Berlari-larian kecil, Johan dan Leyna berusaha mengejar bus PATAS yang terlihat sudah siap berangkat.
“Tinggal satu kursi Mas” teriak assisten bus yang sudah bersiap menutup pintu depan. Johan berlari mendekat ke pintu bus yang siap berangkat itu,
“Yang satu berdiri nggak apa-apa Pak” teriak Johan berusaha mengalahkan deru mesin-mesin bus yang saling bersahutan berbaur dengan asisten bus yang ramai meneriakkan tujuan bus mereka.
“Maaf mas, kami nggak boleh begitu. Nanti saya ke sangsi dari pengawas perjalanan dari perusahaan” bus ini memang terkenal disiplin dalam melayani penumpang. Johan sangat kecewa.
Bus sudah mulai mundur dari area parkir Ketika seorang penumpang mengejarnya. Terpenuhi sudah seluruh kursi bus itu dan mereka berangkat ke tujuan.
Johan kembali ke ruang tunggu peron terminal tempat Leyna menantinya dengan kecewa.
“Sepertinya itu bus PATAS terakhir pagi ini” keluh Johan kepada Leyna.
“Naik bumel saja Mas,Mbak” seorang asisten bus menawarkan kepada Johan dan Leyna setelah melihat mereka gagal mendapatkan kursi PATAS.
“Itu PATAS terakhir zona pagi mas, nanti sore baru ada lagi” kata asisten bus.
“Siang biasanya ada kan pak?” tanya Johan.
“Iya tapi bus terusan dari kota lain, bukan khusus berangkat dari sini” Jawab asisten bus.
“Memang kenapa kalau bus terusan Pak?” Leyna ikut bertanya kepada asisten itu.
“Ya nggak bisa diharapkan mbak, bisa jadi kursi sudah penuh dan tidak ada yang turun di sini,
atau kalaupun ada belum tentu dua kursi berdampingan” Leyna merasa ngeri jika harus perjalanan panjang sementara Johan duduk jauh darinya dan ada penumpang lain terutama pria di sampingnya.
“Sudah naik bumel saja mas, ini kami siap berangkat kok, masih banyak tuh kursi yang berdampingan.
“Bumel emang kendaraan apaan sih Jo?” bisik Leyna kepada Johan.
“Oh bumel itu bus yang berhenti di sembarang tempat untuk menaik-turunkan penumpang sesuai permintaan” terang Johan kepada Leyna.
“Kalau PATAS kan hanya berhenti untuk menaikkan penumpang di dalam terminal saja” lanjutnya.
“Memang bedanya apa?” Leyna masih belum paham penjelasan Johan.
“Ya jelas kenyamanannya, selain waktu tempuh menjadi lebih lama, bumel bisa mengangkut penumpang sampai berdesakan seperti ikan pindang” terang Johan.
“Ongkos bus bumel jauh lebih murah, makanya mereka mencari pemasukan sebanyak-banyaknya dengan menumpuk penumpang seenaknya” Leyna terus menatap wajah johan entah paham atau tidak dengan perkataanya.
“Ya sudah naik bumel saja?” ujar Leyna.
“Kamu serius?” Johan menatap mata Leyna untuk meyakinkan ucapan gadisnya.
“Memangnya kamu mau duduk di peron ini sampai sore Jo” Leyna menguji.
Sebenarnya dengan Leyna didekatnya, apapun akan terasa nyaman dilakukan. Apalagi cuma duduk di peron seharian. Tetapi tentu saja Johan tidak mau gadisnya bengong hampir seharian di emperan terminal.
"Aku nggak mau kalau nanti naik bus terusan harus duduk sendirian" Leyna beralasan.
“Ayo mas, nanti harus menunggu 15 menit lagi kalau nggak berangkat bareng saya sekarang” asisten bus meninggalkan mereka berdua menuju pintu depan yang masih terbuka.
Sopir bus seperti sudah tidak sabar menekan-nekan gas dan membunyikan klakson hingga memekakan telinga.
“Jo” ujar Leyna sambil menggandeng tangan Johan dengan lembut mendahului Johan menuju pintu bus.
Setiap Namanya disebut Leyna, apapun akan dilakukan Johan. Seperti kerbau ia mengikuti langkah Leyna.
Menaiki tangga bus agak tergesa-gesa dari pintu depan, Johan memilih kursi kosong yang berjajar dua. Kursi bus bumel berformasi 2 di sebelah kiri Lorong dan 3 di kanan. berbeda dengan kursi bus PATAS yang kiri kanan berformasi 2-2.
Johan meminta Leyna duduk dekat jendela agar lebih nyaman. Bus segera berangkat, kondektur berkeliling menarik ongkos.
“Turun mana mas” tanya kondektur. Johan menyodorkan uang dan menyebut tujuan terminal kota berikutnya.
Bus keluar dari terminal dan berjalan dengan kecepatan tinggi, namun di halte dekat perempatan yang jaraknya
hanya 5 KM dari terminal sudah berhenti. Menunggu 15 menit sampai bis berikutnya terlihat di kejauhan.
“Kita nanti turun di terminal kota berikutnya saja Ley” kata Johan.
“Mengapa nggak terusan saja Jo” tanya Leyna
“Terminal berikutnya lebih besar, lebih leluasa memilih bus yang nyaman” jelas Johan
“Lagian kita tadi belum sempat sarapan karena tergesa-gesa” lanjut Johan
“Oh iya, aku pengin makan bakso saja” ujar Leyna. Johan tersenyum, baru sekali ini kekasihnya mengungkapkan keinginan menu makan saat berdua.
“Ya kebetulan di dekat pintu keluar terminal ada warung bakso yang enak dan murah. Aku sering makan di situ saat masih mahasiswa dan sering pulang ke kampung” senyum Johan tak henti-henti mengembang.
Bus berjalan dengan kecepatan seperti setan, tetapi di setiap kesempatan berhenti berlama-lama menunggu
penumpang atau menanti bis dengan tujuan sama di belakangnya. terlihat di kejauhan. Begitupun yang dilakukan bus yang berjalan lebih dahulu di depan.
Penumpang akhirnya berjubel berdesak-desakan. Meski demikian pengamen silih berganti naik turun di setiap perhentian.
Leyna tersenyum-senyum setiap pengamen menampilkan kemahirannya. Dari suara merdu sampai sember, dari lagu dangdut, koplo pop sampai keroncong semua ada. Pengemis tak mau kalah bergantian mengobral belas kasihan.
Perjalanan yang melelahkan tak terasa karena tangan Johan terus digenggam Leyna di pangkuannya. Sesekali Leyna meremas dan memegang erat jemari Johan, sambil melemparkan senyuman.
“Permisi mbak, mas. Suka rela asal ikhlas” begitu para pengamen menyodorkan wadah untuk menarik belas kasih penumpang.
“Nggak usah semua dikasih Ley” Johan berbisik setiap kali tangan kiri Leyna memasukkan koin ke wadah pengamen.
“Biar saja Jo, ngeri juga lihat masnya penuh tato begitu” ujar Leyna memberi bukan karena terhibur, tetapi karena kasihan atau takut melihat pengamen dan pengemis.
“Masih lama ini Jo?” tanya Leyna.
“Bentar lagi Ley, kamu sudah capek?” kata Johan
“Belum sih, Bosan. Nggak tega juga melihat mereka berdiri berjubel sepanjang perjalanan” ujar Leyna.
“Ya resiko menumpang angkutan murah Ley. Tidak manusiawi” kilah Johan
“Makanya tadi aku berusaha mengejar PATAS, aku sendiri sudah biasa, tapi aku kasihan sama kamu” lanjutnya.
“Nggak apa-apa Jo, aku cuma lapar” Leyna berusaha menghibur Johan.
“Tuh, terminal sudah kelihatan” ujar Johan, Leyna berusaha setengah berdiri agar bisa melongok ke depan. Bus
berbelok tajam memasuki gerbang terminal. Penumpang yang berdiri berpegangan erat agar tidak terjatuh ke samping sambil berkeluh.
Belum lagi benar-benar berhenti, penumpang yang didekat pintu sudah berloncatan ke luar. Mereka seperti diburu hantu dan ingin segera terbebas.
Johan menggandeng tangan Leyna. Mengenakan tas punggung di depan dadanya.
“Kok kamu bawa tasnya begitu sih” Leyna heran.
“Sini gentian aku bawakan” lanjutnya.
“Sst.. nggak usah. Kamu nggak tahu, suasana begini biasa dimanfaatkan tangan jahil” bisik Johan
“Begini lebih aman agar aku bisa mengawasi” tuh lihat di depan.
“Ihh…” Leyna ngeri. Sorang pria melotot ke arahnya, sementara teman-temannya sedang beraksi di kerumunan penumpang di pintu belakang.
“Sudah jangan lihat, pura-pura tidak tahu saja” ujar Johan ikut ngeri.
"Dopetku dan HPmu Jo" Leyna khawatir.
"Masih aman di dalam" bisik Johan kembali.
Johan menarik tangan Leyna dan turun melalui pintu depan. Sesampai di bawah ia terus menyeret Leyna menjauh dari bus, khawatir berurusan dengan para penjahat.
“Pelan Jo” Leyna sedikit berlari mengikuti Langkah Johan yang panjang. Johan melambatkan langkahnya setelah yakin tidak ada masalah dengan mereka.
“Kita makan bakso dulu Ley, diwarung itu nggak apa-apa?” Johan menunjuk warung bakso yang dulu menjadi
langganannya.
“Iya Jo Lapar sekali aku” ujar Leyna.
Mereka berdua memasukki warung sempit yang ramai dengan pelanggan yang sedang makan siang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments