Ica berangkat menumpang motor abangnya Galih. Bukan tidak mau membeli, Ica sengaja menabung uang gaji nya untuk persiapan masuk kuliah. Ia sadar bukan terlahir dari keluarga yang cukup, cukup membeli jet pribadi, atau membeli mie instan dan pabriknya sekalian.
"Ca, " Galih nyengir.
"Dorong ? bensin?" tanya Ica malas. Kebiasaan buruk kaka ketiganya ini memang patut diberi penghargaan sebagai abang paling menyebalkan.
"Belum sempet beli, di depan ada pom ga jauh ko !" kekehnya.
"Kebiasaan banget nih laki ! keringetan lagi gue ini mah ! kalo kata teh Mira dasar borokokok ! percuma motor bagus tapi bensinnya kering ! mendingan loe loak aja ! jual ni motor buat beli bensin !" omel Ica menepuk jok belakang motor matic ber cc lumayan yang baru saja di kredit Galih di leasing. Terlihat masih mengkilat di bagian body nya.
Bukannya sakit hati Galih malah tergelak, "kan ada loe, itung itung ongkos !" jawab Galih.
"Kalo kaya gini gue jamin sampe lebaran mo*nyet loe bakalan jomblo terus !" dumel Ica tapi tak urung merogoh lipatan lembaran uang yang ada di saku seragam merah kuningnya.
"Itu aja yang biru Ca !" tunjuk Galih.
"Apaan ! ini udah akhir bulan, gue cekak ! jajan aja pengiritan cuma jajan cilok !" Ica menyerahkan selembar uang berwarna ungunya.
"Kembalian !" sarkas Ica.
"Njirrr pelitnya gusti ! palingan kembalian 1 ribuan !" jawab Galih.
"Seribu juga duit, sejuta kalo kurang seribu ga akan jadi sejuta !" belum habis kedua adik kaka ini meributkan pasal uang seribu, karyawan spbu mengatakan.
"Dimulai dari nol ya mas !"
"Bener banget mbak, dia mah nol banget jadi cowok ! ga modal, cuma cewek yang kelewat sholeha yang mau sama dia !" Ica berjalan menuju tempat yang teduh dan menunggu Galih selesai mengisi bensin. Si karyawan spbu mengulum bibirnya ingin meledakkan tawanya.
"Naik, "
"Besok besok gue numpang bang Riski aja ahh ! males gue sama loe, "
"Iya sorry, besok besok gue kontrol deh !" jawab Galih.
Keduanya sampai di sebuah minimarket yang tak terlalu besar. Disitulah Ica mengais rejeki recehannya.
"Sun tangan sama abang, biar rejeki loe berkah !" ucap Galih masih dengan helm bogo nya. Ica meraih tangan Galih dan salim.
"Gue masuk bang, ati ati loe !" ucap Ica berlalu.
Tatapan biasa dan sinis dilayangkan seseorang pada Ica.
"Udah salim saliman kenapa ga dihalalin aja, biar ga kegatelan sama supervisor !" sindiran tajam ditujukan pada Ica.
Tapi Ica tak bergeming, kupingnya sudah tebal setebal kulit tapir. Bahkan ia menganggap salah satu temannya ini adalah wanita stress yang gagal move on dari si boli alias botak licin, supervisor nya yang berkepala plontos dan berlesung pipi.
"Stress !" gumam Ica.
Ica menyimpan tasnya di loker, lalu memulai harinya untuk bekerja.
"Ga usah di dengerin Ca, biasa si botak lagi gandeng cewek baru di depan mbak Rini," bisik teman seshift nya Meri.
"Kapan ?" tanya Ica.
"2 hari yang lalu, " jawab Meri terkikik.
"Paling paling si uni, pegawai rumah makan padang depan !" jawab Ica.
"Si botak kan suka gombal sana sini, " lanjutnya.
"Iya, ceritanya pengen jadi playboy, " kikik Meri.
"Tapi dia ga peka, ada gadis berumur yang ngejar ngejar sama dia, salut deh ! hari ini loe abis makan apa Ca, bisa kalem gini ?" tanya Meri.
"Udah biasa gue mah Mer, makanan sehari hari di sindir sama dia mah !" Ica menepis udara dengan tangannya.
"Lagian dia kesel tuh karena udah umur segitu belum merit !" jawab Meri. Ica mengangguk setuju, usia 30 untuk perempuan sudah mulai worry bila belum menikah. Gadis yang tingkat ke kepoannya diambang batas ini memang doyan gosip di tempat kerja.
"Kalo suka kenapa ga bilang aja sih, jadinya ga sindir sindir orang terus, kalo takut cowoknya disalip orang kekepin !" jawab Ica mengambil barang yang akan di taruh di rak barang barang minimarket. Barang dengan expire yang masih jauh ditaruh di paling belakang.
"Ca, kamu jadi kuliah ?" tanya Meri, gadis ini seumuran dengan Ica.
"Jadi, udah diterima juga. Cuma tinggal tunggu buat daftar ulang aja !" jawab Ica.
"Gosip terusss, disini bukan warung sayur..kerja kerja ! jangan makan gaji buta !" suara dari belakangnya membuat keduanya terkejut.
"Mbak fikir gue lagi ngapain ?! lagi karokean ?! " tanya Ica kesal. Sedangkan Meri memilih diam.
"Yee dibilangin malah sewot, " jawabnya. Ica menekan emosinya sampai kerak bumi, hari ini ia akan menghemat energinya, pagi tadi ia hanya sarapan sedikit karena takut terlambat, istirahat masih lama jangan sampai ia pingsan saat bekerja. Manusia modelan begini nih yang harus di lelepin ke larutan asam sulfat, biar ancur lebur. Menanggapi mbak Rini sama gilanya, tidak ditanggapi ia sudah sangat kelewatan. Bukan dirinya jika harus mengalah, wanita yang sudah berkepala 3 ini masih betah melajang. Tak tau dibetah betahin karena belum ada yang nyantol. Pantas saja karena mulutnya ini seperti seblak ceker level 100.
"Udah deh mbak, gue males debat sama orangtua, takut kualat !" jawab Ica.
"Weduzzz ! saya belum tua !" jawabnya marah. Jelas saja, jika menyangkut umur wanita ini begitu sensitif. Mungkin karena Ica adalah gadis saingannya dalam hal menarik perhatian Wandi, ditambah mulut Ica yang selalu mendebat, mbak Rini menandai Ica sebagai gadis rivalnya.
"Udah udah, malu nanti ada pelanggan liat ga enak !" lerai Meri.
"Hay ladiest, semangat ya !" sapa Wandi. Mbak Rini langsung sibuk merapikan pakaiannya.
"Iya mas, pasti !" jawabnya. Ica dan Meri saling pandang tak lama keduanya meninggalkan mbak Rini dan pak Wandi, lebih memilih sibuk sendiri. Mereka tak mau mata mereka dinodai dengan drama Marimar setelah ini.
*****************
Hari ini struk gaji nya keluar, brangkas kasir bulan ini minus lagi sekitar 50 ribu. Terpaksa gaji Ica kena potong untuk mengganti uang yang minus. Memang begitu aturannya.
"Huwaaa ! kalo gini terus gagal kaya gue !" rengeknya.
"Kenapa Ca, kena potong berapa ?" tanya Meri.
"50 ribu !" jawab Ica.
"Masih mending nah gue ampir cepe !" jawab Meri nelangsa. Keduanya menyeduh mie instan dalam cup dan minum teh dalam kemasan yang dingin. Itu saja sudah cukup untuk menyambut euforia hari gajihan yang kena su*nat.
"Gue mau ijin sama pak Wandi, kalo gue mulai minggu depan kuliah sambil kerja !" jawab Ica menyeruput kuah mie. Tak ada kursi mahal ataupun dekor cafe yang instagramable, hanya duduk melantai diantara tumpukan kardus barang di sebuah gudang penyimpanan barang barang minimarket, bertemankan mop lantai dan sapu.
"Ikut gabung, " tiba tiba saja pak Wandi datang dengan mie yang sama dan duduk di sebelah Ica.
"Gue udah selesai Mer, gue balik depan. Takut dikira gue nyosor gebetannya kaya bebek !" Ica melengos pergi.
"Yahh Ca, masa saya ditinggal. Baru juga gabung !" ucap pak Wandi. Mata mbak Rini langsung mengilat melihat Ica didekati Wandi, tapi ia sendiri malah so jual mahal.
"Jadi cewek tuh jangan plin plan dong, jangan sana sini oke, tapi php ! so cantik," matanya memang menatap layar ponsel tapi jelas jelas sindiran telaknya ditujukan pada Ica, mbak Rini lalu so sibuk dengan merapikan rak barang.
Ica menghela nafasnya, jika harus dikeluarkan hari ini, Ica ikhlas..toh uang gajinya bulan ini sudah ia terima dan masuk ke dompetnya. Masalah pekerjaan ia akan mencarinya lagi, begitupun uang untuk tabungan kuliahnya, sudah ada untuk 2 semester ke depan. Ica menarik lengan bajunya ke atas pundak, ia meraih mop lantai yang berada di gudang dengan hentakan kaki dan amarah. Bahkan Wandi dan Meri saja bisa merasakan aura kelam sang ratu kegelapan dari tubuh Ica.
"Ca, loe kenapa?" tanya Meri.
"Mau cuci otak orang, biar ga suudzon terus !" jawab Ica.
"Gawat mas Wan !! Ica kayanya mau ngamuk !" jawab Meri menyimpan sembarang cup mienya, malahan belum sempat minum.
Ica menenteng mop lantai yang masih basah, kebetulan sekali mbak Rini sedang berjongkok merapikan produk makanan. Tau yang melintas adalah Ica, ia kembali melayangkan sindiran telaknya, lidah memang tidak bertulang sangat fleksibel dalam bicara.
"Jadi cewek ko kesannya mur4han, sini oke sana oke !" Ica melotot, ia langsung mengarahkan mop lantai ke arah kepala dan rambut mbak Rini lalu mengelapnya kasar bak lantai kotor.
"Makan tuh lap !! cuci otak dulu dari kotoran dan debu, biar ga selalu berfikiran negatif sama orang !" dengan emosi ia mendusel dusel lap di kepala mbak Rini yang mengaduh dan berontak, ia menepis mop itu.
"Heh, cewek gemblung ! dasar gila !" mbak Rini tak mau kalah, ia menjambak Ica. Perkelahian tak terelakkan. Meri dan Wandi melerai keduanya. Meri tak kuasa menahan kedutan di bibirnya melihat kepala mbak Rini yang basah dan semrawut juga bau pengharum lantai.
"Cewek saravvvv !" pekik mbak Rini, meraih raih Ica, tapi karena Ica sudah dibekali dengan tekhnik taekwondo saat SMA, ia dengan mudah menepis dan membalas mbak Rini.
"Ca, udah !! mbak Rini !! malu diliatin orang !" lerai Meri.
" Meri, Ica sudah ! kalian seperti anak kecil saja ! tak malu apa ?!" ucap Wandi.
"Mas Wandi, dia perempuan gila ! dia yang mulai duluan mas, masa kepalaku di tempeli mop lantai kotor dan basah, " adu nya.
"Mulut mbak Rini dijaga ya, dari awal gue masuk aja mbak Rini udah sindir sindir. Kenapa? sirik, karena gue masih muda dan oke ?! Sekarang mbak Rini udah kelewatan, sabar itu ada batasnya ! gue udah cukup sabar !" teriak Ica.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Lalisa
benar tuh ca biar bersih otaknya 😅😅
2024-09-20
1
Lalisa
beuhhh
2024-09-19
1
Lalisa
😂😂😂😂😂
2024-09-19
0