Kalau boleh jujur, aku suka sifat Cici yang sering menggoda imanku. Aku serasa seperti tokoh Tom di kartun Tom and Jerry yang sering digoda Jerry.
Sayangnya, aku tetap memegang teguh prinsipku. Nackal boleh, tapi dengan yang nakal juga.
"Terima kasih tapi aku harus pulang sekarang kalau enggak mau terkena macet." penolakanku yang kesekian dalam sehari.
"Terus kapan kesini lagi?" tanya Cici dengan suara manjanya.
Aku mengangkat kedua bahuku. "Entah! Masih banyak show room lain yang harus diperiksa."
Aku tak mau memberinya harapan. Cici cuma alat pemuas hasratku namun tak boleh aku rusak. Titik.
Lagi-lagi aku melihat sorot kecewa di mata Cici. "Cici akan tunggu Bapak!"
Aku tersenyum. "Terserah. Aku pulang dulu. Jual mobil yang banyak ya biar bonusnya besar!" kutepuk bahunya lalu berjalan ke parkiran.
Kembali aku mendapat hormat dari security dan karyawanku. Aku membalas mereka dengan senyuman.
Kunyalakan radio dari dalam mobil. Kupilih radio yang menyiarkan lagu-lagu terkini dan penyiarnya lucu. Lumayan menghilangkan rasa mumet.
Jalanan sudah mulai macet. Aku kena macet saat akan memasuki gerbang toll Semanggi satu. Untung saja aku sudah mengambil jalur kanan, jika tidak aku pasti sudah dibuang ke Semanggi dua.
Meski jalanan agak padat merayap, tapi masih bisa sampai rumah sebelum adzan maghrib berkumandang. Langit masih berwarna orange saat aku tiba di depan rumah.
Mobil truk sudah tak ada lagi di depan rumah tetangga baruku. Sudah selesai rupanya mereka pindahan. Baguslah. Tak menghalangi mobilku masuk ke garasi.
Saat aku baru keluar dari mobil, aku merasakan ada yang memperhatikanku dari jauh. Aku cuek saja dan masuk ke dalam rumah tanpa melihat ke arah yang memperhatikanku.
Kukunci pintu rumah agar tak ada yang masuk. Rumahku tak ada pembantu yang tinggal. Hanya Mbak Inah yang datang setiap pagi untuk membersihkan rumah dan mencuci pakaian lalu pulang di siang hari.
Mbak Inah sudah dua tahun bekerja di rumahku. Ia menyimpan rapat rahasiaku yang suka mengajak cewek tidur bareng. Sudah biasa Ia melihat cewek berbeda keluar dari kamarku. Tak pernah bertanya dan fokus dengan pekerjaannya.
Aku melepas bajuku dan menaruhnya di dalam keranjang baju kotor. Membersihkan tubuhku dan menyemprotkan parfum ke seluruh tubuhku.
Aku hanya mengenakan handuk saat kudengar bell rumahku berbunyi. Dengan malas aku pergi keluar kamar dan mengintip dari lubang pintu.
Seorang cewek dan sedang berbalik badan. Tak perlu melihat wajahnya karena aku tahu siapa dia. Tara? Mau apa dia ke rumahku lagi?
Kalau memang tamu penting, aku akan memakai pakaian dulu sebelum membuka pintu. Ternyata tamunya hanya Tara, untuk apa aku berpakaian rapi segala?
Aku membuka pintu setengahnya saja lalu menahannya dengan tubuhku. Wajah masam sengaja aku pasang. Tak layak memberi senyum pada wanita tukang selingkuh seperti Tara!
"Kenapa?" tanyaku tanpa basa basi.
Tara berbalik badan, Ia memperhatikanku dari atas kepala sampai kaki. Kini matanya melihat ke otot tanganku yang menyembul karena rajin ngegym.
"Mm... Boleh pinjem palu?" tanya Tara. Matanya tak lepas menelusuri tubuhku.
"Tunggu sebentar!" aku menutup pintu dan menguncinya. Tak membiarkan Tara menginjakkan kakinya di rumahku lagi.
"Tung-" aku tutup pintu tepat saat Ia ingin bicara. Hampir saja wajahnya terkena pintu.
Aku mengambil palu di tempat perkakas. Membuka pintu depan kembali lalu memberikan palu yang Tara hendak pinjam.
"Makasih. Nanti aku kembalikan." ujar Tara.
"Enggak usah! Ambil aja. Nanti aku beli yang baru!" kututup pintu tanpa mendengar perkataan Tara lagi.
Aku melirik jam di dinding. Sudah jam setengah 7 malam. Aku harus pergi secepatnya.
Aku sudah berpakaian rapi. Kali ini aku memakai jaket kulit dengan kaos hitam di dalamnya. Aku padukan dengan celana jeans warna gelap.
Party yang kudatangi malam ini bukan party resmi. Hanya salah seorang teman tongkronganku mentraktir dengan membooking satu diskotek untuk party. Bukan party resmi di gedung. Party untuk laki-laki nackal seperti aku dan gengku.
Aku keluarkan mobil Mini Cooperku dari dalam garasi. Belum sempat kuinjak pedal gas sudah ada yang berdiri di samping pintu mobil. Ya, Tara tentu saja.
"Ada apa?" tanyaku dengan malas.
"Mau balikkin palu." Tara mengangkat palu di tangannya.
"Buang aja. Aku enggak pernah nyimpen barang bekas!" jawabku dengan sinis.
"Oh gitu? Oke. Aku buang!" ujar Tara namun tak juga menyingkir dari samping mobilku.
"Bisa minggir? Aku harus pergi!"
"Sure... " Tara pun menggeser tubuhnya sehingga aku bisa mengerluarkan mobilku dari garasi. Tanpa basa-basi kuinjak pedal gas dan pergi meninggalkan Tara dengan wajah penuh rasa ingin tahu.
****
"Aku sedang ingin bercinta karena masih ada kamu disini aku ingin." aku mengikuti alunan lagu Sedang Ingin Bercinta milik Ahmad Dhani yang mengalun dari radio di dalam mobilku.
Jalanan Ibukota yang macet tak membuat moodku rusak. Masih ada waktu, party akan tetap menungguku. Tak mungkin mereka melewati party tanpa kehadiranku.
Aku memarkirkan mobil di depan sebuah club malam besar yang sering digunakan untuk party kalangan atas. Untungnya aku adalah langgann di club malam ini. Cukup menunjukkan wajahku maka aku bisa masuk dengan mudahnya.
"Akhirnya Duda Nackal kita datang juga!" sambut Sony saat melihatku berjalan mendekati meja bar.
Sudah ada Riko dan Bastian yang duduk di sampingnya sambil menyesap minuman hasil racikan bartender handal.
"Apa kabar, Bro?" tanyaku. Aku memberikan kepalan tangan sebagai salam rindu kala bertemu teman-teman satu genk-ku.
"Lama banget sih? Make up dulu? Atau main dulu?" sindir Riko.
Bukannya menjawab, aku malah bicara dengan bartender. "Buatin kayak biasa ya!" pesanku.
"Siap!" jawab bartender yang sudah tau apa yang kusuka.
Aku duduk di kursi dan mengeluarkan sebatang rokok dari saku jaketku. Dengan sigap Soni menyalakan rokok milikku.
Kukepulkan asap rokok di udara. "Tadi balik dulu ke rumah. Kena macet, biasalah."
"Di rumah ngajak Cici?" sindir Riko.
Aku tersenyum. "Enggaklah. Cici tuh cuma untuk sedot menyedot saja. Jangan diajak ke rumah. Takut ketagihan."
"Beuh sombongnya! Cobainlah sekali-kali. Tuh anak udah ngebet banget pengen lo tidurin!!!" celetuk Bastian.
"Ogah. Bisa ribet urusannya nanti. Kalau minta tanggung jawab, mati deh gue! Mana mau gue nikahin dia? Gue aja ogah nikah lagi. Enakkan kayak gini. Jadi duda happy!" kataku dengan bangganya.
"Bukan duda happy lo mah, tapi duda nackal ha...ha...ha..."
Kami kompak tertawa bersama. Diantara kami berempat, hanya aku yang duda. Mereka bertiga belum ada yang menikah. Mereka sama sepertiku yang masih menikmati kesendirian.
"Gue mau ngucapin selamat dulu ya sama Edi. Sekalian bilang terima kasih udah traktir party." aku pamit setelah menyesap sedikit minuman buatan bartender.
"Ayo gue temenin!" ajak Riko.
"Ayolah!" aku dan Riko berjalan ke tengah dan menghampiri Edi yang sedang dikerumuni banyak tamu dan cewek-cewek yang mendekat dengannya bagai semut yang mengerubungi gula.
"Bro Edi! Thanks berat undangannya!" kataku sambil menjabat tangannya.
"Weits ada Duda Nackal yang terkenal nih dateng!" sontak ucapan Edi membuat cewek-cewek cantik menoleh ke arahku. Tatapan mereka seakan berkata, "Pilih aku, Om!"
"Bisa aja Bro Edi mah! Sukses ya bisnisnya! Jangan lupa mampir ke showroom buat ganti mobil baru!" ujarku sambil tersenyum ramah.
"Bisa diatur. Lo mau yang pilih yang mana nih?" Edi menunjuk cewek-cewek di sekitarnya.
Hmm... Pilih yang mana ya?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Queen Mother
Wkwkwkwk
2023-07-15
0
#ayu.kurniaa_
.
2023-06-29
0
Yuli Purwa
q sedang ingin bercinta 🎤🎤🎤
2023-05-27
0