"Om... Ah.... Om...." Vira terus mendesah dibawah kungkunganku.
"You like it?"
"Mm... Om.... Su...ka...."
Aku tersenyum. Vira bahkan tak bisa menjawab pertanyaanku dengan tegas. Wajahnya memerah dengan suara mendesah yang tak henti sejak aku melakukan penyatuan.
"Masih mau lagi?" tanyaku setelah selesai pertempuran. Kucopot kon dom yang sudah kupakai lalu kubuang ke tempat sampah. Bermain aman adalah tipeku. Siapapun lawannya, selalu safety first.
Kukeluarkan lagi stok kon dom dari dalam laci nakas dan kutaruh diatas agar mudah kalau mau digunakan.
"Nanti dulu, Om. Nafas dulu!" jawab Vira dengan suara terengah-engah.
Aku tersenyum. Kurebahkan tubuhku di samping tubuh Vira yang terbaring lemah di atas tempat tidurku.
"Om, keren ih. Kuat banget. Aku sampai kewalahan dibuatnya." Vira mendekatkan tubuhnya ke tubuhku. Ia memeluk tubuhku seraya memainkan tangannya didadaku.
"Masa sih? Kamu kok tau aku kuat? Udah sering main ya?" tebakku.
"Hmm... Iya kalau lagi bosen. Tugas kuliah banyak, Om. Untuk menghilangkan penat ya obatnya senang-senang." ujar Vira dengan nada manjanya.
"Bukan karena uang jajan?" sindirku.
Vira menggelengkan kepalanya. "Udah dapet dari Papa. Kalau dari Om cukup kepuasan aja."
"Sekarang udah puas belum? Mau lagi?" kuangkat dagu Vira dan kucium bibirnya.
"Om ih... Vira mau..."
Aku tersenyum dan kucium lagi bibir mungilnya. Tanganku pun mulai memancing gairahnya. Permainan pun kumulai lagi.
****
Sinar matahari pagi yang menyilaukan membuatku dengan terpaksa membuka mataku. Rasanya belum lama aku tidur sehabis memuaskan hasratku pada anak mahasiswa yang kini memeluk tubuhku dengan erat, seakan takut aku pergi jauh.
Aku baru saja hendak tidur lagi ketika suara alarm yang memekakkan telinga berbunyi. Itu bukan suara Hp milikku. Apa mungkin...
"Vira! Alarm kamu bunyi tuh!" kugoyangkan tubuh Vira yang masih lemas sehabis kugempur semalaman.
"Hmm... Masih mau kok, Om. Tapi aku tidur dulu ya nanti lanjut lagi." racau Vira.
Aku menahan tawaku. Masih terbayang kehebatanku semalam rupanya dia.
Alarm yang terus berbunyi membuat aku sebal. Merusak pagi indahku saja!
"Vira, kamu matikan atau aku buang Hp kamu!" ancaman yang membuat Vira langsung duduk tegak.
"Aku matikan, Om!" Ia mengambil Hp miliknya dari tas selempang kecil yang Ia bawa. Matanya membulat saat melihat jam berapa ini.
"Ya ampun Om! Vira harus pulang! Papa udah pulang dari Turki! Lagi di bandara sekarang. Vira bisa diomelin kalau ketahuan enggak pulang!" Vira terlihat panik seraya mengumpulkan semua pakaiannya.
"Mandi dulu saja sana! Biar aku pesankan taksi!" ujarku.
"Iya, Om!"
Kuambil Hp milikku dan kupesankan taksi untuk Vira. Kupakai celana boxer milikku dan menunggu Ia selesaiii mandi.
"Cepatlah! Taksinya sudah mau sampai!" teriakku.
"Iya.... Iya. Aku udah siap kok, Om!" Vira memakai bajunya yang semalam. Kuberikan salah satu jaket milikku dan memakaikan padanya.
"Buat kamu! Pakailah!"
"Ah... Om baik sekali!" pujinya. "Anterin sampai depan ya, Om!"
Vira menarik tanganku dan menggandengnya, membuat aku terpaksa menurutinya.
Kuantar Vira sampai depan rumah, tepat dengan Tara yang sedang mengantar Damar pergi kerja. Tara melihat siapa yang kuantar dengan penuh rasa ingin tahu. Matanya membulat saat melihatku keluar dengan hanya memakai boxer saja.
"Om, jangan lupain Vira ya! Om tau kan dimana cari Vira?" Vira mengalungkan tangannya dengan manja di leherku.
Aku tersenyum. "Pulanglah! Hati-hati di jalan!"
"Cium dulu, Om!"
Aku melirik ke arah Tara yang tak jua masuk ke dalam rumah. Ia melihatku terus, mungkin tanpa berkedip sama sekali?
"Ayo dong, Om!" rengek Vira layaknya anak kecil.
"Taksi kamu udah nunggu tuh!" aku berusaha menghindar, namun monyet kecil ini tak mau menyerah dengan mudahnya.
"Cium dulu! Baru Vira pergi!" Ia memajukan bibirnya dan menciumku dengan hot.
Kulepaskan ciumannya, tak enak dengan supir taksi yang menunggu sejak tadi.
"Sudah! Hati-hati di jalan!" kubukakan pintu taksi dan memberikan uang 300 ribu pada Vira untuk membayar uang taksi. "See you later!"
"Dadah Om Ganteng!" teriak Vira sambil melambaian tangannya. Kubalas lambaian tangannya dengan senyum. Bagaimanapun anak itu sudah memuaskanku semalaman.
Aku menatap taksi Vira yang berjalan pergi, tanpa sadar kalau Tara sudah berjalan mendekatiku dan kini berada tepat di sampingku.
"Dia siapa?" tanya Tara.
"Not your bussiness!" aku berbalik badan dan hendak masuk ke dalam rumah, Tara tak membiarkan aku pergi dengan mudah. Ia mencekal langkahku.
"One night stand?" tebaknya. Kini Ia melihat tubuhku yang banyak berubah. Penuh dengan otot sejak aku rajin berolahraga.
"Kenapa? Penasaran?" kutepis tangan Tara dan menatapnya tajam.
"Masih bisa memangnya? Kuat one night stand?" sindirnya sambil menyunggingkan seulas senyum.
Sudah kuduga dia akan kembali menghinaku. "Mau coba?" kudekatkan wajahku dengan wajahnya. Kulihat matanya yang indah, ya Tara memang cantik. Wajar Damar mau merebutnya dariku.
Tara mundur selangkah. Masih menatapku dengan tatapan tajam namun penuh penghinaan. "Udah pernah tuh dan... " Tara mengangkat jari telunjuknya, pertama berdiri tegak lalu menekuknya secara perlahan. "Lemah... Enggak bakal mampu memuaskanku."
Kalau aku yang dulu, pasti aku akan emosi dan menghajarnya. Mencekiknya dan mungkin membunuhnya. Tapi aku kini sudah berbeda. Aku tak mau mengotori tanganku untuk perempuan seperti itu lagi. Tak pantas rasanya.
Aku memasang senyum di wajahku. "Kalau Vira enggak puas, tak akan dia bersikap posesif seperti tadi. Dan satu lagi, mungkin bukan punyaku yang lemah seperti yang kamu pikir. Bisa saja kamu yang kurang... menggairahkan? Hmm... Hati-hati ya, nanti Damar akan nyari gratisan lagi seperti kamu dulu. Kamu kan gratisan!"
Wajah Tara memerah. Ia pun melayangkan tangannya hendak menamparku. Dengan sigap aku menahan tangannya dan menghempaskannya dengan kencang.
Sekali lagi aku tersenyum meledek dan masuk ke dalam rumah. Kutinggalkan Tara yang terlihat begitu marah.
Entah kenapa aku merasakan kepuasan karena berhasil membuat Tara marah. Akhirnya aku mulai bisa membalasnya. Dan aku akan membalas setiap sakit hati yang Ia goreskan padaku.
****
Kuputuskan hari ini tidak pergi ke show room. Lebih baik memantau harga saham dari rumah saja. Aku pun meminta Mbak Inah membuatkan cemilan dan segelas kopi untuk menemaniku bekerja.
Aku duduk di teras rumah, sudah ada kursi dan meja yang biasa aku gunakan untuk bekerja. Menikmati harumnya kopi sambil terus memantau pergerakan harga saham yang bisa dengan cepat naik dan dengan mudah dibanting bandar sampai ARB.
Mataku melihat pemandangan tetangga baruku. Nampak Damar sudah pulang di siang hari. Beda memang kalau anak orang kaya bisa seenaknya pulang kapan pun yang dikehendaki.
Aku kembali fokus memperhatikan harga saham yang siang ini berada dalam zona hijau. Aku sudah menjual saham-saham yang mendatangkan keuntungan. Lumayan uangnya untuk bekal bersenang-senang nanti.
Konsentrasiku buyar manakala mendengar suara barang pecah dari dalam rumah tetangga depan rumahku. Aku melihat ke arah depan rumahku, mulai terdengar suara marah namun tak tahu apa yang dikatakan.
Kuperhatikan terus sambil sesekali mataku ke layar laptop dan menyesap segelas kopi. Lalu kulihat Damar keluar dari rumah, menendang pot bunga anggrek kesayangan Tara sampai jatuh terguling.
Apa yang sudah terjadi? Apakah Tara mengalami KDRT? Apa sebaiknya aku lihat? Aku jadi penasaran bagaimana kehidupan rumah tangga Tara? Kalau menderita dan tak bahagia ya.... syukurlah!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
Hahah skak mat. Balas teros Gas jgn kasi kendor. org gak tau diri mmg harus digituin
2024-02-20
0
anonim
weeehhhh sdh mulai drama kdrt noh si Tara ma Damar.
Agas jangan kepo yaaaa....wkwkwk
2023-10-19
1
Alivaaaa
🤣🤣🤣🤣
2023-05-31
0