Pagi itu Ica sudah siap dengan pakaiannya, ia juga mengikat rambutnya satu di belakang. Bergantian, jika tidak pada Galih maka ia akan nebeng pada Riski.
"Bang, kalo kalian ga ada gue ga tau gimana ! harus tiap hari ngongkos double double gini !" ucapnya melow. Riski mendongak ke arah langit yang masih anteng dengan sorot mentari yang terik. Tidak hujan, tidak pula mendung.
"Ngapain bang ? panas banget ya? emang pagi pagi aja udah panas !" jawab Ica.
"Loe ga sakit kan Ca?" tanya Riski, Ica menggeleng.
"Ini seriusan ga badai nih, loe ga sakit pula, masalahnya adek gue ngomong kaya orang lagi sekarat, sejak kapan loe melow melow ga enakan ?!" tanya nya tertawa kecil.
"Si@*lan loe !" Ica mendorong bahunya pelan, ia merapikan rambutnya diantara sela sela helm yang tertiup angin.
"Perjuangan loe buat bisa hidup layak patut gue acungin jempol, masalah pendidikan juga, meskipun loe oon, ga pinter pinter amat, tapi loe ga mau cuma stuck lulusan SMA, " jawab Riski
"Gue cuma mau memperbaiki nasib aja bang, kita bukan terlahir dari keluarga yang kaya 7 turunan, jadi butuh perjuangan sampe meras keringat buat rubah nasib !" jawab Ica. Gadis ini memang bar bar, tapi ia tak mau banyak menggantungkan harapan pada orang lain, selain usahanya sendiri untuk maju, banyak teman temannya yang menawarkan posisi enak seperti Erwan dan Kean bahkan Milo sekalipun, tapi ia menolak. Ia tak mau jadi bahan ghibahan di kemudian hari, kemampuan nol, hanya mengandalkan koneksi.
"Gilakkk ! gede banget Ca, gimana ceritanya loe bersiin nih gedung ?" tanya Riski menatap seraya berdecak kagum pada gedung megah di depannya.
"Ya gue sapu gue pel lah, masa iya gue masukkin mesin cuci, pake bantuan jin gue mah !" jawab Ica menaikkan dagunya jumawa.
" Bang, pulang kerja gue langsung ngampus ya, biar ga bolak balik. Takut jahat di ongkos !" ucap Ica, semalam ia sudah berfikir hingga jungkir balik, awalnya ia berfikir untuk ngekost, tapi biaya akan sama sama membengkak. Terpaksa ia harus jadi dek toyib dulu, keluar pagi pulang malam.
"Iya, hati hati aja. Ibukota keras, harus bisa jaga diri ! kalo butuh jemputan, selama gue apa Galih ada, telfon aja !" jawabnya, lupa jika ponsel sang adik rusak.
"Ntar gue telfon pake gagang sapu !" jawab Ica. Riski tergelak, "lupa gue, kalo adek gue hidup di jaman batu, ga pegang ponsel !"
Ica meraih tangan kaka keduanya itu, lalu membawanya ke kening.
"Gue masuk dulu, do'ain nemu cowok cakep di dalem buat dibawa pulang !" ucapnya. Selalu ada akhiran do'a yang antimainstream terselip di dalamnya.
"Iya gue do'ain tuh mata si cowok lagi kelilipan !" jawab Riski.
"Cih, gue cantik paukkk !" sarkas Ica.
"Ya udah sono masuk !" jawab Riski, laki laki berusia 31 tahun ini menatap adiknya getir, adik bungsunya ini begitu tangguh dan gigih, satu kali pun ia tak pernah mendengar keluhan darinya, tentang peliknya hidup.
"Semoga suatu saat nanti loe bisa bahagia, melebihi bahagianya orang lain Ca !" gumam Riski.
Sebuah mobil mewah masuk ke pelataran gedung, masuk ke bassement gedung untuk parkir. Riski menatap orang yang ada di dalamnya begitupun Jihad.
Riski memakai kembali helmnya dan berlalu meninggalkan gedung itu.
Ica di breafing oleh atasannya, atau ketua tim ob disana. Tentang bagaimana caranya menggunakan alat alat dan ruangan apa saja.
"Di lantai paling puncak, lantai 40 adalah ruangan pak Alvian, CEO disini, hanya ob dengan level yang sudah berpengalaman lah yang ditugaskan disana."
"Buseett, pake level segala. Udah kaya mc di game online si Rara !" anak perempuan teh Novi itu senang mabar online, meskipun ujung ujungnya selalu kena semprot ibunya.
Ica mendengarkan penjelasan seniornya sambil terkantuk kantuk, pasalnya ia menjelaskan panjang kali lebar seperti lagu nina bobo untuknya, pake selipan komedi kek dikit, pikir Ica nawar.
Setelah breafing selesai, Ica melaksanakan tugasnya, mempraktekkan setiap penjelasan tadi.
"Gue pengen coba yang itu !" bisiknya pada salah satu temannya, ia adalah Setyani hampir seumuran dengan Ica.
"Gue Ica, " Ica menyodorkan tangannya.
"Setyani, iya gue juga pengen coba !" kekehnya. Melihat pembersih lantai mirip bom bom car. Ica selalu ingin mencoba saat keponakannya Robi atau si peter naik odong odong di depan rumahnya.
"Mirip bom bom car, " jawab Ica lagi.
"Kalian berdua !" tunjuk ketua regu disana.
"Iya saya ?!" tanya Ica menunjuk dirinya sendiri bersama Setyani.
"Hari ini kalian ya, yang membersihkan toilet. Nanti saya jadwalkan lagi kedepannya !" ucapnya, Ica melongo. Pertama kali masuk sudah di suruh bersiin toilet, apa nasibnya tidak bisa lebih buruk lagi.
"Kenapa melongo ?" bentaknya.
"Iya bu, ayo Ca !" Setyani menarik Ica. Rasanya dirinya ingin mengumpat saja kali ini. Toliet disini memang sudah bagus, tapi tetap saja sebagus bagusnya toilet, ia tidak akan bisa jadi bioskop.
"Njirrr ! pertama masuk udah dikasih yang kotor kotor begini ! kayanya gue mesti ke Jawa atau Bali deh, buat ikutan upacara ruwat, upacara buang si@l !" gerutunya, Setyani tertawa..satu kata untuk Ica, gadis ini nyablak.
"Udah, daripada cuma gerutu doang, mendingan cepet dibersiin. Yang ikhlas aja, toh kita butuh uangnya kan ? bawa happy aja Ca !" jawab Setyani.
Ica membuang nafas kasar. Seumur umur di rumahnya, ia tak pernah sampai membersihkan toilet. Ia menggosok gosok dengan ogah ogahan dan hati mendumel. Ada berapa kamar mandi di gedung ini ? rasanya Ica sudah pegal, padahal mereka terbagi beberapa tim.
Beberapa kali Ica dan Jihad berada dalam satu lantai, tapi tak sekali pun mereka pernah bertemu. Hingga saat Ica lulus training, dan resmi memakai seragam ob disini. Teman ia sudah dapatkan, tinggal musuh yang belum. Semoga saja disini tidak ada bibir bibit mbak Rini. Tapi dimana ada orang baik disitu kejahatan selalu mendampingi.
Ica sengaja membawa tugas kuliahnya ke kantor, nanti pulang kerja ia masih memiliki waktu untuk mengerjakan dahulu tugasnya.
"Humaira, ruang meeting sudah kamu bersihkan ?" tanya bu Warni sang ketua kebersihan. Lipstick merah mengkilatnya membuat orang sering galfok jika melihatnya. Bedak belang sebatas lehernya mirip kuda zebra.
"Otewe bu, " jawab Ica.
"Cepat ! soalnya ruangan itu akan dipakai meeting, " jawabnya sinis dan judes.
"Iya bu, " jawab Ica.
"Ya elah, ga usah pake nyungging nyungging juga tuh bibir ! udah kaya mau terbang aja !" dumel Ica.
"Liat tuh si Humaira, anak baru tapi udah bisa naik level aja, udah naik ke level ruang meeting," bisik bisik tetangga yang minta dilabrak.
"Huss, ga boleh gitu..harusnya ditiru. Itu berarti Ica memang layak, kerjaannya bagus !" Setyani yang mendengar percakapan Sari teman sesama ob nya panas kuping, Ica yang tak pernah menyenggol siapa siapa di ghibahin.
Ica masuk dengan peralatannya, ia mendorong roda berisikan sapu, lap dan sebagainya menuju ruang meeting, di lantai 36.
"Gilaakk ! gede banget ! udah kaya ruang konser !" decak kagum Ica, melihat ruangan meeting ini, ia segera mengambil vacum cleaner dari kolong roda dan segera menyalakannya, bukan lantai yang ada disini, melainkan karpet turki.
"Ini karpet sayang banget, bagus ! tapi cuma buat diinjek injek sepatu doang. Coba gue bawa ke rumah, udah guling guling si Zakir ma si Momo !" ucapnya. Ica berdiri di depan sebuah papan putih, tempat mempresentasikan hasil rapat. Ia berlagak seperti orang pintar dan karyawan penting.
"Jadi seperti itulah bapak bapak, ibu ibu..meeting saya tutup. Apa ada pertanyaan ?!" tanya Ica pada kursi kosong.
Ia menunjuknya, "Iya bapak Romli ?!" berlagak seperti pemimpin rapat. Ia tertawa sendiri sambil cekikikan.
"Romli, nama babeh gue ! udah gilakk gue !" ia menggelengkan kepalanya.
"Bisa juga nih pake konser organ tunggal !" gumamnya, Ica lantas meraih kemoceng dan nyanyi nyanyi seperti biduan di depan.
"Oke Jakarta digoyang, mana suaranya ?!" ucapnya sambil bergoyang ala kadarnya. Tanpa sadar ada seseorang yang memperhatikannya, hendak masuk tapi melihat Ica yang tengah menghalu, ia mengurungkan niatnya.
Ica segera menyelesaikan tugasnya. Hanya tinggal menyemprot meja dan mengelapnya saja, padahal Meja ini sudah kinclong, bahkan Ica saja bisa mematut wajahnya disitu.
"Ini meja gede banget, bisa kali kalo liwetan satu rt gue pinjem !" kekeh Ica. Ia berbalik badan, tapi seseorang masuk tanpa sepengetahuannya membuat Ica terkejut, tak sengaja ia menekan semprotannya, hingga cairan pewangi dan pembersih itu mengenainya.
"Sroottt srotttt splash !!"
"Aduhh ehhh....!" ucapnya.
"Astaga !! maaf maaf, aduh maaf pak ! saya ga sengaja !" ucap Ica menunduk. Pak Muni mengusap usap kemeja dan jasnya yang basah dan wangi pembersih kaca itu.
"Lain kali hati hati, " keluhnya pada Ica.
"Iya maaf pak, lagian bapak datang tiba tiba udah kaya jin," gumam Ica terdengar oleh pak Muni.
"Apa ?!" tanya nya.
"Eh engga pak, maaf bukan apa apa !" jawab Ica.
"Ya sudah bereskan segera, meeting sebentar lagi, oh iya..suaramu tadi cukup bagus, dan nanti saya ajukan proposal sama pak Alvian kalo kamu mau pinjem ini meja buat acara liwetan satu rt, " ucapnya sambil terkekeh, berlalu meninggalkan Ica.
"Hah ?! dia liat gue kaya orang gila barusan? malu banget gue ! disangka stress ! huffftt ! baru juga naik level, udah bikin kesalahan !" gumamnya.
Pak Muni cekikikan keluar ruangan, Jihad melihatnya.
"Kenapa pak ?!" tanya nya merapikan jasnya.
"Itu pak maaf," ia berdehem.
"Ada office girl yang tingkahnya lucu saja, " jawabnya, Jihad mengangkat alisnya sebelah.
"Itu bajumu kenapa?"
"Ahh, iya. Basah kena semprot ob tadi, saya ganti dulu sebentar !"
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
DozkyCrazy
sumpahhhhh Ca ca ngakak wae ih
2024-11-22
0
Lia Bagus
haaa Ica ketauan 😅😅😅😅😅
2024-09-20
0
Lia Bagus
saravvv si Ica
2024-09-20
0