Masih lanjutan Flashback👉
Tangisan dan raungan Bianca terus terjadi, sampai dokter mentitahkan suster untuk menyuntikkan obat penenang.
Setelah obat penenang disuntikkan, Bianca berangsur-angsur lemah dan tertidur.
Dokter mengangkat tubuh Bianca yang berada dilantai, Keatas brankar yang ada didalam ruangan kerjanya.
"Dok, sebenarnya. Bagaimana kondisi Papa sahabat saya?" tanya Yunita.
"Saya tidak bisa katakan, berapa persen lagi. Karena saya bukan Tuhan yang bisa memprediksi waktu hidup manusia, bisa saja penyakit Pak Yudistira sudah stadium 4. Tapi siapa yang tahu rencana Tuhan, mukjizat mungkin menghampiri Pak Yudistira. Berdoa, hanya itu yang bisa kita lakukan untuk saat ini."
Begitu sadar, Bianca langsung turun dari ranjang dan berlari menuju ruang rawat sang Papa. Tanpa melihat kiri kanan, Bianca langsung menubruk tubuh kurus sang papa, dan menangis tersedu-sedu.
"Kenapa? kenapa Papa tidak katakan, kalau Papa mengidap penyakit kanker...!" seru Bianca sambil menangis sejadi-jadinya.
Deg...
Jantung Papa Bianca, Yudistira langsung terasa tidak nyaman. Saat sang putri mengetahui penyakitnya yang di sembunyikannya selama ini.
"Kenapa pa.?" tanya Bianca yang meletakkan kepalanya di dada sang Papa, tangisan tersedu-sedu terdengar dari mulutnya.
"Bian.." sapaan lembut dan usapan jemari tangan seseorang, membuat Bianca tersadar, sang Papa tidak sendiri dalam kamar.
"Tante Maya." batin Bianca.
Bianca mengangkat kepalanya dan melihat dibelakangnya berdiri Tante Maya dan Om Budi Dwipangga.
Bianca buru-buru menghapus air matanya, dan menyalami kedua orang tuanya Jonathan Dwipangga. Orang yang baru saja meluapkan emosi dan kemarahannya pada Bianca.
"Tante, Om." sapa Bianca.
"Jangan nangis Bian, Papa tidak apa-apa. Papa akan bersama Bian, sampai Bian punya suami dan Bian memberikan Papa cucu yang lucu-lucu," ucap Yudistira, Papa Bianca.
Yudhistira tertawa kecil menatap wajah putrinya, dan jemarinya mengusap pipi Bianca yang kembali basah dengan air mata.
Tiba-tiba...
Papa Bianca terbatuk-batuk, dan napasnya terlihat sesak.
"Papa..! Papa kenapa!?" Bianca panik, begitu juga dengan kedua orangtua Jonathan.
Dengan sigap, Papa Jonathan. Budi Dwipangga memanggil dokter dengan memijit bel.
Seorang suster masuk, melihat Papa Bianca sesak, suster memanggil dokter.
"Tunggu di luar dulu ya Pak, Bu," ucap suster.
"Saya ingin di sini..!" tolak Bianca untuk keluar.
"Bian, ayo kita tunggu di luar," ucap Yunita, membujuk sahabatnya tersebut agar mau untuk keluar.
Dokter masuk dengan beberapa suster dengan membawa peralatan yang tidak diketahui untuk apa.
"Ayo Bian, kita tunggu diluar." Tante Maya mengandeng tangan Bianca untuk keluar.
Dengan berat hati, Bianca menurut.
Bianca duduk didampingi oleh Yunita dan Tante Maya, sedangkan Om Budi berdiri agak menjauh melihat kearah ponselnya.
"Maa, joe kasih kabar ini. Dia berangkat ke luar negeri," ucap Papa Jonathan menghampiri istrinya dan duduk disisi sang istri, setelah membaca pesan yang dikirim Jonathan.
"Kenapa mendadak, dia tidak ada bilang mau keluar negeri. Apa mungkin mau liburan dengan gadis itu?" ucap Mama Jonathan, yang terdengar dari nada suaranya. Ada rasa tidak suka.
"Tidak tahu Papa maa, padahal Papa ingin dia mengawasi sementara sekolah Bina bangsa. Sebelum Yudhistira benar-benar sembuh, ini anaknya main pergi saja tanpa mengatakan apapun juga." Papa Jonathan mengeluarkan kekecewaannya terhadap sang putra.
Bianca hanya mendengarkan apa yang dibicarakan keduanya, sekarang ini. Pusat perhatian hanya pada sosok didalam kamar, pada sang Papa.
"Ya Allah, berikan kesehatan dan umur panjang pada papa hamba ya Allah." batin Bianca.
Pintu kamar Papa Bianca terbuka, dengan keluarnya dokter dan seorang suster bersama dokter.
Bianca buru-buru berdiri dan beranjak mendekati dokter, begitu juga dengan Papa dan Mama Jonathan.
"Bagaimana Dok? bagaimana keadaan Papa saya?" tanya Bianca dengan perasaan yang cemas, dia takut dengan jawaban yang akan diberikan oleh dokter tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya.
"Maaf," ucap dokter.
Bruk...
Baru kata maaf, yang dikatakan oleh dokter. Bianca sudah tumbang.
"Bian...!" Yunita yang berdiri di sisinya, spontan memegang tubuh Bianca. Agar tidak jatuh Keatas lantai.
Begitu tersadar, Bianca sudah berada di rumah.
"Hanya mimpi." gumamnya, saat menyadari dia sedang tidur di atas ranjang dirumahnya.
"Kenapa diluar sangat ramai suara orang mengaji?" perasaan Bianca kembali cemas, begitu mendengar suara diluar kamarnya terdengar suara orang yang sedang berdoa.
Dengan cepat Bianca bangkit dari ranjang, dan berjalan keluar dari dalam kamarnya.
Begitu pintu terbuka, Bianca melihat kearah ruang tamu. Ada tubuh yang terbujur, ditutupi dengan kain panjang batik. Dikelilingi oleh orang-orang yang sedang berdoa.
"Papa." Bianca sadar, bahwa bukan mimpi. Yang dikatakan dokter memang terjadi.
"Bian." Yunita yang melihat Bianca berdiri didepan pintu kamarnya, langsung berdiri dan memeluknya.
"Relakan Om Yudistira Bian," ucap Yunita.
Dengan langkah yang tertatih-tatih dan dituntun oleh Yunita, Bianca menghampiri tubuh sang Papa yang sudah dalam keadaan tidur abadi.
"Papa...!" Bianca menjatuhkan tubuhnya memeluk sang Papa.
"Kenapa Pa ? kenapa Papa meninggalkan Bian, dulu Mama. Sekarang juga Papa, kenapa kalian berdua meninggalkan Bianca. Kenapa..!" teriak Bianca Histeris.
"Nak, jangan menangis lagi. Relakan Papa ya, nanti perjalanan Papa menuju ke rumah Allah tidak lancar Nak. Jika kau menangis seperti ini," ucap seorang pelayat.
"Papa jahat...!" seru Bianca lagi.
"Bian...!" suara dipintu depan membuat Bianca menoleh, dan melihat wanita setengah baya berlari masuk dan langsung memeluk Bianca seraya menangis.
"Budhe..! Papa jahat, dia meninggalkan Bianca sendiri," ujar Bianca.
Wanita yang dipanggil budhe oleh Bianca adalah kakak Papa Bianca, yaitu Budhe Tiara.
Hari itu juga, sang Papa di makamkan berdekatan dengan makam sang Mama.
Setelah semua pelayat meninggalkan rumah duka, di komplek sekolah Bina bangsa. Bianca tinggal berdua dengan budhe Tiara.
"Bian, ikut dengan budhe ya. Kau tidak mungkin tinggal sendiri di sini," ucap budhe Tiara.
"Bianca masih sekolah budhe, lagipula. Om Budi dan Tante Maya menghendaki Bianca tetap tinggal di sini," kata Bianca.
"Baiklah, budhe harus pulang lusa. Pamanmu juga kondisinya tidak begitu bagus," ucap budhe Tiara.
Setelah semua pergi, sekarang Bianca tinggal sendiri. Sebulan sudah sang Papa meninggalkannya sendiri.
"Aku tidak mungkin tinggal di sini, menurut Tante Maya. Mas Joe yang akan mengambil alih sebagai kepala sekolah di sini. Jika melihat aku masih tinggal di rumah ini, dia pasti akan mengusirku. Sebelum itu terjadi, aku harus pergi."
Akhirnya, Bianca mengambil keputusan untuk meninggalkan rumah. Hanya surat yang di tinggalkannya pada kedua orang tua Jonathan, yaitu Maya dan Budi Dwipangga.
🌟🌟 Flashback off 🌟🌟
"Mama...!" suara kecil nyaring memutuskan lamunannya.
Dengan terburu-buru, Bianca membersikan sisa-sisa air mata.
Next 👉👉👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Fajar Ayu Kurniawati
.
2023-08-31
0
liaa
Mata ku masuk habuk
2022-10-28
2
Dream Girl
Aduh 😭😭😭
2022-04-22
1