yang bahkan aku sendiri tidak tahu," ucap Bila datar.
"Kamu cukup mengiyakan, atau bisa menundanya," jelas pria itu santai.
Bila lebih banyak diam, enggan membuka obrolan dalam bentuk apapun. Terlalu malas menimpali seseorang yang bahkan Bila sendiri enggan berbagi kata.
"Sampai kapan kamu mau bertahan dengan sikap dinginmu itu, Bila?"
"Sampai kamu bosan untuk menyapaku, dan hari itu tiba. Kamu akan menyerah dan menjauh pergi."
"Bagaimana kalau aku tidak bisa melakukan itu? Perasaan ini naluriah, tidak bisa dicegah atau pun dilarang."
"Kalau begitu sama, kamu juga harus bisa menghargai keputusanku yang mungkin bahkan tidak kamu sukai."
"Aku tahu aku salah, aku tidak akan memaksa dirimu untuk melihat keberadaanku. Aku hanya ingin dekat denganmu dengan anak kita."
"Apa yang membuatmu melakukan itu padaku, kita sudah mengenal baik selama empat tahun, kenapa kamu tega ngelakuin itu, Bisma?" Bisma menepikan laju mobilnya. Ia menyorot lembut perempuan yang duduk di sebelahnya. Tersirat banyak luka di netranya. Seketika Bisma berpaling, tak kuasa menatap manik hitam itu yang mulai mengembun.
Bila terdiam, nyatanya menerima kenyataan menurut versinya itu luar biasa sakit. Ada banyak hal menurut pandangan orang baik-baik saja, nyatanya tidak. Semua yang diawali dengan kesalahan itu sakit. Coba kalian jadi dirinya sebentar saja, merasakan sakitnya hati yang terluka karena harus menjaga perasaan orang-orang disekitarnya.
Sesampai di rumah, Bila langsung turun dari mobil dan masuk begitu saja. Mendahului Bisma yang berjalan santai tepat di belakangnya. Bila langsung menyambangi kamarnya, tanpa mengganti pakaian atau bersih-bersih dulu, perempuan itu cuek menjatuhkan bobot tubuhnya di ranjang. Sudut netranya melirik Bisma yang tengah bersiap menempatkan diri di sofa.
Maaf, Bisma. Aku tidak bisa menerima alasan apapun yang ada. Ini terlalu sakit, kamu menghancurkan dalam semalam. Sakit itu bertambah nyata, saat ternyata ada kehidupan lain di dalam rahimku.
Maaf, Bila. Aku tidak bisa jujur. Aku mencintaimu, aku harap Tuhan akan selalu memberi restu, seterjal apapun jalan yang harus ku tempuh.
Mereka berdua saling bermonolog mengarungi hatinya. Sebelum akhirnya netra keduanya merasa berat. Terlelap mengarungi mimpi. Tapi tidak untuk Bila, perempuan itu segera bangkit dari tidurnya setelah memastikan pria itu terlelap sempurna. Menyambar kontak mobil, ponsel dan tas yang terdampar di atas nakas. Berjalan pelan meninggalkan kamar.
Pandu yang saat itu belum tidur cukup terheran melihat mobil Bila keluar dari garasi malam-malam. Pria itu bergegas memberi kabar sepupunya itu lewat sambungan telepon. Nihil, tak ada sahutan. Mungkin kah pria itu terlalu lelap tertidur atau pingsan.
Pandu yang penasaran sampai loncat ke balkon sebelah. Ia mengetuk pintu cukup keras. Walaupun suka kesal dengan saudaranya itu, namun ia harus mengabarkan kalau istrinya keluar sendirian.
"Bisma!" suara gedoran kaca di palang pintu mampu membuat pria itu terusik. Bisma terjaga, menatap nyalang ke arah pintu yang begitu berisik. Waktu baru saja pukul dua belas lewat kegaduhan sudah menyapa.
"Apaan sih, berisik banget!" kesal Bisma menggerutu, berjalan menuju pintu dan membukanya.
"Cek istri lo di dalam nggak?" Pandu melongok ke dalam.
"Tidur dia, jangan berisik nanti Bila marah," jawab Bisma sayu. Karena merasa penasaran Pandu langsung menyerobot masuk, meneliti ranjang yang tidak kosong.
"Bila tidur, terus yang tadi keluar siapa?" Pandu masih belum menyerah.
"Kamu kenapa sih, gangguin orang malam-malam." Bisma mendorong tubuh Pandu agar keluar dari kamar. Sekilas netra pria itu meneliti ranjang. Bila tidak biasa tidur tertutup sepenuhnya. Walaupun belum lama mereka satu kamar, Bisma selalu memperhatikan gaya tidurnya yang tidak beraturan, cenderung membuang selimutnya.
Deg
Seketika pria itu menyambar selimut itu dengan perasaan tak tenang. Sebuah perasaan kesal, marah, dan jengkel bergemuruh menjadi satu menguasai dadanya. Rasa kantuk yang bersarang hilang, lenyap sudah melayang. Dengan cepat ia keluar, memanggil-manggil nama istrinya.
"Bila! Bila!" Semua ruangan ia sambangi, tak ada jejak di mana pun. Kembali teringat perkataan Pandu yang membangunkan dirinya. Pria itu pasti mengetahui sesuatu. Bisma kembali ke kamar. Memanggil-manggil kediaman tetangganya itu.
"Pandu, ikut gue sekarang!" titahnya tak terbantahkan.
"Apa! Tadi nggak percaya, sekarang kelimpungan?" ejeknya dari balik pintu.
"Serius Pandu, Bila ilang, dia nggak ada di rumah."
"Istri lo kabur, gue lihat sendiri Bila pergi dengan mobilnya. Lo sih, udah nggak mau masih dipaksa, coba sama gue, nyaman dia."
"Bisa diem nggak sih! Bila nggak boleh pergi, bantu gue menemukannya, Pandu."
"Apa yang gue dapatkan kalau berhasil menemukan istri lo itu."
"Apa yang lo minta? Gue akan pertimbangkan, tolong bantu gue mencarinya." Bisma tidak bisa menghubungi ponsel istrinya, sepertinya Bila sengaja menonaktifkan. Pria itu bergegas pergi, turun ke jalanan yang sunyi. Malam semakin larut, jalanan lengah, tapi malah membuat pria itu cemas bukan main. Takut Bila yang menyetir sendirian di malam hari kenapa-napa.
"Ya Tuhan ... ini salahku!" Berkali-kali Bisma memukul bundaran stir. Terlihat gelisah tak tentu arah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
Ayo dong Bis jujur aja sm Bila. atau jgn" si mantan suami Bila itu sebenarnya Gay yah? atau dia ad wanita lain
2024-07-27
0
gia nasgia
Ihhh dasar bumil
2024-05-23
0
gia nasgia
Lanjutkan
2023-03-04
0