Wajah Tara terlihat memerah menahan amarah. Kata-kataku ternyata pedas sampai membuatnya sekuat tenaga menahan emosinya.
"Aku enggak ingin tahu sebenarnya. Hanya ingin memastikan saja kalau wanita itu harus lebih baik dariku." ujar Tara dengan suara bergetar.
"Tentu. Aku pernah salah memilih pasangan dan aku pastikan kalau aku tak akan salah lagi dalam memilih." jawabku. "Ada yang mau dibicarakan lagi tidak? Kalau tidak, aku mau balik ke kantor."
"Kamu... Kenapa terus menghindariku?"
Aku tersenyum sinis. "Lalu kamu mau aku seperti apa? Tersenyum terus? Selalu mengikuti kemana kamu pergi? Kamu sadar enggak sih kalau hubungan diantara kita udah berakhir? Lebih tepatnya, kamu yang mengakhiri! Kamu yang berselingkuh dan kamu pula yang menggugat ceraiku! Kamu sudah lupa?"
"Maksudku kita... em... Kita masih bisa berteman baik, bukan?"
Aku kini tertawa lepas. "Berteman? Dengan kamu? Benefitnya apa? Ha...ha...ha... Asal kamu tahu ya, ada dua jenis teman dalam hidupku. Teman yang beneran teman dan teman dengan benefit." aku mengangkat jari telunjuk dan jari tengah lalu menekuknya seperti membuat tanda kutip. "Kamu tau kan apa maksudku dengan teman dengan benefit?"
"Aku...."
"Sudah dulu ya. Aku harus pergi. Oh iya satu lagi, kalau ada teman istimewaku yang keluar dari rumahku sebaiknya kamu tutup mulut. Enggak perlu kamu ceritakan sama Mama dan Papaku. Enggak perlu ember dan bercerita seakan hidup kamu paling benar dan suci saja! Ini hidupku, dan bukan urusan kamu lagi!" aku berdiri dan meninggalkan Tara seorang diri.
Kupukul stir mobilku dengan kencang, meluapkan emosiku yang memuncak. Apa maunya Tara coba? Mengadukanku pada Mama, pamer kemesraan depanku dan sekarang malah ingin berteman. Gila memang! Dia pikir hatiku terbuat dari tahu apa? Lembut dan mudah dihancurkan begitu saja!
Aku kemudikan mobilku menuju showroom terbesar milikku. Aku kaget saat ada yang berlari di depan mobilku.
Ckiiiiiiiitttttt
Kuinjak rem dengan secepat kilat. Oh tidak, apa aku menabrak orang? Mati aku!
Aku keluar dari mobilku dan melihat keadaan. Seorang cewek sedang jatuh terduduk di depan mobilku. Kuperiksa keadaannya.
"Kamu enggak apa-apa?" tanyaku. Wajah gadis itu tertutup rambut.
Gadis itu mengangguk.
"Beneran? Mau ke rumah sakit buat periksa?"
Gadis itu mengangkat wajahnya, terlihat kini siapa yang kutabrak.
"Tari?"
Aku terkejut, bukan karena Tari yang kutabrak tapi aku kaget melihat wajahnya yang babak belur. "Kamu kenapa?"
Tari menghambur ke pelukanku seraya menangis histeris. "Huaaa.... Om.... Huaaa..."
Aku panik. Bagaimana kalau tangisannya memancing kedatangan warga?
"Kamu baik-baik saja kan? Bisa berdiri? Ayo masuk dulu ke mobil saya!" aku membantu Tari berdiri dan membukakan pintu mobil untuknya.
Benar saja, warga sudah mulai berkumpul. Bisa saja aku digebukin warga kalau tidak mengambil tindakan cepat.
"Saya kenal gadis ini. Permisi!" aku berlari ke pintu pengemudi dan langsung tancap gas. Tak mungkin membawa Tari ke showroom. Bisa menarik perhatian karyawanku dan menimbulkan rumor nantinya.
Kuputuskan membawa Tari ke rumahku. Mobil Tara sudah terparkir di garasi mobilnya. Aku berharap Ia tidak melihat Tari. Penampilan Tari kali ini bisa membuat Tara berpraduga yang aneh-aneh padaku. Loh kenapa aku jadi memikirkan apa yang Tara pikirkan?
Kubukakan pintu untuk Tari dan mempersilahkan Ia masuk ke dalam rumahku. "Masuklah!" ajakku.
Tari menurut. Ia masuk ke dalam rumah dan matanya memperhatikan setiap sudut rumahku.
"Duduklah dulu! Aku ambilkan kotak P3K dan air minum!"
Tari duduk di sofa. Kututup rapat pintu rumahku, jangan sampai tetangga super kepo mengintip.
Kubuatkan segelas teh manis hangat dan membawa kotak P3K ke ruang tamu.
"Kenapa mukamu sampai begini? Bukan karena tertabrak mobilku pastinya!" kubuka kotak P3K dan mencari kapas serta Betadine. "Minumlah dulu. Biar kamu lebih tenang."
Tari mengambil teh manis hangat dan meminumnya sedikit lalu menaruh kembali cangkir di atas meja.
"Angkat wajah kamu! Biar kuobati lukanya!" kuteteskan Betadine diatas kapas lalu mengoleskan ke wajahnya yang putih dan halus.
Aku heran bagaimana wajahnya bisa mulus dan halus padahal mana mungkin Ia punya uang untuk perawatan? Untuk hidup sehari-hari saja Ia sudah sulit!
Di pinggiran matanya ada sedikit memar, sama seperti di pinggiran bibirnya yang sedikit robek dan mengeluarkan darah. Ia tak menjawab pertanyaanku.
"Bapak tiri kamu yang melakukannya?" tebakku.
Tari mengangguk.
"Kenapa dia sampai melakukan ini padamu?" aku mengoleskan kapas berisi Betadine ke pinggiran bibinya, membuat Ia meringis karena terasa pedih.
Bukannya menjawab, Tari malah kembali menangis. Air matanya turun membuat mata indahnya terlihat sedih.
"Loh kok malah nangis? Cerita sama aku ada apa? Kalau enggak cerita, mana mungkin aku bisa tahu?" kuambil tisu dan menghapus air matanya.
"Om pasti bisa menolong aku! Tolong aku, Om. Tolong aku!"
"Tolong dalam bentuk apa dulu? Kalau menikahi kamu ya aku enggak bisa menolong. Aku enggak kepikiran mau menikah lagi." kataku dengan tegas.
"Aku.... Aku akan dijual oleh Bapak. " kembali Tari menangis. Tangisannya begitu memilukan dan menyayat hatiku.
"Dijual? Dijual gimana? Dia kan Bapak kamu, ya walau Bapak tiri namun tetap saja dia Bapak kamu! Mungkin hanya sekedar mengancam kali! Mana mungkin dia setega itu sama kamu!" aku tak percaya dengan yang dikatakan Tari.
Tari malah menangis makin lirih. "Om saja tidak percaya padaku, untuk apa aku berbohong? Aku sudah kehilangan semuanya. Rumah yang sekuat tenaga kupertahankan ternyata sudah dijual oleh Bapak demi membayar hutang judi dan minumannya. Kini, Bapak malah menjualku dengan seorang mucikari. "
"Ya kamu kabur dong! Kamu bisa menolaknya! Laporkan ke polisi!"
"Karena aku kabur makanya aku mendapat semua lebam ini di wajahku. Lapor polisi? Apa keadilan berpihak pada orang kecil sepertiku? Enggak akan! Keadilan berpihak pada yang punya uang seperti Om!" katanya penuh emosi.
"Tenanglah dulu. Minum kembali teh-nya." kataku.
Tari menghapus air matanya dan meminum teh kembali. Kini Ia lebih tenang.
"Om. Tari mohon... Tolong nikahi Tari, Om. Lindungi Tari dari kekejaman bapak tiri Tari. Hanya Om yang bisa Tari mintai tolong. Terserah setelah menikah Om mau memperlakukan Tari seperti apa. Mau Om jadikan pembantu, budak dan alat pemuas hasrat Om, Tari rela. Tari tak mau manjadi PSK yang menjajakan tubuhnya pada lelaki lain. Tolong Tari, Om. Tari mohon...."
Kini aku berada pada pergulatan batin. Sisi manusiawiku mulai meronta, mengalahkan sisi setan yang selama ini begitu menguasaiku.
Aku mengangkat wajahku dan menatap mata Tari yang sangat memohon kebesaran hatiku. Aku tak kuat berlama-lama menatapnya. Ia begitu rapuh, begitu sangat membutuhkan pertolongan.
"Tolong Tari, Om. Kali ini saja, maka Tari akan mengabdikan diri Tari untuk Om..."
Aku galau. Aku bimbang.
Pernikahan tentu bukan yang kupikirkan saat ini. Namun gadis ini butuh pertolonganku.
"Aku bayari saja semua hutang kamu!" putusku. Dua ratus juta bukan hal yang besar buatku.
"Bapak akan tetap menjual Tari, Om. Bapak bahkan sudah mengenalkan Tari pada teman-temannya. Tari akan dijadikan taruhan jika Bapak kalah judi. Kalau Tari sudah menikah, Bapak tak akan berani mengganggu Tari lagi. Tolong Tari Om... Tolong... "
Menolong dengan menikahinya? Bagaimana nanti aku menjalani pernikahan yang hanya berlandaskan rasa kasihan?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Queen Mother
Klo hatinya bersih wajahnya juga akan cerah n bersih 🤭 ga perlu dempul lagi
2023-07-15
0
Yuli Purwa
Gas Ken om duda nackal 🤭🤭🤭
2023-05-29
0
lecy
hadewww🤦 minta tlgnya minta dnkhin mlu...trlu murahan bgt si tarinya.mnta tlg tp mnta dibikhin...
2023-03-09
0