“Selamat untuk kerja keras kalian semua” ujar Pak Edy menyambut kepulangan tim Kalimantan di ruang rapat.
“Sebagai ucapan terima kasih perusahaan akan memberikan bonus dan hadiah cuti tambahan” lanjut pak Edy.
“Hari ini usai rapat tim Kalimantan boleh langsung pulang untuk beristirahat, cuti tambahan satu minggu depan, sedang tim pusat mendapat cuti tambahan 3 hari bergiliran mulai minggu depan” pak edy memaparkan
“Apakah ada yang keberatan?” tanya pak Edy.
“Tidak Paak” seru para karyawan kompak dengan wajah yang puas.
“Baiklah, kita cukupkan sekian dulu, silahkan melanjutkan sesuai dengan jadwal masing-masing” Pak Edy meninggalkan ruangan diikuti senyum ceria para karyawan yang senang mendapat limpahan rejeki tahun ini.
Johan tidak langsung pulang ke kos, kali ini ia akan mampir ke kos Leyna entah diterima atau tidak.
Dua bulan lebih lima hari akhirnya pengerjaan proyek di pedalaman tanpa jalur komunikasi dengan Leyna maupun keluarga membuat rindu dendam di hati Johan.
Alangkah terkejutnya kos sepi, dan terlihat gerbang terkunci. Johan menuju ke rumah bapak kos dan mencari tahu.
“Kos sepi ya pak?” Tanya Johan.
“Lho nak Johan, sudah lama tidak kelihatan ya, kemana saja?” bukannya menjawab pertanyaan yang memang tidak butuh jawaban, bapak kos malah seakan terkejut melihat kedatangan Johan.
“Iya pak, ada proyek luar kota” jawab Johan.
“Anak-anak sudah pulang semua mas Johan” mereka kan selesai ujian awal.
“Leyna ke mana pak?” Johan heran, selama ini Leyna tidak pernah pulang ke kota kelahirannya semenjak pertama menginjakkan Jogja.
“Lah, masa tidak tahu? Leyna pulang bersamaan dengan hari Lusi pulang kampung” terang bapak kos.
“Ah sial, cerita apalagi ini” rutuk Johan dalam hati.
“Baiklah Pak, saya pulang dulu” pamit Johan.
“Ya mas Johan” jawab bapak kos.
Sesampai di kos Johan mendapati kanebo kering dan si Tambun menonton TV berdua saja.
“Eeey mas Johan, mana oleh-olehnya?” seru berdua.
“Nanti ambil dikamar, masih di dalam tas ini” ujar Johan
“Asyiiiik” duo anak kos merasa gembira.
“Yang lain kemana?” tanya Johan.
“Sudah pulang kampung mas” jawab Tambun.
“Kalian tidak pulang” Tanya Johan
“Yah.. nasib mahasiswa Junior mas, ujian selalu jatuh di jadwal akhir.
“Nikmatilah semasa masih Junior, naik semester dikit nggak sempat istirahat kalian nanti” nasehat Johan
“Baik senioooor” jawab duo kos sambil cekikikan.
Johan hendak beristirahat ketika kanebo kering mengganggu dengan informasi yang mengusiknya.
“Eh Mas, seminggu lalu mbak Leyna ke sini” seru kanebo kering.
Johan yang sudah masuk ke kamar melongokkan kepala di pintu.
“Nyari mas Johan” lanjutnya.
“Ya iyalah, masa nyari kamu” potong si Tambun.
“Halah kamu ini diam” kanebo kering menggertak.
“Apa benar mbak Leyna nggak tahu kalau mas Johan dapat proyek ke Kalimantan?” lanjut kanebo kering tetap dari depan televisi.
“Dia bilang apa?” Tanya Johan penasaran.
“Nggak bilang apa-apa sih, langsung lari saja keluar sana sambil menangis saat tahu mas Johan masih di Kalimantan” kata kanebo.
Johan membatalkan istirahatnya, bersigegas menuju ke kampus menemui teman seangkatannya yang sekarang bekerja sebagai tata usaha.
***
Berbekal alamat yang didapatkan dari tata usaha kampus, Johan nekat naik bus ke lampung.
Beruntung ia memiliki teman baik yang bekerja di kampus, sehingga bisa membuka data mahasiswa. Teman Johan juga mengenal baik Leyna sebagai kekasih Johan.
Libur dan bonus yang didapatkan Johan dimanfaatkan untuk perjalanan. Anggap saja liburan akhir tahun.
Rindu dendamnya kepada Leyna membuat matahatinya gelap, sehingga ia nekat ke kota yang belum pernah ia datangi seorang diri.
Sesampai di Lampung Johan bertanya kesana kemari untuk mendapatkan angkutan menuju alamat yang dipegangnya.
Setelah beberapa waktu perjalanan Johan tiba di alamat yang dia cari. Angkutan menurunkannya di depan rumah besar dan mewah.
Dengan tas dipunggung, Johan berjalan menyusuri jalanan itu ke kanan dan kiri sampai beberapa bangunan untuk melihat rumah-rumah di sebelah rumah besar tersebut.
Johan meneliti nomor-nomor rumah disekitar situ untuk memastikan sopir angkot tidak salah menurunkan dirinya.
Akhirnya meski ragu-ragu ia kembali ke depan rumah besar berhalaman luas dengan taman yang asri.
Johan mengira itu adalah sebuah penginapan karena tidak ada papan nama hotel atau kantor di depannya, sementara beberapa orang satpam menjaga di pos yang jauh lebih besar dari kamar kosnya.
Melihat seorang yang terlihat seperti kebingungan penjaga keamanan menghampiri Johan, memaksa munculnya keberanian Johan untuk bertanya.
“Permisi pak, maaf numpang tanya, apa ini alamatnya sudah benar?” tanya Johan sambil menyodorkan kertas bertuliskan alamat yang diberikan pegawai TU kampus, temannya.
“Ya betul” jawab satpam itu setelah mencermati tulisan pada kertas.
“Ada keperluan apa?” tanya satpam.
“Eh, anu Pak” Johan ragu-ragu
“Apa ini rumah tinggal” Johan ingin memastikan.
“Benar, ini rumah Tuan Hartanata, pemilik perkebunan sawit terluas di Lampung” Satpam menjelaskan
“Eh.. ya sudah. Kalau begitu maaf, saya pasti salah” Johan hendak berbalik saat satpam bertanya.
“Sebenarnya ada keperluan apa?” satpam agak curiga dengan tingkah Johan.
“Nganu Pak" Johan terpaksa berhenti dan memberanikan diri bertanya.
"Apa ada yang bernama Leyna tinggal di sini” mendengar pertanyaan Johan pak satpam mengernyitkan dahinya.
“Bagaimana anda tahu?” satpam mulai curiga.
“Berarti ada ya?” desak Johan.
“Iya betul, Nona Leyna putri kesayangan tuan Hartanata” jelas satpam.
“Putri Tuan? Nona?” Johan mengeryitkan dahi. Diambilnya ponsel lalu membuka gallery foto, satpam menunggu dan memperhatikan gerak gerik Johan dengan seksama.
“Apa Nona Leyna wajahnya seperti ini Pak?” Johan menunjukkan sebuah foto yang dia ambil saat weekend bersama Leyna di Jogja setahun lalu.
“Betul, betul mas, beliau ini Nona Leyna” jawab satpam penuh hormat melihat foto Leyna.
Mendengar kenyataan itu, darah Johan berdesir keras.
Johan tidak percaya Leyna adalah putri dari pengusaha kaya, karena dia tidak pernah menampakan tanda-tanda berasal dari kalangan orang kaya. Bahkan Leyna selalu berkilah tidak pulang saat libur semester karena ingin hemat biaya.
Leyna tidak memegang ponsel, bahkan ia tak pernah memiliki ponsel yang model jadul sekalipun seperti mahasiswa yang lain.
Kulitnya juga sawo matang tidak putih bersih layaknya seorang putri, meski memang masih terlihat halus dan bersih.
Tidak pernah mau diajak jalan ke Mall dengan berbagai dalih dan alasan yang membuat Johan mengira Leyna malu karena Mall bukan kelas dolan mereka.
Bahkan hanya sekedar nongkrong malam mingguan di alun-alun selatan yang merupakan favorit mahasiswa yang baru mengenal Jogja, Leyna tidak mau.
Leyna memilih bermalam minggu di kos, berkeliling candi-candi kecil, jalan ke pantai yang tidak banyak dikunjungi orang.
“Putrinya…., putri.. angkat…., atau putri pembantunya barangkali Pak” Johan berhati-hati dan mengeja perlahan agar satpam tidak salah paham.
“Waduh. Anda ini wartawan atau biang gossip, jangan menghina tuan saya dong. Nona Leyna ini putri kandung tuan Hartanata” kata satpam itu mengira yang datang adalah wartawan.
“E eh, maaf pak bukan bermaksud begitu” buru-buru Johan menyahut karena tidak ingin membuat masalah.
“Tapi saat ini beliau sekeluarga sedang berlibur ke Singapura. Besok saja kalau mau wawancara, tinggalkan nomor di keamanan, nanti kami hubungi jika tuan Hartanata mengijinkan” cerocos satpam itu tanpa menanya lebih jauh tentang jati diri Johan yang dikira wartawan seperti tamu yang berseliweran sepanjang pekan untuk meliput kepulangan Nona besarnya.
“Keluarga habis pesta besar, setelah tiga tahun putrinya menghilang dan tidak mau ditemui, akhirnya pulang dengan selamat. Bahkan katanya sudah lulus kuliah di Jogja. Makanya setelah pesta, sekeluarga berlibur ke Singapura menikmati kebersamaan keluarga” Jelas satpam itu.
Johan hanya manggut-manggut, nyalinya makin menciut. Mulutnya kecut. kepala berdenyut-denyut. Ia menepuk-nepuk jidatnya memastikan tidak sedang bermimpi.
“Jika demikian gak salah kalau selama ini Leyna hanya membuatku menjadi mainan, memanfaatkan kekosongan hatinya dan sekarang mau meninggalkan diam-diam setelah selesai kuliah” begitu prasangka batin Johan menahan kelu.
“Baiklah Pak, kapan-kapan saja saya datang lagi untuk wawancara” Johan berbohong agar segera bisa hekang dari tempat itu.
“Ya..ya. , dua hari lagi sudah kembali, silahkan datang lagi ke sini” kembali satpam yang tidak sadar sedang dibohongi.
Johan melangkah gontai antara percaya atau tidak, antara mimpi atau kenyataan. Ia masih yakin ini sebuah
kesalahan.
Atau ia melakukan kesalahan karena berhubungan dengan seorang gadis tanpa pernah menggali latar belakang keluarganya. Kesalahannya karena setiap bertanya, Leyna selalu menjawab. “Sudahlah Jo, bahas yang lain saja” dan ia menyerah begitu saja.
Pusing, pening tujuh keliling, Johan memilih menikmati segelas kopi pahit di kedai pinggir jalan, menelusur isi kepala yang campur aduk hingga Johan teringat sepupunya yang bekerja di pulau Sumatera.
Johan meraih ponsel di saku bajunya, jemarinya mulai menggeser layar ponsel menelusur buku alamat hingga . didapatinya nama sepupumnya masih tersimpan.
“Hoey, ada apa Mas tumben, sudah lama sekali” suara Anto dari seberang sambungan.
“Boleh aku menginap di tempatmu To?” tanya Johan.
“Maksudmu?” tanya Anto tidak faham keinginan Johan.
“Bolehkah aku menginap di tempatmu barang semalam? Aku di Lampung ini” terang Johan
“Gila lo mas? Jangan bercanda ah?” Anto memastikan.
“Lha apa untungnya aku bohongi kamu, kamu masih di Lampung kan?” Johan meyakinkan
“Iyalah, masih di Lampung, mau ke mana lagi” Dari seberang sambungan Anto menjelaskan.
“Acara apa mas? Dimana? Sama siapa?” Anto memberondong pertanyaan.
“Sendirian kesasar, gara-gara naik bis sampai ketiduran. Aku diturunin di warung kopi ini, apa ni” Johan sedikit kesal, sambil membacakan nama kedai dan alamatnya.
“Iya deh, gak usah sewot begitu” Anto terkekeh-kekeh setengah tak percaya apa yang baru didengarnya.
“Gak terlalu jauh itu, sebentar aku jemput sekarang saja” Anto merasa senang kedatangan saudara sekaligus teman yang lama tidak berjumpa.
Johan menutup sambungan telepon, melanjutkan menyeruput kopi pahit yang tak terasa sepahit perjalannanya. Namun demikian, ia lega tak harus sepi sendirian di kamar hotel.
Ada Yulianto, putra paman, adik dari ayah Johan yang bisa diajak ngobrol sambil ngopi malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments