Angkutan yang ditumpagi Ica kelamaan ngetem, Ica sudah tidak sabar, baru kali ini ia sangat gelisah saat naik angkutan umum. Pasalnya perusahaan ini serempak melakukan lowongan pekerjaan sekaligus wawancara pada hari itu juga. Jika sampai ia telat, maka pupus sudah harapannya untuk bisa membeli minimarket tempatnya bekerja dulu. Bagaimana juga nasib uang kuliahnya nanti.
"Bang, bisa buruan ga sih ?! udah telat nih, " keluh Ica, begitupun beberapa penumpang lainnya yang berada dalam angkutan umum itu, ada 4 anak sekolah dan 2 pekerja yang sama seperti Ica, sedang dikejar waktu.
"Bentar neng, nunggu penuh. Biar sekali jalan, " jawab si abang angkot.
Ica geram, "bang kalo masih lama saya turun !" ucap Ica mengancam.
"Iya iya elah, " jawabnya ketus, si abang tadi melajukan angkotnya layaknya pembalap formula 1 membuat para penumpang terbanting banting seperti naik kora kora.
"Wah, ini minta di sikat !" gumam Ica.
"Bang bawanya yang bener, kalo celaka kan bukan cuma abang doang yang masuk RS, abang mau apa nanggung biaya RS kita semua ?" tanya Ica.
************
Akhirnya Ica sampai di depan gedung pencakar langit, yang kalo dihitung hitung lantainya bisa bikin tangga buat menuju surga. Ia optimis, akan meraih masa depan cerah disini. Setidaknya kalaupun tak bisa jadi sekertaris seperti di novel novel, yang ujungnya bisa menggaet si bos besar, minimalnya ia bisa bekerja di depan komputer. Bayangan jika dirinya akan memakai rok span pendek dan kemeja pas badan juga sepatu dengan hak tinggi sudah memutar di otaknya. Ica berjalan mantap menuju dalam gedung. Melihat beberapa orang yang masuk ke dalam sini, hampir semuanya yang bekerja dan memakai name tag disini, berpakaian rapi, bermerk dan terlihat keren. Lihatlah para pegawai wanitanya, memakai tas jinjing yang Ica rasa harganya saja tak bisa disandingkan dengan tas selempangnya saat ini, yang hanya berharga 150 ribu. Tas mereka fashionable meskipun unfaedah.
Bau parfum ruangan gedung elite ya begini nih, tidak bau plastik bungkusan yang baru keluar dari pabrik. Jangankan ruangannya, pintunya saja sudah otomatis, saat ia dekat dan akan masuk, sensornya membuat pintu terbuka sendiri.
"Wahhh, bagus nih kalo gue pasang di rumah, biar si Zaza ga kejedot mulu !" gumam Ica, katakanlah Ica memang sekampungan itu but she's dont care !
Lantainya saja kinclong, seakan debu saja minder untuk sekedar singgah.
Ia masuk menemui resepsionis.
"Pagi mbak, mau tanya kalo mau ikut lamar kerjaan sebelah mana ya?" tanya Ica bicara sesopan mungkin dan seramah mungkin, siapa tau setelah bekerja disini, sifat bar bar nya berkurang dan menjadi titik balik Ica yang anggun dan glamour.
"Oh lowongan pekerjaan hari ini di lantai 5 ya mbak, " jawabnya ramah, astaga resepsionis disini seperfect itu tampilannya, Ica sampai bertanya tanya berapakah gaji disini? sampai sampai si mbak mbak resepsionis bisa melakukan perawatan kulit hingga kulitnya glowing.
Ica mengangguk lalu berjalan menuju lift, ada beberapa pelamar lain seperti dirinya. Ia masuk bersama lainnya menuju lantai 5.
Ia mendekap map coklat di dadanya, merapikan penampilannya lewat dinding lift yang memantulkan bayangan di depannya.
Ting...
Lift berhenti dan terbuka.
Begitu banyak ruangan disini, Ica sampai sampai bingung harus masuk ke ruangan mana. Di pintunya tertempel setiap divisi yang membuka lowongan pekerjaan beserta syarat awal seperti tingkatan pendidikan.
Ica melirik satu satu, lulusan SMA seperti dirinya minim ruang untuk maju, ada untungnya ia berkuliah daripada tidak sama sekali.
Hanya ada beberapa ruangan dan divisi yang menerima lowongan pekerjaan untuk lulusan SMA, termasuk salah satunya helper dan office boy/girl.
Ica mendengus kesal, bayangan memakai hak tinggi dan rok span sepertinya harus kandas. Ica menggaruk kepalanya tak gatal. Ia menyandarkan badannya di tembok. Ia berfikir daripada tidak dapat sama sekali, mungkin ia bisa mencoba bagian divisi lainnya lain kali jika ia sudah lulus. Yang penting ia bisa bekerja dan bukan pengangguran untuk saat ini. Ica memasuki ruangan itu dengan tetap semangat. Setidaknya uang kuliahnya akan bisa berlanjut, dan yang jelas lingkungan kerjanya bukanlah sepetak dengan barang barang di dalamnya, yang lebih penting tak ada mbak Rini disini.
Jihad beberapa kali meloloskan nafas beratnya, ia mendengus. Sampai saat ini ia belum menemukan sosok yang cocok untuk menjadi sekertarisnya. Ia menaruh kedua tangannya di belakang kepala.
"Pak Muni, saya istirahat dulu keluar, beritahu saja beberapa kandidat yang menurut pak Muni cocok untuk saya, tapi saya mau pak Muni masih tetap menjadi asisten pribadi saya, " lelaki paruh baya itu mengangguk, Jihad menyambar jasnya, lalu keluar dari ruangan. Beberapa karyawan melemparkan senyuman segan, hormat dan juga kagum. Apalagi karyawati. Melihat CEO muda nan tampan itu berjalan bak pangeran dari negri 1001 malam, membuat perasaan mereka melayang layang menembus nirwana.
Ica tersenyum, akhirnya ia mendapatkan pekerjaan meskipun jadi seorang office girl. Ia bersyukur masih diberi rejeki oleh Allah, banyak orang di luar sana yang kurang beruntung, bahkan untuk makan saja harus mengais ngais sampah.
Ica masuk ke dalam lift untuk keluar, besok ia akan mulai memasuki masa training selama seminggu. Ica menghitung hitung pendapatannya, jika harus setiap hari begini, ia lebih boros..berat di ongkos, belum lagi kuliahnya. Jihad baru saja masuk ke lantai 5 melihat situasi disana, apakah beberapa divisi sudah terisi. Dan faktanya baru saja beberapa hari mengadakan penerimaan karyawan, hampir semua divisi sudah penuh terisi.
"Bagaimana pak ?" tanya Jihad pada salah satu karyawan senior dan yang ia percaya.
"Alhamdulillah pak, sudah 95 persen. Hanya tinggal beberapa saja yang persyaratannya agak sedikit tinggi yang masih ada lowongan !" jawabnya.
"Kalau begitu saya tinggal dulu !" ucapnya.
"Iya pak, "
Sejak datang ke Indonesia, tak sehari pun ia bisa bersantai, banyak pekerjaan yang menumpuk.
"Kalo gini kapan gue bisa nyari dan nemuin dia, " gumamnya, Jihad menyenderkan badannya di kursi kebesarannya, menatap nyalang ke ponselnya yang tergeletak di meja.
"Loe mau lari dan ninggalin gue Ca, semudah itu loe kaya gini, padahal gue udah jaga hati gue selama bertahun tahun buat loe !" gumam Jihad.
Beberapa kali Jihad mencoba menghubungi Ica, tapi selalu suara perempuan asing yang menjawabnya. Jihad menghembuskan nafas lelah, ia beranjak, matanya menatap ke luar jendela ruangannya, dimana di bawah sana beberapa orang berteriak kegirangan sambil berjingkrak jingkrak karena sudah diterima bekerja di perusahaannya, termasuk seorang gadis yang terlihat heboh sendiri sambil mengacung acungkan sepatu pantofelnya dan memukul seorang laki laki di depannya.
Ica berseru kegirangan, melihat Galih yang datang menjemputnya di depan gedung yang menjulang tinggi di depannya.
"Bang ! gue diterima !!!"
"Yeeee, kalo gue minjem duit ada dong Ca !!! asikkk !" jawab Galih.
"Loe ngapain kesini ?!"
"Mau jemput loe, kasian gue..takut loe ilang, ga ada lagi adek kaya loe yang oonnya kebangetan. Ntar loe diculik, loe kan kampungan ga tau jalan !" jawab Galih terkekeh.
"Si@*lan loe !!!" Ica melepas sepatu pantofelnya dan mencoba meraih dan memukul Galih.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Lia Bagus
tar juga ketemu ji sabar ya
2024-09-20
0
Lia Bagus
betul ca 💪💪💪💪 icaa
2024-09-20
0
Erna Masliana
kalo gak bisa hubungi nomernya kamu tanya yang lain.. banyak yang bisa kamu tanya ada Ayu,Erwan,Arial,Kean,Raka
2024-06-13
1