“Masuk sini Min, mana yang lain” Anto mempersilahkan Suparmin, tetangga di kampung yang bekerja di perkebunan ini juga.
“Itu Pak, sebentar juga nyusul” Jawab Suparmin, beberapa tetangga yang Johan ingat wajahnya namun lupa nama-namanya karena sudah lama Johan tidak melihat mereka tumbuh besar karena kuliah ke Jogja.
“Ini di rumah Min, gak usah panggil aku Pak, biar awet muda, ini mas Johan anak pakdeku, bukan tamu perusahaan” Parmin hanya tersipu.
“Ini anaknya pakde Darmo, itu anak Lik Trisno” kata Anto mengenalkan orang-orang yang baru masuk kepada Johan.
“Mereka tertarik ikut ke sini, saat aku mudik tiga tahun lalu. Dikiranya aku sukses karena sudah tak pernah balik ke kampung, jadi mereka tergiur bekerja di perkebunan” Anto menjelaskan, anak-anak itu menggangguk memberi salam kepada Johan.
“Awalnya aku juga terlunta-lunta Mas” Anto mengawali cerita tanpa diminta.
“Setelah lari dari rumah, aku ikut truk lintas propinsi. Kebetulan aku kenal sopir yang biasa menginap di hotel pinggiran itu” Anto mengenang masa lalunya.
“Sampai di Sumatra dia mengenalkan aku ke mandor perkebunan yang memberiku pekerjaan, agar aku bisa bertahan hidup karena aku lari tak membawa bekal yang cukup” lanjutnya.
“Kenapa kamu nggak ikut kerja di truknya saja” tanya Johan
“Sudah ada kru, lagian aku juga khawatir jika truk sedang ke Jawa, aku akan ketahuan dan kembali dikejar-kejar” jawab Johan.
“Setelah berpindah-pindah perusahaan perkebunan, aku terdampar di perkebunan yang pemiliknya hampir bangkrut ini” lanjut Johan.
“Dalam suasana perusahaan tak menentu, kami frustasi, berbulan-bulan tak menerima gaji yang layak, sampai kami dengar perkebunan dibeli PT. Hartanata Jaya, dan kehidupan kami mulai berubah” Johan memperhatikan.
“Ayo Min, dibuka, itu oleh-oleh yang dibawa mas Johan tadi. Kopinya bikin sendiri, gak usah manja minta dilayani” seloroh Anto. Parmin dan teman-temannya menuju dapur berurutan.
“To, Jangan ceritakan tujuanku ke mari kepada yang lain lho ya, jangan permalukan aku di hadapan anak-anak yang nanti bisa membawa aibku ke ibu di kampung” cegah Johan saat dia sedang berdua dengan sepupunya.
“Iyalah mas, aku paham. Aku bukan Anto yang dulu, aku ceritakan yang perlu-perlu tanpa menyangkut namamu” Anto menenenangkan Johan.
Selesai membuat kopi, semua kembali ke ruang tempat mereka berkumpul.
“Lah gak bikin pakai teko saja Min? kok Cuma segelas-segelas” Tanya Anto
“Ada di dapur Mas, nanti tinggal tuang” Jawab Suparmin
“Ya tolong bawa ke sini, biar mas Johan nambah sekalian” perintah Anto semakin meyakinkan Johan bahwa Anto pasti bukan orang sembarangan di perkebunan ini.
“Bawakan gelas besar yang masih bersih saja buat mas Johan” teriak Anto kepada Suparmin yang sudah di dapur.
“Baik Mas” Parmin tahu, malam bakal panjang jika Anto sudah asyik berbincang.
“Perusahaan yang bagus ini sempat terguncang tiga tahun yang lalu karena kelakuan putri pemiliknya” deg! Johan berdesir jantungnya.
"Nona Leyna" batin Johan.
“Memang ada apa dengan putrinya?” Johan penasaran.
Anak-anak yang lain sebenarnya sudah hafal kisah keluarga tuan Hartawinata, tetapi kisah itu tak lekang di telinga
mereka, apalagi setelah pesta besar sepekan lalu.
“Dia hilang dari rumah hanya membawa satu buah kartu ATM pribadinya, entah ke mana” kisah Anto.
“Kenapa?” tanya Johan.
“Entahlah, tak ada yang berani menanyakan, karena bagi keluarga Tuan Hartanata itu adalah sebuah bencana. Sebenarnya peristiwa itu sangat dirahasiakan karena menyangkut keselamatan putri tuan Hartanata yang berarti keselamatan perusahaan” Johan tak habis mengerti tapi menyimak dengan penuh perhatian.
"Bisa menjadi obyek penculikan, pemerasan, begitu maksudmu?" selidik Johan
“Kira-kira begitu, tetapi ada kabar burung mengatakan putri tuan Hartanata lari meninggalkan kampung halaman karena malu dicampakan oleh kekasihnya” Johan semakin berdesir jantungya.
“Itu kesalahan putri Tuan Hartanata yang manja dan temperamental” upfsh, benar, Leyna sangat temperamental dan sangat sulit dipahami hatinya bagi Johan.
“Sebenarnya pacarnya hanya berangkat pendidikan, dan bermaksud membuat kejutan saat telah lulus menjadi dan pejabat nantinya, selama di Jogja rupanya Nona tidak pernah mendengar kabar pacarnya itu. Terbukti dia tak pernah kembali ke sini, tak ada tanda bepergian ke kota lain dan menggunakan ATM hanya secukupnya layaknya mahasiswa hidup sederhana” lanjut Anto.
“Namun goncangan tak terlalu merusak perusahaan, karena beberapa bulan setelah kepergian, datang surat dari Jogja yang menyatakan tuan Hartanata tidak perlu khawatir, karena putrinya baik-baik saja dan sedang menempuh pendidikan, tuan Hartanata mengalihkan fokus pencarian ke Jogja” Anto mengingat-ingat rangkaian peristiwa.
“Pacarnya sendiri apakah sekarang sudah selesai pendidikan?” tanya Johan
“Iya, kabarnya bahkan sudah mendapat jabatan yang lumayan, saat pesta kemarin kabarnya beliau juga datang” jawaban Anto membuat hati Johan semakin remuk redam, nyalinya semakin dalam terpendam.
Rasa malu tak akan tertahan jika harus berhadapan dengan Leyna saat ini.
“Bagaimana mungkin perusahaan sebesar ini tidak bisa melacak keberadaan anak pemiliknya yang hilang To?” Johan penasaran
“Sudah kubilang tadi, larinya putri Hartanata bisa menjadi aib bagi keluarga kaya. Maka pencarian pun dilakukan secara rahasia, jika sampai terdengar orang jahat atau perusahaan pesaing, semua bisa berantakan” tegas Anto.
“Kecerdasan putri Tuan Hartanata juga bukan sembarangan, ia hanya menggunakan kartu ATM untuk menarik uang sebagai biaya hidup sederhana di lokasi pinggiran dan berpindah-pindah, setahuku dia juga sengaja kuliah di kampus tidak terkenal sehingga tidak terpikir oleh perusahaan untuk dilacak” Anto bercerita dengan gamblang.
“Selama di Jogja, Nona juga tidak pernah menghubungi dengan alat komunikasi, kecuali sekali surat yang dikirim dari luar Jogja untuk menyamarkan cap posnya” terang Anto
“Lalu seminggu lalu, apakah dia kembali ke rumah karena mendengar pacarnya telah selesai menempuh pendidikan?” meski sudah kehilangan harapan, Johan tidak menghentikan rasa penasaran.
“Yang kudengar bukan itu, dia pulang karena memang studinya sudah selesai dan rindu dengan keluarganya. Katanya dia sudah melupakan masa lalunya” terang Anto.
“Pesta yang besar, baru kali ini kami ikut merasakan pesta seperti itu Mas” Suparmin ikut menimpali.
“Seperti kisah putri raja yang kembali dari petualangan. Cantik sekali putri Tuan Hartanata. Semua pegawai bisa ikut pesta” Lanjut Parmin.
“Bahkan setelah pesta-pesta mereka berlibur ke Singapura, katanya besok baru kembali” deg! Johan seperti tertampar rasa malu yang tak tertahan, ingin ia segera lari pulang ke jawa, jika tidak tengah malam.
“Kok kamu bisa tahu sebanyak itu To” Tanya Johan kepada Anto.
Melihat Anto lama terdiam, Suparmin yang menjawab.
“Mas Anto kepala Mandor kebun disini mas Johan, dia yang selalu diajak tuan Hartanata saat tuan ingin berkeluh kesah tentang keluarganya” jelas Parmin
Johan tersenyum kecut. Ternyata ada juga begundal yang bisa sukses di rantau orang, meski meninggalkan jejak sejarah kelam di masa lalunya.
“Sis, kamu gak bawa minuman yang kamu simpan di mes” Tanya Anto.
“Anu pak Anto, saya sungkan sama mas Johan” kelit Siswo.
“Halah, begundal kampung itu apa sudah tobat, Ambil sana” perintah Anto.
Malam itu mereka tidak tidur, bergantian mendongengkan pahitnya hidup yang pernah mereka alami dengan begitu jujur dibawah pengaruh alkohol yang habis berbotol-botol.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments