Part 19

Kampus Horror

Part 19

Agia dan Bagi saling melirik tanda tak percaya.

"Kalau saja saat itu saya tidak lekas pulang. Mungkin saya bisa menceritakan apa yang mereka bicarakan." Ibu petugas Tata Usaha memandang Agia lemah.

***

"Oke, fix Om Bagi adalah pacar Asih saat itu," Damar berbicara seraya menulis sesuatu pada bagan yang telah dibuatnya beberapa waktu lalu.

"Saksi sudah ada, yaitu Pak Agus." Damar melanjutkan menulis pada kertas bagan.

"Lalu, lo bilang Asih dapat informasi tentang lowongan paruh waktu di papan pengumuman perpustakaan, kan?" Damar memastikan sekali lagi info yang disampaikan Agia dan Bagi tadi.

Mereka mengangguk membenarkan.

"Berarti Asih punya kegiatan yang luput dari perhatian kita. Kita belum tahu tentang hal ini." Damar membunyikan meja dengan bolpoin seraya berpikir.

“Terus, apa yang dibilang sama petugas Tata Usaha yang sudah pensiun itu?” Damar mengingatkan tentang pertemuan Agia dan Bagi dengan Ibu Tata Usaha.

“Enggak banyak informasi karena memang terlalu lama. Yang pasti Ibu Tata Usaha bilang kalau memang benar ada perempuan cantik yang bernama Asih pernah bekerja paruh waktu saat itu. Kenapa beliau ingat, karena beberapa hari setelah dia bekerja, Pak Dekan sempat menemui Asih. Tapi Ibu Tata Usaha enggak tahu apa yang dibicarakan karena harus segera pulang saat itu. Nah, besoknya Asih sudah nggak pernah datang kerja lagi.” Bagi menjelaskan dengan detil percakapan yang terjadi bersama Ibu Petugas Tata Usaha.

“Kakek lo?” Damar memandang Bagi takjub.

Bagi mengangguk lemah.

“Entah gimana gue punya perasaan jelek tentang keluarga gue saat ini.”

“Jangan gitu, Kak. Kan kita belum tahu kebenarannya. Makanya kita harus semangat. Paling tidak untuk membersihkan nama baik keluarga lo, Kak.” Stevina menguatkan Bagi yang kini melengos lemah.

"Oke! Balik lagi ke masalah perpus. Berarti memang benar Asih mendapatkan informasi lowongan pekerjaan dari perpus. Apa yang kita lewatin nih? Pertama, yang kita tahu, Asih adalah mahasiswa penerima beasiswa yang membantu Mbah menjual nasi kuning. Bisa jadi sebelum balik ke asrama dia ke perpustakaan dulu. Kita mulai dari perpus Fakultas Sastra dulu. Lalu lanjut perpus pusat di Rektorat. Siapa tahu kita nemu petunjuk lain.” Agia mengalihkan pembicaraan.

"Anggaplah penyebab Asih hilang karena Om Deni yang mendorong. Tapi, apa masuk akal seorang kekasih yang baru merajut cerita tega membunuh?" Stevina menyampaikan asumsinya mengabaikan intruksi dari Agia.

"Kita 'kan nggak tahu mereka punya masalah atau enggak. Jujur saja, kemarin gue sudah mancing-mancing Om Deni untuk bercerita tentang masa lalunya. Tapi gue nggak nemu apapun. Bahkan gue sempat bertanya tentang kakinya yang cacat. Tapi Om Deni tetap berkilah bahwa terjatuh dari sepeda motor." Bagi menerangkan dengan wajah tegang.

"Kalau seumpama aku yang ngobrol gimana, Kak?" Agia mencoba menawarkan diri untuk berbicara dengan Om Deni.

"Lo harus siapin semua dulu, Gi. Biar nanti Om Deni nggak bisa berkelit lagi." Stevina menjawab penawaran dari Agia.

"So, langkah selanjutnya kita eksekusi perpustakaan. Lalu segera bertemu dengan Om Deni." Damar menginstruksikan semua dan disambut dengan anggukan mantap dari yang lain.

***

"Selamat siang, Bu. Apa bisa kita memeriksa salinan kehadiran pengunjung perpustakaan tahun 1986?" Damar bertanya kepada petugas perpustakaan.

Petugas tersebut memandang Damar heran.

"Wah, saya nggak yakin kalau data itu tersimpan atau nggak. Coba dicek sendiri dikomputer di sana. Folder apa ya? Tunggu sebentar saya lihat." Jawab petugas seraya menggerakkan mouse komputer.

Damar mencari keberadaan Stevina dengan matanya sambil menunggu pencarian petugas.

Stevina sedang asik melihat-lihat ratusan rak buku raksasa yang tersebar di seluruh ruangan.

"Daftar Hadir nama foldernya. Cari sendiri, ya."

Setelah Damar mengucapkan terima kasih, Damar mencari Stevina dan mengajaknya mengobrak-abrik komputer.

Dalam izin Tuhan segala jalan terang benderang diberikanNya.

Damar mencetak dalam bentuk kertas data kehadiran tahun 1985-1986.

***

Suatu hal menakjubkan yang ditemukan Damar pada folder Daftar Hadir perpustakaan Rektorat adalah data akurat kehadiran Asih hampir setiap hari. Pada awal perkuliahan tidak pernah sekalipun ia absen mengunjungi perpustakaan. Jam berkunjung pun terbilang fantastis. Ia menghabiskan waktu siangnya hingga sore tanpa jeda. Setiap hari. Kecuali hari Minggu. Sepertinya perpustakaan tutup hari Minggu.

Damar terpekur membayangkan orang seperti apa Asih tersebut. Apa yang dilakukan seseorang di perpustakaan setiap hari? Membaca? Apa tidak bosan membaca setiap hari dalam waktu yang panjang?

Masih asik meneliti, ia dikejutkan dengan penemuan tentang beberapa kali Asih tidak berkunjung ke perpus setelah semester satu usai.

"Kemana Asih sampai-sampai tidak datang ke perpus?" Damar berbicara sendirian.

Damar lalu menekan layar telepon genggamnya dan menghubungi Bagi.

"Lo jadi ke perpus?" Tanya Damar.

Setelah mendengar ucapan Bagi, Damar segera mencoret Perpus Fakultas Sastra dari bagan.

Dari Bagi, diketahui tidak berhasil menemukan petunjuk apapun tentang Asih.

***

"Nih dibuatin Bunda." Agia menaruh bungkusan berisi donat dan lumpia di atas meja ruang tamu rumah Stevina.

"Waaaahh Bunda emang the best!" Seru Damar menerjang bungkusan tersebut.

Sambil menikmati makanan dari Bunda yang dibawakan oleh Agia, mereka membuka perbincangan.

"Kemarin sudah gue cek. Selama semester satu, Asih tiap hari banget ke perpus Rektorat. Tapi begitu gue lihat lagi, semester dua kunjungannya ke perpus Rektorat mulai berkurang. Seminggu sekali bahkan jadi nggak sama sekali. Kira-kira kemana Asih? Kok bisa-bisanya dia sampai enggak ke perpus." Damar menjelaskan hasil penyidikannya.

"Ya kali orang nggak ke perpus bisa jadi masalah." Stevina menjawab santai.

"Untuk kita yang ke perpus cuma sekedar kewajiban sih nggak masalah. Tapi kalau dilihat dari data, dia setiap hari banget ke perpus. Semacam mau menghabiskan waktu supaya enggak bosan di asrama mungkin." Sanggah Damar yakin.

"Tunggu. Pak Runa bilang kalau penampilan Asih perlahan berubah sejak ulang tahun kampus, berarti bulan Februari itu dia semester berapa?" Agia menambahkan asumsinya.

"Semester dua. Tahun 1986." Bagi melipat jari-jarinya untuk menghitung bulan.

"Sama persis kayak kita sekarang. Baru kelar ujian dan liburan. Bentar lagi kita kuliah dan ketemu ulang tahun kampus." Bagi menambahkan lagi pemikirannya.

"Anggaplah Asih baru kenal Om Deni setelah ulang tahun kampus. Berarti dia baru mulai PDKT awal Maret. Nah! Sebelumnya dia kemana?" Damar menatap lekat teman-temannya yang balik menatap Damar.

"Kita harus gimana dong sekarang? Yang bisa menjawab sudah koit!" Seru Damar.

"Satu-satunya cara ya kita datengin Om Deni." Agia tetap meyakini untuk berdiskusi dengan Deni.

"Tapi bukti-bukti kita belum akurat, Gi. Gue takutnya nanti Om Deni berkelit bahkan enggak mengakui." Stevina pun tetap dengan keyakinannya pertama. Bahwa harus dengan bukti lengkap untuk berhadapan dengan Om Deni.

"Terlepas ngaku atau enggak, kita bisa lihat ekspresi wajahnya Om Deni, 'kan. Kayaknya kita ngebahas Asih aja Om Deni akan sangat terkejut."

"Terus, rencana lo kayak gimana?"

"Belum tahu." Agia menyengir memperlihatkan giginya.

***

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Pak andi apa juga terlibat ya.. 🤔🤔🤔

2023-04-25

0

Darsih suranto

Darsih suranto

Agia...Agia.pengen minta kue donat'y boleh g?

2022-04-26

3

vhyra

vhyra

penasaran.

2022-04-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!