Ica sudah siap dengan handuk yang disampirkan di pundaknya. Besok ia libur, untung saja hari liburnya bukan sabtu minggu. Besok, ia berencana untuk menyerahkan lamaran pekerjaan di tempat yang semalam Riski beritahu.
Pagi Ica ditemani lagu lawas dari radio engkong Rojak, dan suara pedagang yang saling bersahutan. Kampung padat penduduk, dengan luas gang yang tak terlalu besar semakin sesak saja jika di pagi hari. Seperti kampung yang tak pernah tidur, rame terus.
Ica ingat jika shampoonya habis dan belum sempat membeli di tempat kerjanya, terlalu sibuk mikirin ponsel dan juga mbak Rini membuatnya lupa dengan perlengkapannya. Terpaksa ia harus ke warung dulu, sebelum mandi. Ia merogoh uang recehnya dari dalam kantung depan tasnya. Lalu menaruh handuk di ranjangnya.
"Ica, mau kemana?" tanya kakenya.
"Ke warung ke, beli shampoo " jawab Ica.
"Ica ngapain cari karung?!" tanya neneknya. Tak ada waktu lagi menanggapi neneknya, iya mengangguk saja biar cepat.
"Warung, wa..rung..!" ucap kakenya membenarkan.
Di sudut sebelah kanan, ibu ibu tengah mengerubungi mang Odeng si tukang sayur, seraya saling bertukar cerita tentang gosip yang tengah viral akhir akhir ini, ataupun sekedar meributkan harga rawit yang mulai turun dan minyak goreng semakin melejit, mengalahkan pamor Agnez mo di kancah Internasional. Termasuk ibu dan kaka kakanya. Di sudut yang lain tak jauh dari sana, para tetangga mengerubungi tukang bubur dan nasi kuning. Bagi ibu ibu yang belum sempat memasak, tak perlu worry, pedagang sarapan disini lewat setiap harinya.
Langkah Ica menuju warung diiringi lagu Bengawan Solo kali ini.
"Berasa hidup di jaman penjajahan gue, over domse" gumam Ica, seraya menyunggingkan senyum ramah pada engkong rojak.
"Gosok terus ngkong, kali aja tuh batu akik berubah jadi berlian !" gumam Ica lagi, melihat ngkong rojak mengelapi setiap batu akiknya sambil meresapi syahdunya lagu.
"Neng Ica, mau kemana?" tanya salah satu tetangganya, yang tengah mengibaskan pakaian basah, wanginya sama seperti baju Ica. Jelas saja, mereka membeli pewangi pakaian yang sama di warung yang sama. Begini tinggal di gang senggol, kaum rakyat jelata seperti Ica. Jangan merasa sirik atau malu, karena suatu saat kamu akan menemukan kesamaan dengan tetanggamu entah itu pakaian diskonan ataupun barang beli 1 gratis 1. Bau pagi hari disini seramai di toko parfum, wangi khas pelembut pakaian yang masih menguar, wangi orang memasak tercium keluar karena letak rumah yang hampir berdempetan, tak ada penyerap asap dapur di setiap rumah di sudut ini, jika salah satu rumah memasak ikan asin atau bahan berbau lainnya, maka para tetangga pastilah tau.
******************
Ica sudah bersiap untuk pergi ke minimarket seperti biasa, ia akan meminta ijin nanti saat jam istirahat untuk pergi ke kampusnya, melakukan daftar ulang.
"Ca, nanti mampir bentar di depan sana ya, gue mau beli roko !" ucap Galih.
"Iya, jangan lama lama ! tuh anak yang punya warung jangan loe gombalin dulu ! tau gue mah, loe beli rokok disana karena mau ketemu anak yang punya warung kan ?!" tebak Ica.
"Engga !" jawab Galih.
"Engga salah lagi !" kekeh Galih.
"Sue, loe ! terus yang semalem gimana ?!" tawa Ica.
"Gara gara loe nih, ntar makan siang gue ga jadi gratisan !" cebik Galih, rupanya yang tadi malam adalah calon donatur makan siang Galih hari ini. Ica tertawa, "sokorrrr ! ga tau malu, ditraktir cewek !" dengus Ica.
Ica berdiri menunggu Galih di pinggir jalan, sedangkan Galih masuk ke dalam warung.
Sebuah mobil melintas tepat di depan Ica, tapi gadis itu tak melihatnya. Seorang lelaki mengerutkan dahinya melihat gadis yang ia kenal, sedang diam di pinggir jalan seorang diri, diatas motor.
"Ica, " gumamnya.
"Cot ! sini gue jajanin permen !" panggil Galih.
"Tumben baik, ntar siang hujan badai ga nih ? gue ga bekel payung !" ledek Ica masuk ke dalam warung.
Mobil itu sempat berhenti. Namun tak lama, ponselnya berdering sejak tadi. Para peserta meeting sudah menunggunya sejak 15 menit yang lalu.
"Ahhh, si*al ! nanti lagi deh !" ucapnya, kembali melajukan mobilnya.
******************
Ica masuk tanpa menoleh sedikitpun pada wajah masam mbak Rini, ia menganggapnya hanya pajangan penolak bala yang tergantung di gawang pintu minimarket.
"Ga usah ngajak perang gitu mbak mukanya, nanti kalo gue keluar dari sini kangen !" ucap Ica.
"Hmm, kangen sama kamu Ca? in your dream !" ucapnya dengan logat daerahnya.
"Pagi pagi udah pada ribut aja !" gumam Meri. Ica mencebik, pagi pagi sudah dibuat kesal melihat wajahnya.
"Aturan mah pagi pagi tuh dikasih yang bikin goodmood gitu, orang orang cakep, oppa oppa korea. Bukannya dikasih boneka Nini Thowok !" mulut bar barnya sudah keluar. Meri hampir menyemburkan minumnya.
"Tuh oppa !" tunjuk Meri pada Wandi.
"Itu mah oppa gangnam style ! oppa oppa gang Sarinah !" Meri tak kuat menahan tawanya.
"Kalian ngomongin saya ?!" tanya mbak Rini.
"Dih, kepedean ! ngomongin mbak Rini ? in your dream !!" Ica mengibaskan rambutnya meniru ucapan mbak Rini.
"Kurang ajiaarr !" ucap mbak Rini.
"Pak Wandi, istirahat nanti saya ijin sebentar ya ! mau daftar ulang di kampus, " ijinnya.
"Boleh cantik, " jawabnya. Ica merotasi bola matanya jengah. Sedangkan mbak Rini, sudah menghentak hentak bumi, Ica hanya berharap lantai yang diinjaknya langsung longsor sampai kerak bumi. Biar langsung hilang menyatu dengan inti bumi.
Ica memakai jaketnya, memesan ojek online dari ponsel Meri.
"Terus nanti disana baliknya naik apa Ca?" tanya Meri.
"Naik umum aja lah, mau pak Wandi marah bodo amat lah, gue mau coba lamar kerjaan lain besok Mer, udah empet gue liat muka Preety women !" tunjuk dagunya pada mbak Rini.
Sambil melakukan daftar ulang, Ica menyiapkan beberapa kelengkapan untuk lamaran kerja besok. Ia tersenyum puas, akhirnya keringatnya, hasil jerih payahnya terbayarkan dengan surat kwitansi pendaftaran di kampus. Kini statusnya adalah mahasiswi. Meskipun harus menunggu waktu 4 tahun baru bisa berkuliah, ia tetap bangga.
Matanya mengikuti jalanan yang dilewati, ia harus melewatkan makan siangnya hari ini, sebuah gedung pencakar langit ia lewati.
"Weww megahnya, kalo ga salah ini deh yang dibilang bang Riski !" senyum Ica, ia sudah membayangkan jika nanti ia bekerja disana, setidaknya ia bisa menghibur diri dengan berjalan jalan mengitari gedung, tidak seperti di minimarket yang tempatnya sempit.
Baru saja sampai di depan minimarket, ia sudah kena semprotan dan siraman kalbu.
"Enaknya !!!! bisa seenak udel, dikira ini minimarket punya nenek kamu !" mbak Rini berkacak pinggang. Cuaca panas dengan keadaan perut yang minta diisi, membuat emosi Ica naik sampai langit langit minimarket.
"Kenapa sirik ?!! toh gue udah ijin ko, pak Wandi aja ngijinin, siapa situ ?! sewot amat ! kasian banget ga bisa curi perhatian pak Wandi, suka sama pak Wandi? ambil ! gue ga butuh, satu lagi ! loe bilang ini minimarket punya nene gue ? suatu hari bakal gue beli nih minimarket sama pegawainya sekalian !" Ica susah geram.
"Ca, sabar Ca !" Meri menenangkan.
"Begini nih, kalo anak ga tau tata krama," balas mbak Rini.
Ica hendak menjambak mbak Rini. Namun, Meri menghalangi. Sampai pak Wandi datang dan melerai.
"Pak Wandi, gue udah ga tahan ! hari ini gue resign dari sini. Jangan lupa sisa gaji gue yang cuma beberapa hari ini bayar !!" ucap Ica, tanpa menunggu jawaban dari pak Wandi yang masih terkejut Ica pergi, membuka pintu minimarket kasar.
"Ca !!"
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Lia Bagus
aamiin
2024-09-20
0
Lia Bagus
buset dah 😅
2024-09-20
0
Lia Bagus
tambah bar bar si Ica mah🤣🤣🤣
2024-09-20
0