Pagi harinya Vian terbangun dalam keadaan segar. Dia melihat pakaiannya masih pakaian kemaren pagi, pakaian yang dipakainya pergi ke rumah sakit.
Vian berusaha mengingat semua kejadian yang terjadi kemaren. Mulai dari dia melihat Juan yang ternyata tidak keluar kota melainkan pergi dengan wanita yang waktu itu mengantarnya pulang saat mabuk. Sampai dengan Jero yang membantu dia membersihkan wajahnya dari makeup yang di pakai Vian pagi kemaren.
Vian meraih handuknya yang berada di gantungan. Dia kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Sebelum masuk ke kamar mandi, Vian melihat jam masih menunjukkan pukul setengah enam. Vian masih sempat untuk menikmati mandinya, dibandingkan kemaren pagi. Vian sudah mengisi bathup dengan air hangat dan sabun aroma terapi. Vian masuk ke dalam bathup dan berendam di sana.
Setelah cukup merasa rileks di badannya, Vian menyelesaikan ritual berendamnya itu. Dia kemudian keluar dari kamar mandi dan memakai pakaian kerjanya. Vian memakai dress yang kemaren di belinya. Setelah memakai pakaiannya, Vian merias wajahnya setipis mungkin. Dia tidak mau terlihat seperti orang kena tonjok dibagian pipi dan bagian lain wajahnya.
Setelah merasa penampilannya sudah oke, Vian turun ke lantai satu rumahnya. Dia melihat sepiring sarapan dan segelas susu sudah tersedia di meja makan.
"Nyonya silahkan makan." ujar Bik Ina yang ternyata telah membuatkan sarapan untuk Vian.
"Maaf Bik, nggak usah aja. Bibik aja yang makan ya Bik. Saya nggak berhak makan apapun di rumah ini. Saya akan makan di luar Bik." ujar Vian.
"Maksud Nyonya?" tanya Bik Ina tidak mengerti dengan perkataan Vian.
"Maksud Vian Bik. Vian nggak berhak untuk makan di rumah ini. Vian hanya punya hak tinggal saja. Jadi, mulai hari ini bibik nggak usah masakin Vian lagi. Vian akan makan di luar saja Bik." ujar Vian menerangkan kepada Bik Ina.
"Tapi Nyonya." ujar Bik Ina yang masih ingin mendebat Vian.
"Bik, Vian mohon jangan menambah dan makin mempersulit posisi Vian di rumah ini Bik. Jadi, lakukan saja apa yang Vian minta ya Bik." ujar Vian.
"Maafkan bibik Nyonya." ujar Bik Ina yang tidak tau kalau posisi Vian di rumah ini benar benar tidak dianggap sama sekali oleh Tuan mudanya itu.
"Tidak masalah Bik." ujar Vian.
Vian kemudian berjalan keluar rumah. Dia melihat Jero sudah membukakan pintu mobil untuknya. Vian menutup pintu bagian belakang itu. Dia membuka pintu depan. Vian duduk di sebelah supir.
"Ayo jalan." ujar Vian saat melihat Jero sudah duduk di kursi sopir.
Jero melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Mereka berangkat terlalu pagi. Sehingga menurut prediksi Jero, belum jam tujuh mereka sudah akan sampai di rumah sakit tempat Vian bekerja.
" Vian bukannya ini masih terlalu pagi untuk sampai di rumah sakit?" tanya Jero sambil melihat ke arah Vian.
Vian mengangguk, perutnya tanpa di duga dan di minta terdengar berbunyi. Jero tersenyum mendengarnya.
"Jadi kamu lapar?" tanya Jero.
Vian mengangguk.
"Kalau tidak salah, pagi tadi Bik Ina bukannya sudah memasak nasi goreng untuk kamu." ujar Jero sambil menatap mata Vian sebentar, setelah itu Jero kembali menatap ke arah jalanan yang mulai padat itu.
"Aku tidak boleh lagi makan di rumah itu kalau Tuan Muda tidak ada di sana." ujar Vian.
Jero dengan mendadak menekan pedal rem mobilnya. Dia kaget mendengar perkataan Vian. Hal hasil, karena pengereman mendadak yang dilakukan oleh Jero, mereka mendapat hadiah klason panjang dari pengguna jalan lain, makian dan jari tengah yang diacungkan oleh pengendara lainnya. Jero sama sekali tidak ambil pusing akan hal itu.
"Jero hati hati." ujar Vian.
"Sejak kapan?" ujar Jero dengan nada marah dan kesal.
Jero sama sekali tidak memperdulikan teguran yang diberikan Vian kepada dirinya.
"Sejak kejadian dia mengatakan kalau pernikahan ini hanya pernikahan bisnis semata. Dia mengatakan kalau dia tidak ada di mansion, maka aku tidak berhak makan di sana." Vian menceritakan semuanya kepada Jero.
Jero membuka seltbeltnya, dia memeluk Vian dengan sangat erat. Dia tidak menyangka Vian akan menerima hal sekeji ini. Jero baru paham kenapa selama ini Vian selalu makan diluar. Ternyata itu penyebabnya.
"Kamu yang sabar ya." ujar Jero memberikan semangat kepada Vian.
Vian mengangguk dalam pelukan Jero. Dia merasa terlindungi dengan adanya Jero di mansion dan kehidupannya sehari hari.
Jero melepaskan pelukannya. Dia kemudian mengetik pesan dengan ponsel biasanya kepada seseorang yang selalu di suruh suruhnya itu. Jero memesan sarapan favorit Vian seperti kemaren pagi.
"Kita berhenti sarapan dulu ya." ujar Vian.
Jero melihat jam tangannya.
"Tidak akan sempat. Aku sudah memesan sarapan melalui aplikasi." ujar Jero sambil mengusap rambut Vian.
"Makasi." ujar Vian lagi.
Jero melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Dia sudah tidak sabar ingin bertemu dan berbicara dengan orang kepercayaannya yang nanti akan datang mengantarkan pesanan Jero.
Tepat pukul setengah delapan, mobil yang dikendarai Jero berhenti di depan lobby rumah sakit. Vian turun dari mobil, dia langsung masuk untuk mengambil absennya. Sedangkan Jero pergi memarkirkan mobil.
Vian menunggu Jero di dekat alat perekam kehadiran. Jero menyusul Vian ke sana. Mereka berdua kemudian pergi menuju ruangan Vian.
"Nanti kalau makanannya datang langsung masuk aja ya. Aku akan nyiapkan sendok dan minuman dulu." ujar Vian yang langsung masuk ke dalam ruangannya.
Jero menunggu orang suruhannya di depan ruangan Vian. Setelah menunggu sepuluh menit orang suruhannya masih juga belum datang. Jero sudah mulai terlihat kesal dan marah.
'Dimana?' bunyi pesan chat yang dikirim oleh Jero.
'Sedang naik tangga' balas orang suruhan Jero.
Tidak berapa lama, orang suruhan Jero akhirnya datang juga.
"Kamu tunggu saya di kantin." ujar Jero
"Oke" jawab orang suruhan Jero.
Jero kemudian masuk ke dalam ruangan Vian. Dia melihat Vian sudah menyiapkan dua cangkir teh dan dua sendok. Jero mengeluarkan sarapan itu dari dalam kantong kresek. Dia memberikan untuk Vian satu dan untuk dirinya satu.
Mereka berdua kemudian sarapan bersama. Rutinitas yang sudah dua hari ini dilakukan Vian.
"Vian, aku ke kantin bentar ya. Tadi ada kawan sekampung yang saudaranya di rawat di sini. Jadi dia ngajak ketemuan di kantin." kata Jero memberitahukan kepada Vian.
"Laki laki kan?" tanya Vian.
Jero mengangguk, dia tau Vian cemburu kalau kawan Jero itu adalah perempuan.
"Oke. Jangan lama lama." ujar Vian yang sebenarnya tidak ingin Jero pergi. Tapi karena Jero ingin bertemu dengan temannya Vian akhirnya mengalah dan membiarkan Jero untuk pergi sebentar.
Jero kemudian keluar dari ruangan Vian. Dia berjalan menuju kantin rumah sakit untuk bertemu orang suruhannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 275 Episodes
Comments