“Kenapa mendadak bengini Mas?” protes Anton mendengar Johan akan langsung pulang hari itu.
“Katanya libur satu minggu, menginaplah barang beberapa hari. Aku senang mas Johan bersedia mampir ke sini” Anto mendesak
“Kalian besok kerja, ngapain aku bengong di rumah kosong ini sendirian” kilah Johan.
“Iya sih, memang mes ini kosong di jam kerja, tapi Mas kan bisa istirahat agar malamnya bisa ngobrol rame-rame lagi, atau keliling kota bersenang-senang seperti masa lalu” Anto masih meninta.
“Semalam kan malam minggu, kalian libur. Kalau hari kerja malamnya kita begadang seperti kemarin, bisa kena pecat kalian semua” kata Johan.
“Mas, mas. Ini perkebunan. Gak seperti kantor mas Johan di Jogja sana” Anton menerangkan.
“Ya.. begitupun sebaiknya kalian tertib pada jam kerja” Johan tidak paham ritme kerja perkebunan, tetapi sok bijak agar bisa menutup malu atas kesalahan telah mencoba menjadikan Leyna kekasihnya.
Johan hanya ingin segera keluar dari sana.
“Apa ada yang mendesak di Kampung hingga memaksa mendadak begini Mas?” Anto ngobrol sambil memainkan ponsel yang sinyalnya malu-malu di tengah perkebunan.
“Ngak juga sih, kangen sama ibu saja, mumpung liburan” kilah Johan.
“Halah, tumben ha ha ha.. gak salah dengar?” goda Anto. Ponselnya berdering.
“Sebentar mas, aku terima telepon ke luar, cari sinyal. Mas Johan mandi dulu sekalian” perintah Anto.
Johan mandi dengan cepat dengan harapan Anto segera mau mengantarnya ke jalan besar agar ia bisa ke terminal memesan tiket bus kembali ke Jawa.
Air terasa segar setelah semalam kurang tidur karena asyik berbincang dengan teman-teman sekampung halaman yang sedang merantau.
Berganti dengan TShirt bersih yang telah ia siapkan sebelum mandi, Johan melihat Anto terlihat tergesa-gesa masuk ke rumah.
“Kalau sudah siap kita berangkat sekarang Mas” Johan terperanjat.
“Jadi aku diusir nih?” seloroh Johan
“Enggaklah, gak diusir saja sudah gak betah begitu” Anto tersenyum melihat kakak sepupunya.
“Ini tadi telepon dari admin kantor yang biasa pesan tiket, kamu dapat pesawat pagi ini, tapi nanti transit dulu agak lama di Jakarta” terang Antok.
“Kenapa harus pesawat To, aku ke sini juga naik bus?” Johan terbengong-bengong.
"Aku tak ada uang sebanyak itu" lanjut Johan.
"Tiket sudah dapat, tinggal naik, nggak usah mikir macam-macam" cegah Anto.
“Biar cepat sampai rumah, nggak kelamaan di jalan, ada yang mau aku titipkan” Anto berganti pakaian tanpa mandi, hanya menyemprotkan minyak wangi. Mengambil kunci dan bergegas duduk di balik kemudi.
Johan hanya mengekor saja. Mobil ranger kendaraan dinas Anto meninggalkan mes.
“Apa benar Nike belum menikah Mas” deg! Johan tak nyaman setiap Anto menyebut nama Nike.
“Belum To” jawab Johan singkat. Ia tak ingin salah menjawab.
“Jadi benar Nike nggak laku karena perbuatan masa lalu?" Tanya Anto.
“Entahlah To, Beberapa kali dilamar, tetapi mau dijadikan madu. Dia nggak mau. Mungkin masih ada yang ditunggu” Johan melirik Anto yang mengendalikan rangernya agar tidak terlalu kuat terguncang di jalan tengah perkebunan.
Johan tidak ingin Anto tahu beberapa tahun terakhir ini , lewat ayahnya, Nike berusaha mengejar Johan. Padahal Johan sendiri sedak mabuk asmara kepada Leyna.
“Aku ikut berdosa Mas” Anto serius. Johan tersenyum.
“Halah lagakmu, gak usah GR, aku yakin bukan kamu bocah begundal yang dia tunggu” olok Johan.
“Sudah pasti Mas. Pasti sakit yang sangat dalam di hatinya saat harus menggugurkan kandungan waktu aku tinggal lari” sesal Anto.
"Belum tentu itu benihmu To. Kurasa Nike sudah tebiasa dengan permainan laki-laki" Johan menghibur.
“Dulu memang aku hanya mempermainkannya Mas, tapi waktu dan keadaan menyadarkanku kalau perbuatanku itu tidak benar. Aku tidak menyangka dia sampai hamil” Anto melanjutkan sambil terus berusaha menghindar lobang-lobang di jalanan.
“Mungkin memang bukan benihmu To, aku seperti budak baginya mengantar kesana-kemari bertemu beberapa laki-laki saat itu” Johan memberitahu Anto situasi saat itu.
“Aku tahu Mas. Kebanyakan mereka juga temanku yang ikut mempermainkan Nike. Tapi saat ini intinya bukan lagi itu Mas, aku merasa harus menebus hidupku di masa lalu” Anto sok religious.
Johan hanya memandangnya lekat-lekat, mencari kebenaran dibalik ucapan Anto.
“Andai Nike sudah ada yang meminang, mungkin bersalahku tidak akan sebesar ini, tapi mendengar sendiri dari Mas Johan bahwa kehidupan Nike yang berantakan, aku menjadi semakin menyesal” lanjutnya.
“Ya.. masing-masing sudah memilih jalan hidupnya sendiri kan To?. itu menjadi tanggung-jawab pribadinya” pernyataan sok bijak dari Johan.
“Yaah, garis hidup memang tidak bisa dilawan mas. Kalau aku saat itu hidup seperti saat ini, pasti perbuatan-perbuatan gila seperti itu tak akan terjadi” kata Anto.
“Kamu sendiri, apa belum ada pacar To, kamu belum sedikitpun membahas perempuan semalam” Johan baru menyadari semalam berbincang hanya fokus kepada keluarga tuan Hartanata.
“Entahlah Mas, aku agak trauma juga mau dekat dengan perempuan. Apalagi awal kehidupanku disini yang tidak
menentu. Makan untuk diri sendiri saja kadang tidak selalu ada, sangat berbeda dengan saat aku tinggal meminta kepada orang tua” kata Anto. Tangannya terus sibuk mengganti gigi persneling agar laju kendaraan nyaman dan terkendali.
“Kan kamu sudah punya jabatan, aku yakin kamu juga punya banyak tabungan. Mengapa tidak kamu coba memulai hubungan?” selidik Johan.
“Hmm.. Aku dipercaya jabatan karena satu-satunya pegawai yang enggan keluar perkebunan barangkali Mas, aku enggan bertemu banyak orang, kecuali dia relasi atau karyawan, entahlah, aku seperti trauma suasana perkotaan” jelas Anto.
“Kawin To, perempuan mungkin bisa menyembuhkan lukamu” nasehat Johan.
“Ha ha ha ha..” Anto tertawa lebar, berusaha melepaskan rasa sesalnya.
“Kok malah tertawa” tanya Johan.
“Aku yakin kalau memang perempuan bisa menyembuhkan luka batin, kamu pasti sudah kawin duluan. Ingat, setidaknya kamu satu tahun lebih tua dariku” Anto mengejek di sela-sela tawanya
“Yah, aku belum kan sukses seperti kamu kamu” Johan setengah membenarkan. Anto mencibirkan bibirnya.
Sampai di jalan raya, Anto melarikan kendaraan lebih kencang.
“Jangan sampai terlambat Mas, Aku gak mau kehilangan uang karena menukar tiket hangus ke perusahaan” Anto memberi alasan.
Bandara sudah kelihatan, Anto tak menurunkan laju sampai kendaraan berhenti di gerbang parkir.
Mencari posisi parkir sedikit menjadi sulit karena penjemput dan pengantar menumpuk pada jam yang sama, sedangkan mereka berdua datang sudah cukup terlambat.
Setelah parkir, berdua turun Anto mendekati Johan, menyempatkan diri menitip pesan.
“Mas, kalau aku menikahi Nike, apa kamu keberatan?” Johan terperanjat.
“Tidak perlu kaget begitu” Senyum Anto menatap Johan.
“Apa Mas Johan masih memendam cinta kepada Nike?” tanya Anto.
“Oh bukan To, bukan itu. Itu tentang Nike di masa lalu. Yakinlah To, belum tentu benihmu yang digugurkan keluarga Nike” Johan buru-buru menjelaskan.
“Bagiku bukan masalah Mas, Setidaknya biarkan Nike Bahagia dengan memiliki satu diantara kita. Johan terpaku.
"Sampaikan kepanya aku akan mengambil cuti dan segera melamar, jika ia tak keberatan" pesan Anto.
“ya, ya ya. Segera aku sampaikan ke Nike begitu aku sampai kampung halaman. Semoga ia tidak keberatan” Johan sedikit gelagapan
“Ini aku ada sedikit kenangan, semoga bisa menjadi tanda permintaan maafku kepadanya” Anto mengeluarkan sebuah kotak perhiasan.
Sebuah kalung emas dengan liontin berlian.
“Sudah lama aku membeli ini, tetapi aku tidak berani menitipkan ke anak-anak. Aku dengar dia begitu membenci aku setelah kutinggalkan. Aku harap jika mas Johan yang memberikan, Nike bisa berubah pikiran” Anto memelas berharap kepada Johan. Hati Johan menhjadi trenyuh melihat sepupunya.
"Bukan cincin To?" Tanya Johan.
"Ha ha ha.. Aku harus mengukur pakai jari siapa Mas? ada-ada saja" Anto masih saja bisa tertawa
Johan segera mnemasukkan ke dalam tas punggung yang belum lagi digendongnya. Mereka lalu bergegas berjalan beriringan.
Anto melihat pak Sukirman sopir pribadi tuan Hartanata di ruang tunggu kedatangan yang mereka lewati.
Pengumuman panggilan terakhir untuk penumpang tujuan Jakarta yang telah turun dari Sigapura beberapa menit lalu terus berkumandang.
Anto masih sempat mengangguk kepada pak Sukirman sambil mendorong Johan agar segera memasuki pintu gerbang keberangkatan.
Menuju gerbang, tak sengaja mata Johan sekilas melihat keluarga Tuan Hartanata di gerbang kedatangan.
Leyna dalam balutan busana mewah menatapkan matanya lekat ke wajah Johan dari kejauhan dengan raut muka penuh pertanyaan.
Namun rasa malu, rasa rendah diri mendorong Johan untuk mempercepat langkahnya berlari melewati gerbang keberangkatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments