"Sayang, Bunda pulang sebentar, tolong dengarkan nak, Bunda akan menjalani pengobatan di Singapura, dan Bunda tidak tahu itu sampai berapa lama. Sebelum Bunda berangkat nanti sore, Bunda sudah harus menitipkanmu dengan seseorang. Hari ini apakah kamu bersedia menentramkan hati Bunda sayang, dengan menikah dengan Bisma?"
Untuk beberapa detik, Bila terdiam, otaknya mendadak tumpu untuk berpikir dan lidahnya kelu hanya untuk menggumamkan kata-kata. Sungguh, jika ada pilihan lain baginya, Bila tidak ingin dihadapkan dalam situasi yang bahkan tak mampu ia pilih.
"Kenapa tidak menunggu Bunda pulih saja, Bun?" tanyanya masih gamang. Bila masih trauma dengan yang namanya pernikahan dan tentu saja laki-laki itu. Untuk menjadi istrinya itu berat, walaupun secara siri, itu artinya pria itu akan semakin bebas berkeliaran di sekitarnya.
"Beri Bila alasan Bun, kenapa Bunda begitu yakin dan langsung setuju ketika seseorang yang telah membuat kehancuran dalam hidupku malah Bunda dengan mudah mengiyakan?"
"Karena naluri seorang Ibu tidak pernah salah, Nak, Bunda bisa melihat ketulusan dia, Bunda bisa merasakan tenang untuk berangkat juga setelah kamu sudah ada suami," jawabnya yakin.
"Kalau Bunda seyakin ini, Bila akan melakukannya asal Bunda bisa cepat sehat. Kita bisa berkumpul lagi," ujarnya dibuat setegar mungkin. Bunda sedang sakit dan Bila tentu harus menjaga hati dan perasaanya.
Karena waktu yang begitu singkat, menit itu juga Bunda mengundang seseorang untuk merias Bila. Walaupun dalam benak Bila enggan, tapi demi melihat senyum bahagia seseorang yang telah melahirkannya tersenyum kembali, Bila hanya bisa pasrah saja MUA itu merias dirinya.
Hatinya cukup gelisah, seakan rasa yang tak karuan itu bertalu-talu menyuarakan gegalauan dirinya.
Ya Allah ... jika ini baik, tolong tuntun aku, kuatkan aku untuk menerima setiap ujian yang Kau berikan. Aku pasrahkan semua hidupku ya Rabbi.
Doa tulus kebaikan Bila ucapkan dalam hati ketika Bisma dengan sangat lancar berikrar suci mengikatnya. Hanya kurang dari dua puluh empat jam, Nabila Maharani sudah sah menjadi istri Bisma maulana Ikhsan kamil. Seperti mimpi, tapi itulah kenyataanya. Tak ada pesta mewah, semua dilakukan cukup sederhana dan juga terhitung cepat. Hanya dihadiri keluarga inti dari kedua belah pihak, RT setempat, tetangga paling dekat, dan seorang ustadz lengkap dengan saksinya.
Perempuan itu menyambut kaku, saat Bisma mengulurkan tangannya meminta diraih, dan dengan berat Bila menyambut uluran tangan suaminya untuk kemudian mencium punggung tangannya dengan takzim. Sebagai tanda pengukuhan pernikahan mereka. Mata lentik itu terpejam pilu. Gerimis hati perempuan dua puluh tiga tahun itu semakin nyata saat sapuan hangat bibir pria itu bertandang ke keningnya.
Satu kecupan yang berdurasi cukup lama, Bisma yang begitu lega dan haru, tanpa terasa netranya mengembun. Bukan berarti pria itu cengeng, melainkan apa yang dirasakan Bila membuat hati pria itu ikut merasakan sakit. Seharusnya cinta itu indah, bukan luka yang ia torehkan untuk seseorang yang teramat ia cintai.
Bila memeluk bundanya, lelehan bening itu tak kuasa ia bendung lagi. Tangis itu pecah di pangkuan sang Bunda saat memohon doa restu kebaikan untuk dirinya dan kehidupannya.
"Terima kasih sayang, sudah menjadi anak yang berbakti. Bunda bisa berobat dengan tenang," ucapnya seraya mengelus pundak putrinya dengan sayang. Bila sibuk menguasai hatinya, perempuan itu hanya mengangguk untuk melegakan kedua orang tuanya.
"Bisma, tolong jaga Bila, Nak. Bunda yakin kamu orang yang bisa dipercaya untuk semuanya," kata Bunda begitu yakin.
"Pasti Bun, Bisma akan melakukan yang terbaik, Bisma akan menjaga Bila dengan segenap hati dan jiwa Bisma. Bunda lekas sembuh ya, kami semua menanti kepulangan Bunda dengan segera," ucap pria itu bersimpuh dan memohon restu untuk kelangsungan rumah tangganya.
Wejangan singkat telah diberikan. Seulas senyum itu menghiasi wajahnya yang pasi. Kedua orang tua Bisma juga ikut mengantar sampai bandara. Perpisahan ini menyakitkan sekaligus memberi harapan.
"Bila tunggu Bunda di sini, Bila mohon, Bunda harus kuat, Bunda akan menemani anak Bila main 'kan nantinya?" ucapnya sendu.
Bu Rima tersenyum, semangat itu seakan menyala. Beberapa kali ia mengecup putrinya, "Jaga baik-baik dirimu, Nak. Bunda akan segera sembuh, jaga kehamilanmu juga, Nak. Cucu Bunda harus sehat." Bila mengangguk dengan tangis. Mereka berpelukan, Ayah terlibat omongan yang cukup serius dengan Bisma, sebelum tangan itu melambai, Ayah lebih dulu memeluk anak perempuannya yang begitu ia sayangi.
"Titip Bunda, Ayah. Hati-hati di jalan," ucapnya sendu.
Semua seperti mimpi, begitu cepat berlalu. Kenyataannya yang ada, Bila sudah berstatus yang beda kembali.
"Bila, apa tidak sebaiknya kamu tinggal di rumah Mama saja sayang, kalau Bisma kerja kamu tidak ada temannya, Mama tidak tenang, Nak."
"Terima kasih, Ma. Bila akan baik-baik saja, Mbak Lastri akan segera kembali dari kampung. Mama jangan khawatir," jawab Bila cukup tenang.
Bila tidak mungkin mengiyakan keinginan mertuanya, walaupun niatnya teramat baik, namun akan sangat melelahkan bersikap manis, atau lebih tepatnya pura-pura bahagia untuk hal yang sama sekali tidak ia rasakan.
"Kalau berubah pikiran, Bunda pasti akan lebih senang, namun kalau Bila nyaman tetap berada di sini, Mama berharap Bila selalu baik-baik saja. Mama pulang dulu sayang," pamit Mama Mita. Bila mengangguk dengan senyuman.
"Jaga Bila sayang, Mama yakin kamu orang yang pandai menempatkan diri." Mama dan Papa menepuk pundak putranya, nasihat kecil pernikahan ia dengungkan untuk putranya yang baru saja akan memulai bahtera rumah tangga.
Rumah kembali sunyi, tersisa Bila dan juga Bisma. Bila yang menyadari hal itu pun, langsung meninggalkan Bisma dan menuju kamarnya. Perempuan itu sendiri mendadak bingung, untuk menyikapi suami barunya itu.
Deritan pintu kamar yang terbuka memfokuskan netra perempuan itu. Ia terkesiap saat Bisma mendekatinya, spontan Bila langsung berdiri dan menjauh.
"Jangan terlalu dekat, Bis. Aku tidak nyaman," tolaknya jujur. Bisma bergeming, menyorot lembut perempuan yang sudah sah menjadi istrinya itu. Ingin sekali meraih tubuh itu, dan membawa ke dalam pelukannya, namun ia tidak punya keberanian untuk itu. Baru saja duduk di sampingnya, Bila sudah lebih dulu menolak dengan jelas.
"Kamu tidur di kamar yang lainnya, aku tidak bisa beristirahat dengan tenang kalau kamu berada di ruangan yang sama."
"Bila, kamu boleh membenciku, tapi tolong biarkan aku tetap menjagamu. Aku akan tidur di sofa, aku janji tidak akan terlalu dekat." Bisma berusaha menyakinkan. Satu ruangan dengan Bisma membuat perempuan itu gelisah luar biasa. Sepanjang malam, ia tidak bisa tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya.
"Tidur Bila, semua akan baik-baik saja," ucap pria itu sebelum menyambangi mimpi. Bila yang berbaring memunggungi arah sofa, cukup jelas mendengar, namun ia tak menjawab. Entah di jam berapa perempuan itu terlelap, yang jelas saat membuka mata, ia merasakan selimut ditubuhnya begitu rapi membungkus dirinya.
.
.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
gia nasgia
Bila dalam mode siaga🤣
2024-05-23
0
gia nasgia
Otor punya hutang penjelasan tentang sikap nya Bisma 🤭yg sabar Bisma lambat laun pasti hatinya Bila bakalan tersentuh , melihat ketulusan mu
2023-03-04
2
Lyeend
Saya tunggu lanjutan nya author.saya pun ingin tahu kenapa Bisma meniduri n mengambil perawan Nabila
2023-01-25
0