Ica melihat pantulan dirinya di cermin, uang memang bisa mengubah penampilan seseorang tapi tidak dengan dalamnya.
"Ga usah kesempatan juga Ji, "
"Dari dulu gue pengen kaya gini, tapi baru kesampean sekarang, jadi biarin dulu sebentar, " ucapnya.
"Malu, diliatin orang nempel nempel..dulu juga kan loe sering meluk meluk gue, gendong gendong gue," ucap Ica memandang Jihad dari pantulan cermin.
"Dulu beda Ca, "
"Ya udah, nanti telat lagi buat meeting," ucap Ica menoleh ke arah Jihad yang wajahnya sudah bertumpu di bahu Ica. Jujur Ica masih sangat deg deg an jika dekat dekat begini, dulu rasanya berbeda. Tak ada degupan kencang yang bisa membuat hatinya meleleh.
Ica mengerjap, ia segera menyadarkan dirinya, "ga usah deket deket, bau !" sarkas Ica menjedotkan jidatnya dengan jidat Jihad pelan, Jihad terkekeh.
"Bau tapi bikin loe kesemsem, sampe blushing !" Jihad menegakkan badannya.
Tangan yang biasanya kasar menarik pergelangan tangan Ica untuk ikut kemanapun dia pergi, kini menggenggamnya.
Pak Muni hanya jadi obat nyamuk adegan manis itu, untung saja ia sudah memiliki istri jadi sepulang nanti bisa terobati.
Sepanjang meeting Ica tak banyak berulah ataupun berkata kata, salah salah nanti berdampak buruk untuk perusahaan Jihad. Bahkan Ica sampai memperhatikan kegiatan para semut. Semut saja lebih sibuk dibanding dirinya yang hanya menjadi ekor Jihad.
Ternyata pekerjaan sekertaris tak begitu cocok untuknya yang pecicilan. Ditanya dan diajak ngobrol pun ia hanya manggut manggut seolah seorang yang mengerti, sesekali tersenyum manis, senyum Indonesia seperti pengantin baru. Salah salah ia berucap kata kata bar barnya yang keluar. Ditambah kakinya sudah mulai lecet karena sepatu hak tinggi yang ia pakai.
"Kenapa? lapar? ngantuk? haus?" tanya Jihad saat selesai meeting.
"Engga, perut gue udah kembung sama air, heran..loe sama pak Muni ga kebelet apa, sebulan bisa berapa kali meeting, sekali meeting satu sampai 2 gelas."
Pak Muni terkikik kecil, mendengar pernyataan Ica yang memang benar adanya.
"Sepertinya non Ica belum terbiasa," jawab pak Muni meminum sisa kopinya.
"Jangan panggil saya nona pak, Ica aja ! lagian bapak udah usia lanjut, jangan kebanyakan minum kopi, nanti asam lambung naik. Kaya ayah Ica di rumah !" jawab Ica panjang lebar.
"Loe harus biasain Ca, kalo nanti loe udah jadi nyonya Alvian, loe bakalan sering nemenin laki loe ini ketemu partner bisnis !" ujar Jihad mengaduk ngaduk creamer dalam kopi yang baru saja ia tuangkan.
"Kalo nanti gue jadi bini loe, gue mau nunggu di rumah aja, ko gue geli ya..nyonya Alvian.. bwahaha !" tawa Ica pecah, rasanya tak cocok disebut nyonya, mirip mertuanya marimar, atau pemeran antagonis mertua yang kejam.
"Ya sudah, jadwal selanjutnya kemana pak ?" tanya Jihad melirik jam tangannya.
"Meninjau proyek hotel pak, "
"Masih ada waktu sebelum nganter loe ke kampus Ca, " jawab Jihad.
Jihad berdiri dari kursinya.
"Ji, " bisik Ica menarik narik jas Jihad.
"Kenapa?" Ica menarik Jihad agar mendekat dan menunduk.
"Kaki gue sakit, Ji ! gue mau pake sendal jepit aja, kalo ada.." ucapnya.
"Ya udah ntar mampir dulu ke warung, beli sendal jepit."
Jihad melepas sepatu dari kaki Ica, lalu berjongkok di depannya.
"Eh, loe mau ngapain ?!" tanya Ica.
"Gendong loe ! loe kan ga pake alas kaki, "
"Eh jangan, biarin aja gue jinjit sampe mobil."
"Naik ga? atau gue tinggal ?" tanya Jihad dengan mengancam. Pak Muni mengalihkan perhatiannya, rasanya ia ingin kembali muda lagi setelah melihat interaksi mereka, gemes gemes pengen jitak. Apa pula pasangan muda ini gendong gendongan bikin ngiri.
Dengan ragu Ica mendekat. "Ini beneran Ji?"
"Bener lah, masa iya mau pak Muni yang gendong loe ?!" jawabnya.
"Kali aja cuma prank, udah gitu loe masukkin gue ke tong sampah !" jawab Ica.
Jihad berdiri dengan menggendong Ica. "Gue berat loh Ji !"
"Emang, baru sadar loe ?!"
"Cih !" Ica menoyor kepala Jihad.
"Nah gini dong ada gunanya tuh kotak kotak di perut, seenggaknya bisa dibanggakan ga cuma hoax doang !" ucap Ica.
***********
"Nah gini dong, ini baru nyaman !" Ica mendapatkan apa yang ia mau dan butuhkan. Sepasang sendal jepit sudah ia pakai.
"Kayanya gue ga berbakat jadi cewek glamour Ji, " kekeh Ica.
"Gue suka loe apa adanya, " Jihad mengacak rambut Ica.
"Seengaknya loe ga mahal, ahahaha" tawa Jihad membuat Ica manyun.
"Tapi gue suka jajan loh Ji, inget kan !! jajan gue mahal loh !" ucap Ica mendumel dari samping Jihad.
"Iya tau, mau dipanggilin semua pedagang kaki lima ke cafe kantor ? biar betah di kantor ? tapi jangan deh, yang ada nanti loe ga kerja !" ucap Jihad kembali mengacak rambut Ica dan mencubit pipi chubbynya bak bapau strawberry.
"Ga usah di acak acak juga, tadi kan loe yang bayar salonnya ! sayang kalo ga tahan sampe malem ! mana gue belum selfie dulu lagi," sarkas Ica.
Pak Muni melirik lirik dari kaca spion seraya tersenyum senyum melihat kepolosan Ica.
Ica ikut turun meninjau proyek pembangunan hotel dan apartemen yang baru.
"Ini hotel punya siapa ?" tanya Ica.
"Punya gue sama Milo, " jawab Jihad membuka kancing jasnya, lalu menyerahkannya pada gadis bersandal jepit hijau ini.
"Pak, jangan lupa pakai helm proyek dulu !" ujar pak Muni menyerahkan helm.
"Makasih pak, "
Seorang kepala proyek dan mandor datang menyambut ketiganya.
"Selamat datang pak Alvian, " ucapnya hormat, kemudian ia menjelaskan semua tentang proyek yang sedang dikerjakannya.
Ica melihat betapa menjulangnya, calon calon gedung pencakar langit lainnya di tengah tengah perkotaan besar, dengan akses jalan mudah kemanapun. Belum lagi dekat dengan sebuah taman kota. Tempat strategis dan akan menghasilkan uang banyak tentunya.
Alat alat berat dan bahan baku yang memenuhi disini, membuat Ica harus berhati hati. Matanya berbinar melihat mobil beko dan pengeruk pasir.
"Ji, " tarik Ica di kemeja Jihad.
"Hm, "
"Gue mau ngerasain naik itu, " tunjuk Ica. Jihad mengangkat alisnya, yang benar saja..wanita lain akan memilih naik mobil sport ber cc besar atau keluaran terbaru. Tapi wanita di sampingnya malah ingin mencoba naik mobil pengeruk pasir.
"Seriusan? dipikir maenan si peakk !" toyornya pada kepala Ica.
"Seriusan lah ! gue liat itu cuma di tv, kartun yang sering di tonton Robi sama Momo, palingan kalo lewat lewat proyek doang, penasaran lah gimana rasanya ! " jawab Ica memohon. Jihad menghela nafasnya, mengingat Ica adalah wanita terunik di dunia, mungkin seharusnya ia masukkan ke cagar alam.
"Pak, boleh saya meminta sesuatu," pinta Jihad. Ica memang tak mahal, tapi keinginannya itu terkadang bikin orang banyak banyak istighfar.
Ica berseru, "ayo pak Muni, kapan lagi kan ngerjain bos besar buat naik begituan !" ucapnya pada pak Muni, si mandor dan kepala proyek sampai terheran heran dengan keduanya. Ica seperti anak kecil yang diajak main ke timezone. Setelah keinginannya terpenuhi, mereka kembali berkeliling.
Lama mereka berjalan berkeliling, Jihad melirik arloji di tangannya.
"Ji, nama hotelnya nanti apa ?" tanya Ica.
"Loe mau kasih nama?" tanya Jihad.
"Masa gue, kan itu punya loe sama ka Milo, "
"Milo nyerahin semuanya sama gue, sebagai hadiah pernikahan buat Kara nanti !" jawab Jihad.
"Hah??! nikah ? kapan ?" tanya Ica.
"Masih belum tau waktunya kapan, toh hotelnya pun masih proses pembangunan, masih lama juga.." Ica hanya terkejut saja, pasalnya sahabatnya ini belum bercerita apapun tentang pernikahan. Ditambah hadiah yang berupa hotel & apartemen. Selama ini ia baru pertama kali melihat jika sultan itu nyata adanya, paling banteran hadiah kawinan yang dikasih paling mahal bed cover, ataupun satu set perlengkapan makan.
"Ck ck ck, sultan mah bebas mau buang buang uang juga. Ga akan tiba tiba jatoh miskin, " decak Ica.
"Bukan buang uang, investasi sayang !" jawab Jihad.
"Udah jam 2, apa mau berangkat sekarang ?" tanya Jihad pada Ica.
"Iya, " jawabnya.
"Pak, kalau begitu kami pamit undur diri, " Jihad menyerahkan helmnya pada kepala proyek.
"Pak Muni kita ke kampus Ica dulu," pinta Jihad.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Lalisa
kan Ica mah beda ji namanya juga anak tuyul 😅😅😅
2024-09-21
0
Lalisa
🤣🤣🤣
2024-09-21
0
daroe
separo kara, separo lu ca
2024-01-07
2