Malam yang santai, semua berkumpul di ruang depan rumah Johan menikmati siaran TV sambil berbasa basi.
Bapak dan ibu Johan duduk di kursi, sementara Johan dan Merry adiknya duduk di Kasur yang digelar di depan TV.
Leyna menggeletak di belang Johan dengan menumpangkan kedua kaki di Pundak Johan.
Sambil menikmati acara sesekali terdengar percakapan yang masih terasa kaku.
“Mbak Leyna kalau sudah mengantuk istirahat saja di kamar Merry” kata ibu Johan.
“Belum kok Bu, saya menunggu masih ingin bersantai melepas penat di sini” tolak Leyna.
“Nanti Merry tidur di kamar belakang Kak” ujar Merry, adik perempuan Johan yang hamper lulus SMA.
“Iya dik, nanti gampang” ucap Leyna.
“Ibu istirahat saja dulu, kan masih sakit” saran Johan kepada Ibunya.
“Ibu sudah baikan Jo, lagian masih jam segini” kata ibu Johan.
“Ibu langsung sembuh melihat mas Johan pulang bawa calon menantu ha ha ha ha” Merry cengengesan di hadapan orang tuanya yang sebenarnya agak keras dalam tradisi.
“Hush, kamu ini jangan kurang ajar sama ibumu” ujar ayah Johan.
“Lha memang begitu kok, bapak saja yang nggak perhatian sama ibu” sungut Merry.
“Mer, kamu ini. Mentang-mentang kesayangan bapak. Nggak boleh kurang ajar begitu” ibu Johan menasehati anak perempuannya.
“Iya eh, bapak sayang sama ibu, tapi dari jauh, ditinggal pergi-pergi terus” Merry makin kurang ajar saja. Namun demikian, ayah Johan tidak pernah memarahi anak kesayangannya itu.
"Kalau bapak nggak sayang ibumu apa jadi kamu" Ayah Johan hanya berpura-pura saja marah.
"Eits bapak, ada anakmu yang masih ingusan ini. jangan menyerempet bahaya ya" Merry berkata kepada Ayahnya berlagak menasehati.
“Ibu itu ya mas" Merry kembali ke topik yang ia buat.
"Setiap kali ngobrol sama aku yang diomongin Cuma cucu bu ini, cucu bu itu” Merry ini kalau sudah menggoda orang tuanya selalu membuat orang tertawa melihat mimik dan ekspresinya.
“ Kalau aku bilang begini:" Merry menegakkan duduknya sambil melirik ke ibunya
"Jika ibu sudah pengin menimang cucu, gimana, apa aku kawin saja….. ” lanjut Merry
“Hush kamu itu lho, contoh kakakmu yang kuliah sampai tinggi itu lho” ibu Johan memotong candaan Merry.
“Nah, tuh, kan. dengerin mas, jelas kan. Berarti kan pengin cucunya bukan dari aku” Johan melirik adiknya sambil melotot.
“Tahu nggak mas ….” Belum selesai Merry berkata.
“Nggak” sahut Johan memotong sambil cekikikan.
“Belum selesai tau” Merry kesal.
“Ya udah lanjut” ujar Johan terus terkekeh-kekeh.
“Sampai tadi siang tu ibu nggak mau makan, nggak bangun dari tempat tidur, sampai mandipun aku lap di tempat tidur” cerocos Merry
“Ya baguslah, adikku memang anak yang berbhakt kepada orang tuai” kata Johan.
“Gak butuh pujianmu” galak si Merry kepada kakaknya.
“Lha terus maksudnya apa nih” Johan makin terkekeh saja setiap berhasil menggoda adiknya
“Begitu sore " sambil menelan ludah karena bernicara tergesa, Merry melanjutkan.
"Aku beritahu bahwa mas Johan pulang bawa calon menantu, beliau langsung bangkit ke dapur mau memasakkan sayur asem kesayanganmu” kata Merry sambil melirik Leyna yang tersipu-sipu.
“Kan ibu sudah beristirahat seharian Meeer, capek tiduran terus” kilah ibu Johan.
“Heilah" Mulut Merry monyog bak emak-emak tukang gosip.
"Sebelumnya mau minum saja minta diambilkan" ibu Johan hanya menggeleng-geleng melihat tingkah putrinya.
"Pantaslah anak kesayangannya pulang. Bawa gadis cantik calon menantu pula” Merry pura-pura iri kepada kakaknya.
“Jadi sudah jelas kan selama ini ibu sakit karena pengin punya cucu, dan jelas itu bukan dari aku yang masih imeyut” Kata Merry dengan kedua telunjuk menunjukk ke pipi tebalnya sambil memelengkan kepala seperti anak TK.
Mereka bercanda sampai malam sementara Leyna hanya diam sambil sesekali tersenyum malu kena goda adik Johan.
“Sudah sana tidur, besok bangun pagi-pagi jalan-jalan, siapa tahu ketemu juragan sapi yang pengin nambah istri” canda Johan.
“Huh, enak saja. Daripada jadi istri kedua, mending aku kawin sama pegawai negeri yang masih perjaka” Merry bangkit berjalan ke kamar belakang sambil berusaha menendang kaki kakaknya.
Johan sudah tahu tingkah dan kebiasaan adiknya dia menarik kakinya sambil berusaha menjegal kaki Merry sampai kaki Leyna yang masih menumpang dipundak Johan terjatuh.
"Kalau itu mah banyak yang rebutan" teriak Johan dilihatnya Merry menjauh sambil menjulurkan lidah.
"Seperti itu lho mbak Leyna, kalau berdua sudah ketemu, ribut saja kerjanya" kata ibu Johan sambil bangkit berdiri dibantu ayah Johan.
“Istirahat yang nyaman ya mbak Leyna, ibu mau tidur dulu” ibu Johan menuju ke kamarnya di belakang, diikuti oleh ayah Johan.
“Senang ya Jo, keluargamu akrab sekali” Leyna berkata setengah berbisik, sepeninggal keluarganya yang sudah sunyi di kamar belakang.
“Tidak sepenuhnya seperti yang kamu lihat Ley. Kamu belum sepenuhnya mengenal mereka” ungkap Johan
“Aku berharap bisa lebih mengenal mereka” kata Leyna.
Johan membalikkan badan dan berbaring di samping Leyna yang sejak tadi dipunggunginya. matanya menatap gadis yang sangat dicintainya itu dalam-dalam.
Leyna membalas dengan senyuman dan kecupan lembut mendarat di bibir Johan. Mereka berdua menikmati TV hingga Leyna tertidur.
Melihat Leyna tidur , Johan mematikan lampu ruang depan, menonton TV tanpa penerangan. Hingga lelap tak sadar menerpa dirinya.
Johan telah memasang timer agar TV mati sendiri saat ia tertidur, hingga gelap gulita menyelimuti ruang depan rumah keluarga Johan
***
Waktu menunjukkan pukul 02:00 dini hari, Johan merasakan kecupan di bibirnya berkali-kali, ia terbangun dengan gundah karena mengira terjaga saat sedang bermimpi bermesraan dengan Leyna.
Johan setengah sadar membuang rasa gusar, melihat Leyna ada di sampingnya. Cintanya bergelora. Ia hendak meraih tubuh Leyna sesaat berkata :
“Antar aku ke belakang Jo, gelap sekali aku takut” Johan tersadar dan segera beranjak.
Johan berjalan ke belakang tanpa menyalakan lampu, karena sudah hafal betul sudut-sudut rumahnya. Tangan Leyna digandengnya dengan lembut.
Ruang belakang tempat kamar-kamar keluarga tetap diterangi lampu kecil agar jika malam harus keluar kamar tetap terlihat. Remang cahaya dari situlah yang tadi dimanfaatkan Johan dari ruang depan untuk menuju ke kamar mandi.
Selesai urusan di belakang Johan bergandengan ke ruang depan tempat mereka berdua tidur.
“Aku nggak bisa tidur lagi Jo” Leyna bergumam di telinga Johan, sesaat mereka berbaring di kasur.
“Mengapa? Kamu takut? Mau kunyalakan lampu?” tanya Johan.
“Jangan” Cegah Leyna saat Johan hendak bangkit.
“Kalau terbangun tengah malam aku suka sulit tidur” kata Leyna kepada Johan.
“Baiklah aku temani” Johan menenteramkan kekasihnya.
Johan berusaha melihat ekspresi wajah kekasihnya dalam gelap, namun sia-sia. Pekat lebih kuat dari matanya yang masih muda.
“Omongan Merry apa benar Jo?” tanya Leyna tetap setengah berbisik. Takut membangunkan yang lain.
“Nggak usah didengarkan, adikku itu memang suka selengekan Ley” kilah Johan.
“Apa kamu tidak suka ibumu ingin segera bercucu?” Leyna terus mengejar.
“Ehmmm.. sepertinya aku belum siap untuk menjawab itu Ley, Karierku baru saja mulai” sergah Johan
“Tapi kata-kata Merry begitu meyakinkan. Kulihat mata ibu berbinar-binar meski kata-kata yang beliau ucapkan berkebalikan” Leyna meyakinkan.
“Entahlah, apakah aku bisa membahagiakannya” keluh Johan.
“Memberi cucu kepada seorang ibu, tidak semudah lulus kuliah dan mencari pekerjaan” lanjut Johan kembali.
“Sesulit itukah” tanya Leyna.
“Mungkin tidak bagi orang lain. Beberapa teman sekolahku, teman bermain saat kecil bahkan anaknya ada yang sudah cukup besar” Johan mengingat-ingat sahabat-sahabatnya yang telah membangun rumah tangga.
“Lantas” mendengar Johan terlalu lama diam, Leyna bertanya.
“Yah, mereka tinggal di sini Ley. Memiliki warisan untuk dikembangkan.Orang tua mereka memiliki usaha yang sudah mapan” kata Johan.
“Kamu kan sudah kerja Jo” kata Leyna.
“Tiga tahun Ley, belum ada apapun yang bisa aku tunjukkan. Aku tidak mau gagal di masa depan” Johan bersikeras.
“Kamu gak pernah yakin dengan kemampuanmu Jo” Leyna seakan memendam rasa ingin mengungkap kelemahan Johan yang selama ini dia benci.
“Lalu, siapa perempuan yang bersedia merawat benihku untuk menjadi cucu ibuku” kebodohan Johan yang membuat Leyna sangat benci dan menghalanginya untuk sepenuhnya mencintai terus berlanjut.
"Kamu ini selalu bodoh dan tidak percaya diri Jo" ungkap dalam hati Leyna.
Mereka diam dalam kegelapan. Hingga Leyna berguling untuk memeluk Johan. Melingkarkan sebelah tangannya ke punggung Johan.
Merasa nyaman Johan mendekatkan wajahnya ke wajah Leyna. Mencium kening, pipi, dan ******* bibirnya. Rutinitas yang biasa setiap kali mereka bermesraan.
Dua sejoli yang dimabuk asmara saling berpagutan dalam pelukan, hingga mata Johan tak lagi tertahan, meski kokok ayam mulai bersahutan.
"Johan bukan bodoh Ley, ia hanya rendah dirinya karena ia dari keluarga miskin" Johan bermimpi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments