“Pulang Jo, Ibu sakit” pesan yang disampaikan kerabat Johan melalui pesan singkat yang ia baca seusai mandi pagi.
Johan panik.
Ibunya memang sering sakit, tapi kerabatnya jarang memberitahu seperti kali ini.
Sejak Johan kuliah di Jogja ibunya tidak pernah memberitahu meski sakit. Beliau tidak ingin membebani masa depan Johan, begitu kilahnya. Maka pesan singkat itu membuat Johan khawatir.
Johan segera berusaha menghubungi orang kantornya.
“Selamat pagi Anna, maaf mengganggu ya” suara Johan membangunkan Anna yang masih enggan meninggalkan peraduan.
“Ada apa Jo, tumben sepagi ini menelepoku,suaramu seperti orang panik” tanya Anna dari seberang telepon.
“Maaf membangunkanmu An” basa-basi Johan.
“Nggak Jo, aku sudah bangun, Cuma masih santai di kamar saja” Anna meyakinkan Johan bahwa ia bersedia dihubungi.
“Maaf Anna, Aku nggak bisa menghubungi Pak Edy” Kata Johan. Pak Edy adalah kepala bagian di divisi yang membawahi tempat Johan bekerja.
“Iya Jo, akhir pekan beliau biasa mematikan alat komunikasi demi bersantai dengan keluarga” jelas Anna.
“itulah aku terpaksa langsung menghubungi kamu An” kata Johan.
“Apa yang bisa aku bantu Jo” dari seberang Anna semakin penasaran.
“Aku ingin mengajukan cuti tiga hari An, tapi tak akan sempat mengisi formulir ke kantor” Johan memohon.
“Mendadak begitu Jon, proyek bagaimana?” tanya Anna.
“Sudah kelar semalam, pekan ini kalau belum ada masuk baru divisi kami hanya bekerja rutin saja An” Johan menjelaskan.
“Ah ya, kamu tetap masuk Sabtu kemarin ya? Bahkan sampai sore?” tegas Anna
“Betul An, membereskan finishing proyek, semua sudah ada di meja pak Edy, beliau sudah tahu” jawab Johan
“Oh ya, kok mendadak Mau ke mana Jo? Ada keluarga sakit?” Anna memang orangnya detail dalam setiap perkara.
“Iya An, saudaraku memberi kabar ibu sendang sakit, aku diminta pulang” Jawab Johan.
“Baiklah, Besok di kantor aku yang temui Pak Edy, Setelah masuk saja nanti isi formulir cutinya” kata Anna.
“Terima kasih Anna, kamu tidak hanya cantik, tapi juga baik hati” puji Johan serius.
“Halah gombal, buktikan dengan bawa sagon kesukaan mama” Anna terkekeh-kekeh diseberang telepon, sempat-sempatnya anak menengok ibu yang sakit masih diperas membawa oleh-oleh.
Johan baru menutup sambungan dan hendak meletakkan telepon ketika pintu kamar terbuka dari luar.
“Aku ikut” Johan terkejut, suara datar Leyna. Rupanya sudah lama Leyna menguping dari balik pintu.
“Jo, Aku ikut” melihat Johan masih terpaku dalam kekagetannya, Leyna mengulang dengan tegas, bukan permintaan kalimat itu seakan sebuah perintah di telinganya.
“Aku mau menengok ibuku yang sakit di kampung Ley” kata Johan setelah pulih kesadarannya.
“Aku tahu, apa kamu kira aku tuli” Leyna adalah gadis yang keras. Tidak hanya keras kepala, namun sikapnya memang keras dan tegas.
Johan terpaku dalam kebingungan.
“Aku cuti tiga hari, mungkin akan aku habiskan selama tiga hari di kampung” jelas Johan.
“Aku sudah mendengar” ketus Leyna.
Johan sebenarnya merasa bahagia jika bisa mengajak Leyna berkenalan dengan keluarganya.
Namun sayang saat ini dalam situasi yang kurang pas. Selain karena kepulangan ini karena ibunya sakit, Johan khawatir suasana rumah di kampung membuat Leyna kecewa nantinya
Rumah sederhana yang tak memiliki fasilitas apapun, bahkankomunikasi masih cukup sulit di daerah sana.
“Mau apa Ley?” tanya Johan melihat Leyna membuka pintu almari pakainnya.
“Menyiapkan pakaian yang akan kamu pakai nanti disana” jawab Leyna. Johan sambil tersenyum mendekati kekasihnya dan memegang lembut tangannya.
“Tidak usah, aku masih menyimpan pakaian yang cukup di kampung” kata Johan tetap berusaha lembut.
“Baiklah kita berangkat” Leyna membalikkan badan sedikit mendorong Johan.
“Ley, bagaimana kuliahmu? Ini bakal Tiga hari” Johan tahu Leyna mahasiswa yang berdisiplin tinggi, nilai-nilainya bagus tak pernah absen kuliah, pertemuan, bahkan setiap kegiatan UKM dia selalu aktif.
“Aku bisa ijin” Johan memandangi Leyna dengan mata melotot penuh heran. Kepalanya dimajukan seperti kura-kura yang ingin meraih makanan.
“Ijin sakit” Leyna nerocos sendiri, Johan makin takjub dengan kemauan Leyna yang biasanya sakit saja masih tetap bersikeras berangkat kuliah, meski mata kuliahnya dianggap tidak penting bagi teman-teman yang lain.
“Jo, Kamu dengar tidak. Mau berangkat tidak?” jika sudah setegas itu kalimatnya dan nada mulai meninggi, Johan sudah tahu akibat jika dia tak segera menuruti.
“Baiklah, kita ke kos kamu, ambil pakaian untuk menginap” Johan mengalah.
“Tidak perlu. Kita berangkat sekarang” tegas Leyna.
“Tiga hari Ley, itu berarti melewati 2 malam yang artinya melewati setidaknya lima kali mandi” Johan menjelaskan.
“Aku bisa pakai Tshirt kamu disana nanti” seru Leyna. Johan ngeri membayangkan Leyna hanya memakai T-shirt di hadapan ibunya yang sedang sakit.
"Ayo, nanti keburu siang" Leyna makin mendesak.
"Anak ini kalau sudah ada kemauan sudah tak pakai pikiran" batin Johan.
Johan faham betul sifat kekasih hatinya ini, meski belum faham sepenuhnya apakah dia begitu karena pelampiasan rasa marah yang ditimbulkan entah oleh apa, atau karena memang dia sungguh sudah bisa menerimanya.
Selama berhubungan, Leyna memang sering berubah-ubah. Kadang begitu baik dan manis, kadang tiba-tiba marah tak tersentuh oleh nalar Johan.
Leyna mengambil tas punggung kesayangan Johan, memasukkan dompetnya sendiri yang selalu ia bawa jika keluar dari kos.
Meski Leyna tidak pernah melarang, Johan tidak pernah berani menengok, apalagi membuka isi dompet itu. Sejak kecil Johan dipesan oleh Ibunya, bahwa barang-barang bahkan milik istri sekalipun tidak etis jika kita mengusik tanpa seijin pemiliknya.
“Biar aku saja yang membawa” sergah Johan, Leyna mengulurkan tas kepada Johan.
“Perjalanan sekitar empat sampai enam jam Leyna, harus berganti moda 3 kali” jelas Johan. Leyna hanya diam saja. Mereka meninggalkan kos menuju halte.
“Kita harus ke terminal dulu agar bisa memilih tempat duduk yang kita inginkan agar perjalanan nanti nyaman” Kali Johan seperti berbicara pada boneka barbie. Hanya berkedip-kedip saja tanpa suara.
Berdua menaiki Trans Jogja dan duduk di bangku yang masih kosong untuk berdua.
“Ibu sakit apa?” Akhirnya topik pembicaraan berubah oleh Leyna, setelah angkutan umum itu melaju meninggalkan halte menuju jalur ke terminal.
“Belum tahu” Jawab Johan.
Johan merasa tersanjung Leyna entah sengaja atau tidak menyebut ibu, bukan ibumu.
“Apakah opname di rumah sakit” tanya Leyna.
“Seharusnya tidak. Jika opname, tentu memberi penjelasan” Johan juga masih menduga-duga.
“Kamu ini bagaimana sih Jo, tahu Ibu sakit tapi gak jelas keterangannya” omel Leyna.
“Ya, khabar baru kubaca, aku langsung minta ijin ke kantor” sanggah Johan.
"Aku belum menghubungi kerabat di kampung, kamu sudah nerocos saja" lanjut Johan
“Biarlah, toh nanti kita akan tahu. Doakan saja bukan penyakit yang membahayakan, hanya penyakit orang tua biasa” keluh Johan
“Apa ibu punya Riwayat penyakit Jo?” Tanya Leyna.
Jika berbincang dengan menyebut nama, Johan tahu kemarahan Leyna sudah mereda. Johan lega dan berharap perjalanan pulang ke kampungnya menjadi lebih nyaman dengan suasana hati kekasihnya yang sejuk.
“Setahuku memang ada darah tinggi, tapi biasa untuk usia seperti itu” jelas Johan
“lagi pula ibu merbadan gemuk, sehingga memang kemungkinan penyakit kegemukan seperti kolesterol dan darah tinggi ada” lanjut Johan.
Leyna memegang tangan Johan, mulai menggenggam erat jemarinya seakan ingin meyakinkan Johan bahwa situasi baik-baik saja.
“Semoga ibu baik-baik saja ya Jo” lirih Leyna lalu menyandarkan kepalanya ke Pundak Johan. Trans Jogja melaju membawa mereka ke terminal bus antar kota yang akan mengawali perjalan panjang dua pemuda yang dimabuk cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments