Part 3

Kampus Horror

Part 3

Agia menatap takjub hamparan laut di depan matanya. Walaupun jarak mereka puluhan kilometer dari pantai, namun Agia merasa berada di bibir pantai saat ini.

“Rumah lo asyik banget, Rasti. Gue betah banget di sini." Agia berujar seraya memejamkan mata menikmati semilir angin membuai wajahnya lembut dari balkon kamar milik Rasti.

“Ah bisa aja lo. Apanya yang asyik rumah sempit begini,” Rasti menyahut sambil tetap melanjutkan aktifitasnya membuka semua jendela di kamar.

Rumah Rasti memang mungil. Berada pada lahan kurang dari 100 meter persegi, namun dibuat menjadi sangat cantik. Rumah lantai dua dengan design minimalis, namun mampu memberikan kesan yang nyaman dan simple.

Kamar Rasti terletak di lantai dua dengan balkon menghadap barat. Menjadi hal yang biasa bagi Rasti menikmati senja cantik dengan sinar mentari yang perlahan hilang ditelan air laut.

“Stev, lagi ngapain sih lo sibuk amat sama HP?” Tanya Agia setelah beranjak dari balkon dan mendapati Stevina masih asyik dengan benda pipih ditangannya.

“Coba tebak gue chatting sama siapa?” Tanya Stevina dengan wajah jailnya.

“Sama siapa memang?” Tanya Rasti mendekati Stevina mencoba merebut telepon genggam dari tangan Stevina.

“Eits, nggak kena!" Stevina menghindar.

“Sama Damar.” Sahut Stevina singkat.

“Yang bener lo?” Rasti mebelalak takjub.

“Nggak heran sih gue, kelihatan banget Damar deketin Stevina.” Agia menjawab pertanyaan dari Rasti.

“Ohya, Ras. Nanti bener ya temenin kita balik ke kampus buat ambil mobil gue,"

“Gampanglah itu.”

“Lalu, gimana pendapat kalian tentang info dari temennya Damar tadi? Siapa ya namanya? Lupa gue.” Rasti mulai membuka topik obrolan.

“Kak Ratna namanya seinget gue. Kalau gue sih percaya di mana aja ada kehidupan lain selain kita. Yang membedakan, ada yang bisa terlihat dengan mata biasa, ada juga yang harus menggunakan mata spesial. Kita ‘kan hidup berdampingan sama mereka.” Agia menyampaikan pendapatnya.

“Disamping itu, Agia juga pernah mengalami sendiri di kampus. Ya nggak, Gi?”

Agia memelototi Stevina dengan maksud menyuruhnya untuk diam.

“Serius, Gi?” Rasti memandangnya menunggu jawaban. Agia mengangguk membenarkan.

Kemudian bergantian Stevina dengan Agia menceritakan pengalaman yang mereka alami dua minggu lalu.

“Gue nggak nyangka cerita-cerita yang beredar adalah fakta.”

“Emang ceritanya kayak gimana kalau yang lo denger?” Tanya Agia antusias.

“Katanya nih, Fakultas Sastra dulu bangunannya nggak sebesar sekarang. Waktu itu renovasi masih dalam proses, banyak pekerja yang mendirikan rumah sementara di sekitar halaman kampus. Beberapa dari mereka sering kali diganggu sama perempuan cantik. Bahkan salah satu pekerja melihat perempuan cantik terjun dari lantai dua. Setelah dicari di bawah, tidak ada orang jatuh. Melainkan karung semen yang di dalamnya berisikan batu-batu bekas limbah bangunan."

“Pernah juga salah satu pekerja kesetrum di kelas lantai dua Gedung D. Padahal saat itu belum terpasang listrik. Kelasnya bahkan belum selesai direnovasi”

Rasti menjelaskan dengan volume suara yang direndahkan. Seolah takut terdengar oleh mereka.

“Iiiih kok serem amat sih kampus kita," Stevina merasa tidak nyaman setelah mendengar cerita dari Rasti.

“Apa jangan-jangan yang meminta pertolongan ke Agia itu, Si Dia ya? Barangkali ada rahasia dibalik segala cerita yang beredar." Rasti berasumsi dengan wajah serius.

“Gi, kok lo diem aja?” Rasti melempar Agia dengan boneka.

“Sebenernya tadi pagi gue lihat sesuatu lagi. Seseorang di lantai dua menunjukkan dirinya ke gue dari jendela."

“Tadi waktu lo bengong di jendela itu, Gi?” Tanya Stevina penasaran. Agia menganggukan kepalanya.

“Terus orang itu mengatupkan telapak tangannya di depan dada," Agia melanjutkan ceritanya seraya menirukan gerakan orang itu.

“Jangan-jangan kita akan melalui masa perkuliahan yang seru seperti film-film horror di bioskop ya, guys?” Rasti mendadak menunjukan wajah semangat.

“Ada banyak misteri yang harus kita pecahkan."

Rasti melanjutkan. Sementara Agia dan Stevina hanya menatapnya ragu.

***

Sejak masa pengenalan dan orientasi mahasiswa baru, Agia memiliki daya tarik sendiri untuk Bagi.

Wajah yang teduh dan manis, melengkapi penampilannya yang terlihat bersahaja.

Dengan warna kulit yang lebih gelap jika dibandingkan dengan Stevina, namun tidak mengurangi pancaran pesona dalam dirinya.

Beruntung Damar memiliki ketertarikan kepada Stevina. Karena sedikitpun dirinya tidak memiliki keberanian untuk mendekati Agia.

'Tidak bisa berhenti gue memikirkan Agia. Kalau menurut Damar, Stevina adalah yang terbaik, Agia justru memancarkan aura yang berbeda.

Suatu hari nanti gue akan sangat berterima kasih kepada Damar karena telah berhasil menyapa Stevina dan teman-temannya. Tentu saja tujuan gue hanya semata untuk mengenal dan mendekati Agia.'

Damar menginformasikan jika Stevina dan Agia tengah mengunjungi rumah temannya yang bernama Rasti.

“Tapi mobilnya Stevina ditinggal di kampus, Bro. Gue rencana untuk nggak pulang dulu sebelum Stevina ambil mobilnya. Katanya sih bentar lagi balik." Damar memberikan informasi yang sangat penting saat ini.

“Gue temenin deh lo nunggu mereka dateng.” Sahutnya sambil mendaratkan tubuhnya di sebelah Damar. Mereka sedang duduk di bangku taman dekat kantin bawah pohon.

“Nggak usah, Bro. Kasihan lo nemenin gue.”

“Nggak apa kok. Sekalian gue mau download film. Kalau anak-anak udah pada pulang kan WiFi jadi kenceng banget."

“Oke deh kalau gitu. Lo mau bakso gak?” Tanya Damar seraya berjalan menuju gerobak bakso. Penjual bakso itu sedang berbincang dengan Ibu kantin bawah pohon.

“Enggak, Bro. Lo aja, gue nggak laper."

***

Saat mereka tengah asyik menonton film yang telah berhasil didownload, terdengar suara ramai dari dalam Gedung D. Entah di lantai satu atau di lantai dua.

Damar menghentikan kegiatan menontonnya dan menegakkan punggungnya tegang.

“Bro, lo denger gak?”

“Apaan?”

Tanpa menyahut Damar beranjak dan berjalan pelan. Kemudian mengintip sisi depan Gedung D dari sudut tembok sisi samping kiri Gedung D.

Beberapa detik Damar bertahan dengan posisi mengintip dari balik tembok. Kemudian berdiri tegak dan berjalan ke depan Gedung D.

“Ada apa?” Ibu kantin mengikuti langkah Damar.

Dari kejauhan Damar dan Ibu kantin menyaksikan proyektor Gedung D lantai dua menyala dan menyorot papan tulis samar.

Berlari Damar menuju pohon mangga besar di ujung kampus, lalu memanjatnya. Dengan sigap pedagang bakso membantu Damar memanjat pohon mangga. Sedetik kemudian Damar berusaha berdiri pada salah satu dahan pohon.

Damar terperangah menatap jendela lantai dua Gedung D.

Sejurus kemudian Agia, Stevina dan Rasti datang lalu memarkirkan motor di sebelah mobil Stevina.

Dengan heran Stevina berjalan cepat ke arah pohon mangga diikuti Agia dan Rasti melewati Bagi yang masih duduk memangku laptop.

“Kak Damar, ngapain di sana?” Stevina berbicara dengan suara yang keras.

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Hantunya kayanya bener2 mo minta tolong deh sama mereka..

2023-04-25

1

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓹𝓪𝓼𝓽𝓲 𝓓𝓪𝓶𝓪𝓻 𝓵𝓲𝓪𝓽 𝔂𝓰 𝓪𝓷𝓮𝓱" 𝓷𝓲𝓱🤔🤔🤔🤔

2022-10-11

0

Agus Sofyan

Agus Sofyan

mudah mudahan selalu

2022-05-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!