Pesawat berangkat pagi. Subuh Johan sudah dijemput taksi. Johan berusaha datang ke bandara terlebih dahulu ketimbang Deny dan Alfon. Perusahaan menyerahkan semua tiket kepada tanggung-jawabnya sebagai motor tim.
“Alfon belum sampai Pak” tanya Deny ke Johan. Turun dari taksi, Deny segera menuju ruang tunggu sesuai janji.
“Belum Den, tidak apa-apa kita tunggu dulu, masih cukup lama Boarding, aku sengaja datang sedini mungkin” ujar Johan
“Kamu sudah pernah bepergian lama Den” Tanya Johan. Deny adalah pegawai perusahaan yang asli kelahiran Jogja.
“Belum pak” Jawab deny.
“Keluargamu tidak keberatan kan?” Tanya Johan kembali.
“Awalnya keluarga sempat meminta untuk tidak berangkat Pak. Minta ganti yang lain saja, tetapi setelah saya jelaskan mereka bisa menerima” Jelas Deny.
“Kamu sendiri bagaimana? Tidak terpaksa kan?” Johan menyelidik.
“Saya senang sekali Pak, ini pengalaman yang sangat berharga bagi saya” jawab Deny.
“Syukurlah, karena ini akan jadi hari-hari berat kita tiga bulan ke depan, jika ada yang bekerja dalam keterpaksaan, akan menimbulkan kesulitan tambahan” ujar Johan.
“Iya pak, saya siap” Deny meyakinkan pimpinan timnya.
“Itu alfon sudah tiba” Johan menunjuk taksi yang baru masuk loby bandara.
Deny bergegas membantu membawakan barang-barang Alfon yang terlihat berlebihan.
“Memang beda persiapan bepergian laki-laki sungguhan dengan laki-laki jejadian” Johan masih sempat menggoda Alfon yang terlihat seksi meski penampilannya selalu tomboy.
Tshirt ketat dipadu celana panjang jeans, menjadi busana favorit Alfon jika sedang tidak menggunakan seragam kerja.
“Heh Pak, masih pagi-pagi lho, jangan sampai kuah soto tumpah di kemeja Bapak yang masih wangi” meski umur terpaut jauh, dan yunior di perusahaan, Alfon tahu Seniornya ini senang diajak bercanda sarkas.
Johan nyengir kuda, pura-pura takut.
“Ayo cepat, nanti kalau terlambat boarding kalian aku titipkan di bagasi lho” Johan bercanda.
Alfon bersungut-sungut melihat ketua timnya senyum-senyum bahagia kalau berhasil menggodanya.
“Sudah pamitan belooom” sambil berjalan Alfon menggoda seniornya. Wajah Johan langsung berubah.
“Pamit siapa” kilah Johan.
“Nah kan, ntar ada yang nemu bagaimana kalau yang ditinggal nggak dibungkus” goda Alfon merasa menemukan senjata tandingan.
Johan tidak menjawab.
Karena mentaati pesan Leyna akan kesibukannya serta persiapan proyek Johan yang selalu sampai malam membuat Johan tak sempat saling berhubungan.
Johan ingat dia pergi tidak berpamitan, tidak sempat menitipkan pesan.
Terdengar pemanggilan penumpang, bertiga terburu-buru menuju pesawat yang akan segera lepas landas mengantar mereka ke tujuan.
Penerbangan ke Kalimantan tak membutuhkan waktu lama, namun perjalanan menyusur sungai menggunakan bus air membutuhkan waktu yang sangat melelahkan. Mereka menikmati semua perjalanan itu dengan candaan-candaan yang membuat lupa akan rasa bosan.
Sebuah kawasan lahan yang baru dibuka dengan perkantoran yang cukup sederhana membutuhkan konsultan professional untuk infrastruktur rintisan.
Perusahaan Johan beruntung mendapat proyek berbiaya besar. Jika bisa selesai sebelum tiga bulan, selain
bonus mereka tidak harus berlama-lama di pedalaman.
“Maaf Pak, Bu, kami tidak bisa menyiapkan hotel di sini. Semoga mess cukup nyaman untuk orang kota seperti bapak ibu” sambut perwakilan perusahaan saat pertama tim Johan datang.
“Jika ada sesuatu yang dibutuhkan, bisa menghubungi kami kapan saja. Karyawan kami akan dibuat piket untuk mendampingi keperluan bapak ibu” penjelasan perwakilan perusahaan.
“O iya, bagaimana kami berkomunikasi dengan pusat” tanya Johan.
“Nanti kami utus karyawan ke kota untuk menghubungi perusahaan bapak” jawabnya.
Ketiganya mengkerutkan kening.
“Maaf pak, di sini sumber energi saja masih mandiri. Tidak ada provider komunikasi selain di kota” Perwakilan perusahaan tersenyum tanda minta diberi maklum.
Rumah kayu cukup bersih dan kokoh masih terlihat baru. Peralatan panel surya terlihat menutupi seluruh atap bangunan. Listrik tenaga surya menjadi andalan di kawasan ini karena letaknya yang jauh ke pedalaman.
“Selamat beristirahat sampai besok di upacara penyambutan” perwakilan perusahaan meninggalkan mes menyisakan kelelahan perjalanan kepada tim hingga terlelap melampaui malam.
***
Waktu terus berjalan.
Bertiga mereka tenggelam dalam pekerjaan. Pedalaman Kalimantan terasa begitu membosankan bagi orang-orang yang terbiasa dengan kebisingan dan hiruk pikuk perkotaan.
“Fon, kamu istirahat dulu saja sana, biar aku kerjakan sendiri” perintah Johan melihat yuniornya sudah sangat kelelahan.
“Tinggal sedikit kok Pak” Alfon bersikeras.
“Sudaaah. Sana, berani nggak balik ke mes sendiri” Johan mendekati kursi tempat Alfon duduk memegang lengannya dengan lebut agar alfon mau beranjak.
“Baiklah Pak, maafkan Alfon” diperlakukan begitu lembut oleh seniornya, Alfon pun mengalah.
“Mengapa Deny kali ini lama sekali ya pak ke kotanya?” tanya Alfon.
“Mungkin orang kantor juga masih kesulitan menyelesaikan masalah kita Fon” Johan menebak.
Deny bertugas menghubungi kantor di Jogja jika masalah yang dikerjakan di pedalaman ini tidak dapat dipecahkan tim.
Perjalanan dari pedalaman ke kota terdekat dimana komunikasi keluar pulau dapat dilakukan membutuhan waktu lebih dari sehari.
Jika terjadi masalah deny diutus ke kota, maka hanya Johan dan Alfon yang bekerja siang malam di pedalaman, ditemani karyawan yang piket namun hanya dapat mendampingi mengingat para karyawan itu belum diberi pelatihan.
“Semoga ini menjadi penyelesaian akhir ya Pak, Alfon sudah terlalu lelah” keluh Alfon tak juga meninggalkan ruangan.
“Ya.. ya.. aku akan berusaha agar kita bisa dua bulan saja di sini” janji Johan.
Johan melihat dahi Alfon penuh dengan keringat. Johan menempelkan punggung telapak tangan kedahi Alfon dan merasakan panas demam.
“Ayo aku antar ke mes Fon” ajak Johan
“Tidak usah pak, Alfon sendiri” Alfon berjalan sempoyongan
Johan menangkap tubuh Alfon yang hampir limbung dan segera menggendongnya.
“Berat Juga bocah ini” gumam Johan.
Tak ada yang dapat membantu Johan karena pegawai pendamping sudah kelelahan dan tidur di mes masing-masing. Tidak enak jika harus mengganggu istirahat mereka.
Tertatih di tengah gelap malam dan penerangan terbatas, karena mereka harus berhemat sumber listrik, Johan menggendong alfon di punggungnya.
Panas tubuh Alfon yang dibalut jaket terasa sampai punggung Johan
Malam cukup pekat, lampu led di kamar mes terasa reman-remang. Johan membaringkan Alfon di tempat tidurnya. Melepas jaket yang terlihat tidak nyaman dipakai tidur.
“Dingin sekali” keluh Alfon mulai menggigil. Johan menyelimuti alfon dengan selimut tebal. Ia menjadi tidak tega meninggalkannya.
“Minum obat ya” Alfon mengangguk, Johan mengambil persediaan obat demam yang dibawa dari Jogja.
“Ini diminum dulu” Johan menyorongkan obat dan segelas air
“Apa yang kamu rasakan fon” tanya Johan masih dalam kepanikan.
“Dingin sekali pak, rasanya otot juga sakit semua” keluh Alfon yang bekerja terlalu keras.
“Aku harus bagaimana?” batin Johan yang tak terbiasa menghadapi orang sakit.
“Mau aku pijat” Johan menawarkan. Alfon diam saja.
“Fon mau aku pijat?” Johan menegaskan sambil menatap wajah Alfon mencari jawaban. Alfon memejamkan matanya.
Johan menduga Alfon mau di bantu meringankan rasa capeknya, tetapi pasti ia malu karena yang ada didekatnya adalah senior pria.
Johan duduk di tempat tidur mencoba memulai memijat telapak kaki Alfon. Tidak ada reaksi. Hanya terlihat alfon menikmati pijatan-pijatan Johan yang meringankan beban ototnya. Pijatan dilanjutkan Johan ke otot-otot yang dirasa dapat meringankan beban.
“Kalau sakit atau nggak nyaman bilang ya” Lama Johan memijat Alfon.
“Sudah Pak. Cukup” Alfon membuka matanya dan meminta. Tetapi tubuhnya masih mengigil menahan dingin karena demam belum reda seluruhnya.
Johan menempelkan punggung tangannya ke dahi Alfon, demamnya berkurang setelah reaksi obat yang diminum.
“Maafkan Alfon Pak” ujarnya berkaca-kaca, Johan serasa remuk hatinya melihat juniornya sakit di rantau.
“Sudah istirahat saja. Jangan memikirkan pekerjaan dulu” hibur Johan.
“Kamu bekerja terlalu keras” lanjut Johan.menatap wajah cantik Alfon, Johan tergoda untuk menciumnya, namun ia tak tega.
Lama Johan duduk di tempat tidur sebelah Alfon melihat alfon masih sesekali mengigil, kantuk datang makin berat, hingga tak sadar ia tertidur disampingnya.
Sesekali terbangun Alfon memiringkan badan menghadap ke seniornya berharap mendapatkan kehangatan.
***
Johan membuka matanya. Sadar tidur di ranjang orang. Disampingnya Alfon sudah tidak ada. Suara air di kamar mandi mes gemericik tanda sedang ada yang menggunakan.
Johan enggan beranjak dari ranjang meski sadar bukan tempatnya. Rasa lelah mengganggunya untuk bangkit.
Selesai mandi Alfon kembali ke kamar melihat Johan masih tiduran di ranjangnya. Malu rasanya semalam dia setengah sadar tidur memeluk seniornya untuk mencari kehangatan.
Rasa sakit badannya membuat kesadarannya tidak penuh dan menjadikan Alfon berlaku sedikit ceroboh. Tetapi apa mau dikata, semalam hanya ada mereka berdua.
Bau wangi tubuh Alfon yang selesai keramas membuat Johan bangkit terduduk.
“Sudah baikan Fon? Kok pagi-pagi sudah mandi?” tanya Johan.
“ini sudah siang Pak” Johan melongok keluar, matahari sudah cukup tinggi.
“Aduh, jadi aku yang tidur tak kenal waktu, padahal kamu yang sakit” kata Johan.
Di sudut kamar, Alfon menyerigai sambil mengeringkan rambutnya yang basah sehabis keramas.
“Lho kamu malah keramas?” tanya Johan
“Iya pak” jawab Alfon
“Sakit kok malah keramas kamu ini bagaimana sih?” cerca Johan
“Maaf Pak, ternyata Cuma sakitnya perempuan, saya sering begitu” Wajah Alfon memerah menahan malu.
“Jadi kamu semalam Cuma mau haid?” seru Johan. Alfon mengangguk malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments