Niat Mama mengadakan barbeque sudah bisa kutebak. Apalagi kalau bukan memancing Tara keluar dari rumahnya dan datang menghampiri kami.
"Malam Ma... Pa..." ujar Tara berbasa-basi.
"Malam." jawab Mama dengan dingin.
"Kamu ternyata tinggal di seberang?" Papa malah berkata terus terang. Papa menunjukkan sikap ketidaksukaannya pada Tara tanpa ada yang disembunyikannya.
"Iya. Saya dan suami belum lama tinggal di depan. Maklum, nyari rumah kan cocok-cocokkan ya Pa... Ma.... Ternyata malah dapat disini. Lokasinya strategis. Dekat dengan kantor suami aku." terdengar nada pamer dalam perkataan Tara.
Aku tersenyum sinis.
"Manggilnya Om dan Tante saja kayaknya deh. Udah bukan mertua kamu lagi kan kita berdua." kini Mama yang berkata pedas.
"Oh iya... Maaf. Kebiasaan Ma eh Tante. Lagi barbeque nih ceritanya? Kok banyak banget yang dibakar? Bukannya cuma bertiga saja ya?" Tara terlihat mengakrabkan diri dengan Papa dan Mama namun usahanya kuyakin akan sia-sia. Mama kalau sudah memblacklist seseorang maka susah dapat restu lagi.
"Mau berbagi dengan tetangganya Agas. Agar Agas juga diawasi sama tetangganya. Agar tak ada yang menyakiti Agas nantinya." sindir Mama.
Tara tau sejak tadi Mama tak menyukainya. Entah apa alasannya Ia masih tetap mengajak Mama mengobrol.
"Iya sih Ma eh Tante. Biar Agas lebih diawasin. Apalagi Agas suka bawa temannya nginep di rumah. Jaman sekarang ya Tante, harus lebih hati-hati. Apalagi kalau yang dibawa pulang seorang-"
"Kamu kenapa pergi dari rumah? Diusir?" aku menghentikan omongan Tara dengan pertanyaan yang akan membuatnya bungkam.
"Itu bukan urusan kamu!" jawab Tara dengan sinis.
"Maka siapapun yang menginap di rumahku juga bukan urusan kamu dong!" balasku.
Tara terdiam. Ia menoleh ke suara mobil yang datang. Ternyata Damar.
"Maaf aku pamit dulu. Suami aku sudah pulang. Mm... Om dan Tante, nanti aku enggak usah dibagi ya ayam bakarnya. Aku udah masak di rumah, nanti enggak kemakan soalnya. Suami aku kan suka banget sama masakan aku." perkatan Tara sontak menyulut emosi Papa.
"Iya tak masalah. Untung calon istrinya Agas juga jago masak. Jadi nanti Agas tak akan jajan di luar seperti suami kamu." Papa membalas dengan pedas.
"Oh... Eh... Selamat deh kalau gitu. Aku pulang dulu ya." Tara pun pergi meninggalkan kami bertiga.
Mama nampak sangat kesal dengan perkataan Tara.
"Nyesel aku sudah merestui hubungan kalian dulu! Pantas saja diusir dari rumahnya, kelakuannya sombong kayak gitu!" gerutu Mama.
"Itulah kenapa kita harus bersyukur atas musibah yang menimpa kita. Karena kita bisa melihat pelangi setelah badai. Kita sekarang bisa bersyukur kan atas perceraian Agas?" jawab Papa dengan bijak.
"Mama kesel banget loh Pa! Pamernya itu! Ih.... Udah kayak orang kaya baru aja!" ujar Mama sambil ngomel-ngomel.
"Sudahlah, Ma. Kita fokus bakar ayam lagi!" aku menenangkan Mama agar tidak marah-marah terus, takut darah tingginya naik.
"Tapi tadi Tara bilang kamu suka ngajak teman kamu nginep. Siapa?" Mama kini mulai menginterogasiku. Memang sialan tuh Tara, aku yang jadi kena getahnya.
"Itu.. Bastian dan Riko. Mama kenal kan? Mereka suka nginep kalau lagi bosen." kataku beralasan.
"Oh... Kirain Mama yang nginep perempuan. Awas kamu kalau sampai digrebek! Malu Mama nantinya!"
"Iya Ma... Iya..."
****
Mama dan Papa menginap selama tiga hari. Aku mengantar Mama dan Papa ke bandara saat mereka akan pulang.
Ternyata dunia begitu sempit. Aku mengantar Mama dan Papa, bertemu dengan Tara yang mengantar Damar. Benar-benar sempit sekali dunia ini bukan?
"Om... Tante? Udah mau pulang?" sapa Tara. Ia menggandeng tangan Damar dengan penuh kebanggaan. Memamerkan pada Mama dan Papa kalau Ia sudah bahagia. Lupa kalau minggu kemarin Ia bertengkar sampai vas bunganya pecah?
"Iya." jawab Mama singkat.
"Wah bisa samaan ya dengan suami aku yang juga mau keluar kota. Nanti aku bisa nitip mengawasi suami aku juga ya Om... Tante..."
"Untuk apa nitip suami kamu sama kita? Memangnya suami kamu anak kecil yang harus diawasi 24 jam? Oh iya, saya lupa. Kamu kan dulu mendapatkan suami kamu dengan cara berselingkuh. Takut suami kamu melakukan hal yang sama dengan wanita lain ya?" balas Mama dengan pedas.
"Maaf ya Tante. Saya setia sama istri saya, dan istri saya juga setia sama saya. Karena apa?" Damar membalas omongan Mama. "Karena saya bisa memenuhi kebutuhan lahir batin istri saya. Enggak kayak anak Tante dulu, makanya anak Tante diselingkuhi." Damar tersenyum penuh kemenangan.
"Ma, lebih baik langsung masuk ke dalam saja. Biar menunggunya di tempat yang adem. Jangan disini, panas!" kataku.
Kasihan kedua orangtuaku kalau harus ikut serta dengan konflik kehidupanku. Mereka yang seharusnya sudah hidup bahagia dengan cucu-cucunya malah kena sindiran dari dua manusia lucknut di depanku.
"Iya. Papa juga gerah disini. Ayo Ma kita masuk ke dalam!" ajak Papa. "Oh iya, Gas. Jangan lupa buat rencana pernikahan kamu dengan Tari secara matang ya. Papa mau yang sederhana namun menjadi pernikahan kamu seumur hidup, daripada dipestakan tapi hanya sebentar saja!"
Aku tersenyum. Papa memang jago membalikkan keadaan. Mama sih lebih kalah pedas kalau Papa sudah bicara.
"Iya, Pa." aku memeluk kedua orangtuaku. "Hati-hati ya Pa... Ma... Doakan Agas selalu."
"Tentu Sayang! Jaga diri kamu!" pesan Mama.
Aku menatap Mama dan Papa pergi sampai mereka tak lagi terlihat baru aku berbalik badan hendak pulang.
"Gas!" suara Tara memanggil namaku.
Aku pura-pura tak mendengar dan terus berjalan.
"Agas!" Tara kini memanggil nama lengkapku.
Aku berhenti dan berbalik badan. Ia menghampiriku. "Mau minum kopi?"
Aku mengernyitkan keningku. Untuk apa Ia mengajakku minum kopi? Apa yang mau dia bicarakan?
"Disana?" Tara menunjuk kedai kopi tak jauh dari tempat kami berdiri.
"Ok." jawabku mengiyakan ajakannya.
Kami pun masuk ke dalam kedai kopi. Aku memesan dua buah minuman. Americano untukku dan Caramel Frapuchino untuknya.
"Kamu masih hapal saja dengan seleraku. Thanks." ujar Tara seraya meminum kopi yang aku berikan.
"Aku masih muda dan tidak pikun. Wajar kalau masih hafal." jawabku seraya menyesap kopi yang akan membuatku terjaga semalaman.
Aku memang berencana akan ke tempat special malam ini. Ganti oli karena sejak Papa dan Mama di rumah aku jadi anak rumahan dan hanya Cici yang sekali memuaskanku.
"Tumben minum Americano. Nanti malam enggak bisa tidur loh!" Tara berbasa-basi denganku.
"Memang sengaja. Mau bersenang-senang semalaman. Mumpung masih berstatus duda." jawabku.
"Memang kapan rencananya kamu mau melepas status dudamu? Sudah ketemu 'the one'?" aku sudah duga sih Tara mengajakku bertemu untuk mengorek informasi tentang pernikahanku. Tapi pernikahan apa? Itu kan cuma ide gila Papa yang setuju dengan perkataan Tari!
"Masih dibicarakan." jawabku singkat.
"Kamu belum jawab, sudah ketemu 'the one'?" kembali Tara mengulangi pertanyaannya.
"Ya kalau aku nikahi berarti artinya apa?" aku membalas pertanyaannya dengan pertanyaan kembali.
"Congrats ya. Pasti Ia wanita yang sangat cantik. Apa gadis yang waktu itu keluar dari rumah kamu pagi-pagi?" Tara kembali mengorek informasi demi memenuhi rasa ingin tahunya.
"Kalau iya kenapa? Kalau tidak juga kenapa? Kayaknya aku enggak sekepo itu deh dengan kehidupan kamu?! Kenapa kamu seingin-tahu itu tentang kehidupanku? Kenapa? Masih cinta ya? Kamu baru sadar ya kalau suami kamu tuh kasar? Oh iya, kamu kan suka dikasarin karena itu kamu berselingkuh dengannya. Hmm... Kasar itu beda loh sama kuat di... ranjang!" inilah aku, anak Papaku. Kalau berkata pedas dan menusuk ke dalam jantung!
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Queen Mother
Waaah niyh mulut kakek” pedes juga, mantap Pa
2023-07-15
0
Yuli Purwa
mo tun up,,, kyk mbl wae 😂😂
2023-05-29
0
I In
kasian banget si Tara masih caper sama agas
2023-04-18
0