Duda Nackal
Agas
Dikhianati? Ditinggalkan? Dihina? Aku pernah merasakannya. Karena itulah aku kini menjadi seorang duda.
Pernikahan bagiku adalah sebuah topeng untuk menyembunyikan kebusukan lain. Sebuah alibi untuk menghalalkan perselingkuhan.
Aku kini duda kaya, ganteng dan sukses. Siapa yang berani menolak segala kharisma yang kumiliki?
Aku menunjuk seorang gadis di dalam bilik kaca yang mengenakan baju super seksi. "Dia saja! Bilang padanya, malam ini harus kerja keras untuk memuaskanku!"
****
Flashback
Matahari siang ini terasa amat terik. Aku memutuskan pulang ke rumah lebih cepat dari biasanya.
Jam 1 siang. Kulajukan mobilku memasuki pekarangan rumah sederhana dimana aku dan istriku Tara Anggraini tinggal.
Pintu gerbang terlihat terbuka dan ada sebuah sepeda motor milik sahabatku, Damar terparkir di depannya. Pasti dia numpang taruh sepeda motornya dan pergi bekerja naik mobil kantor. Sudah biasa itu.
Kuperhatikan sepeda motor 250 cc miliknya. Terlihat gagah dan keren, dalam hatiku terus berharap agar aku punya uang lebih untuk membeli motor keren itu. Ah, tapi kapan?
Aku menatap mobil sedanku yang sudah hampir sepuluh tahun kukendarai. Mobilku juga butuh diganti. Tapi uang dari mana?
Penghasilanku hanya dari showroom mobil milikku yang kadang ramai, kadang sepi pembeli. Biaya hidup berat. Belum membayar cicilan rumah yang masih 14 tahun lagi lunas.
Huft... Kapan bisa beli barang-barang koleksi kayak Damar?
Aku lalu berjalan menuju teras rumah. Agak heran saat aku melihat sepatu Damar ada disana.
Apa nih orang sekarang juga nitip sepatu di rumah? Benar-benar bujangan rusuh! Semua aja dititipin di rumah!
Aku sampai geleng-geleng kepala dengan kelakuan sahabatku ini. Masih membujang di usia yang seharusnya sudah membina rumah tangga. Aku saja merasa menikah di usia 31 tahun sudah terlambat, tapi Damar terlihat santai saja.
Aku teringat dengan Tara istriku. Usia pernikahan kami baru setahun dan kami belum dikaruniai anak. Apa aku kurang usaha ya? Baiklah, mumpung aku pulang cepet aku akan usaha lagi buat anak he...he...
Aku membuka pintu rumah yang memang jarang Tara kunci. Lingkungan rumah tempatku tinggal aman karena ada security di tiap cluster. Sulit untuk masuk karena penjagaannya ketat.
Aku masuk ke dalam rumah yang sudah rapi dan terdengar suara musik klasik dari arah kamarku. Pasti Tara sedang bersantai sehabis beres-beres rumah, sudah kebiasaannya memang menyetel musik klasik.
Bagaimana kalau aku kagetkan dengan memeluknya dari belakang? Bagaimana kalau kami memulai permainan langsung? Hmm... Ide yang bagus.
Aku pun semakin mendekat ke kamar kami. Suara musik masih terdengar, namun ada suara lain yang kudengar. Suara lenguh an dan de sah an.
Aku menajamkan telingaku. Apa aku salah dengar? Kayaknya enggak deh.
"Uh.... ah.... Iya.... Mm..." suara Tara, aku kenal betul suaranya yang seksi saat kami melakukan penyatuan.
Tunggu, penyatuan?
Sebuah pikiran buruk melintas dalam benakku. Tak mungkin. Aku harus memastikan kebenarannya.
Aku membuka pintu kamar lebar-lebar dan terbelalak kaget.
Di dalam kamar...
Di kasur kami...
Aku melihat Tara dan Damar sedang melakukan penyatuan. Tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh mereka.
Tara sedang memeluk erat Damar yang sedang berada diatasnya. Tubuh mereka menyatu dengan peluh yang membasahi keduanya.
Tara dan Damar membeku. Mereka menatap ke arahku.
"Breng sek!" Aku maju dan menonjok wajah Damar. "Setan! ***!"
Damar pun tersungkur di lantai dalam sekali tonjokanku.
Tara menjerit melihat kami. Aku kembali menghampiri Damar dan memberikan pukulan padanya. Rasanya aku masih belum puas memukulinya. Kembali kulayangkan sebuah pukulan di wajah dan tubuh Damar yang diam tak membalasku. Entah karena memang kalah kuat atau karena kehabisan energi sehabis meniduri istriku.
Buk...buk...buk...
Tara menarikku agar tidak membunuh Damar. Tanganku Ia tarik seraya menangis dan memohon agar melepaskan Damar.
"Hentikan Gas! Hentikan!" Tara menarik tanganku dengan tubuh mungilnya yang masih tanpa busana.
Emosi kembali menguasaiku.
Aku memberikan lagi pukulan bertubi-tubi pada Damar.
"Cukup! Hentikan!" teriak Tara.
Dan aku melihatnya....
Aku melihat kissmark di tubuh Tara. Siapa yang bisa berpikir logis saat melihat istrinya berselingkuh? Siapa yang tidak akan khilaf saat tahu di tubuh istri tercintanya ada kissmark yang dibuat laki-laki lain? Siapa yang tidak murka saat tau laki-laki itu adalah sahabatnya sendiri?
Aku melepaskan Damar. Aku kini menatap Tara dengan mata menyalang marah.
Tara mundur selangkah. Ia tahu betapa murkanya aku. Ia tahu aku bisa berbuat apa saja. Aku marah. Aku murka. Aku ingin membunuhnya!
Aku mendekat dan kucengkram leher Tara dan mendorongnya sampai ke tembok. Memojokkannya, dan berniat mencekiknya sampai...
"Kamu mau membunuhku? Silahkan! Bunuh saja aku sekalian! Bunuh!" teriaknya.
Aku mencengkram makin kuat namun akhirnya aku lepaskan!
Kuhempaskan Tara sampai Ia jatuh terhuyung dan jatuh di samping Damar.
"Keluar kalian berdua! KELUAR DARI RUMAHKU!" teriakku sekuat tenaga. Aku keluar dari dalam kamar dan kubanting pintu sampai kencang.
Aku mengambil segelas air putih dan meneguknya banyak-banyak. Mereka masih di dalam kamar, berpakaian dan Tara mengemasi barang-barangnya mungkin. Entahlah. Aku tak peduli lagi.
Aku duduk di ruang tamu, masih menunggu Tara keluar bersama Damar. Benar saja, tak lama Tara keluar dengan membawa koper berisi barang-barangnya.
Ia berani mengangkat wajahnya dan menatapku tanpa merasa berdosa sama sekali. Terbuat dari apakah hatinya? Mengkhianati rumah tangga dan belagak layaknya seorang pemenang? Punya hak apa pendosa macam dia berlagak bak malaikat?
Tara makin terlihat angkuh, Ia duduk di seberangku dan menatapku dengan tajam. Di samping Tara berdiri Damar yang berlagak bak seorang bodyguard.
Wajah Damar bonyok terkena banyak pukulan dariku. Rasanya aku masih belum puas memberinya pelajaran. Harusnya aku buat mampus saja sahabat sialan macam dia!
"Ya... Akhirnya kamu tahu tentang hubunganku dan Damar." Tara mulai berbicara. Kuperhatikan lehernya yang berbekas sedikit akibat cengkramanku. Jika tidak memikirkan kalau membunuh orang akan dipenjara, maka Tara juga akan kubunuh karena telah menghianati cintaku.
"Aku mau kita bercerai." ujar Tara.
"Tentu saja. Siapa yang mau menerima wanita bekas pakai kayak kamu?!" kataku tak kalah pedasnya.
Tara menyunggingkan seulas senyumnya. "Sombong sekali! Seharusnya kamu mikir kenapa aku sampai berselingkuh dengan Damar!"
"Enggak penting! Bagiku kamu cuma wanita murahan yang membuka selang kangannya untuk laki-laki lain! Tak bedanya dengan pe la cur!" kembali aku membalas perkataan Tara dengan perkataan yang tak kalah pedasnya.
Tara secepat kilat berdiri dan menampar wajahku.
Plakkk...
Sebuah tamparan pedas mendarat di pipiku. Aku tersenyum sambil memegangi pipiku yang terasa panas.
"Menamparku tak membuat status kamu yang sangat hina berubah dalam sekejap!" aku kembali menyulut emosi Tara.
Tara hendak maju lagi namun Damar menahannya.
"Kita bercerai secepatnya. Kamu pikir aku bahagia hidup dengan kamu? Siapa kamu sampai aku rela menghabiskan hidupku dengan laki-laki kayak kamu!" Tara mulai membuatku kembali emosi.
"Tentu saja aku lebih baik dari anak mami kayak selingkuhan kamu itu!" sindirku. Damar memang anak mami, setiap permintaannya harus selalu dituruti.
"Oh tak masalah bagiku. Damar jauh lebih baik dari kamu! Jauh sekali! Kamu merasa diri kamu hebat? Cuma punya showroom kecil saja sudah bangga. Kamu enggak punya kemampuan! Kamu bahkan tak pernah bisa membuatku puas di atas ranjang. Apa itu yang kamu katakan hebat hah?"
Deg...
*****
Agas si Duda Nackal
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
wahb gila sih ortunya si Zaky. kok bisa si Agas berdamai dgn mereka yah. bahkan akrab banget lg
2024-02-20
1
Borahe 🍉🧡
habis baca kisah si bangor Wira penasarn dgn kisah ortunya jg
2024-02-18
0
bulan1
abiii...i am back 👆😌
2023-12-05
0