Part 12

Kampus Horror

Part 12

“Umur Papanya Kak Ratna berapa, Kak?”

Ratna terkejut mendengar pertanyaan Agia.

“Tahun ini lima puluh delapan kalau nggak salah. Memang kenapa, Gi?”

“Masih terlihat muda ya. Aku kagum, Kak. Bisnisnya bagus. Rumah tangga juga bagus. Anaknya cantik dan juga baik."

“Ah lo bisa aja, Gi." Bersemu wajah Ratna dibuat oleh Agia.

“Ohya, Papanya Kak Ratna dan Omnya Kak Bagi katanya temen satu kampus ya dulu?”

“Iya satu kelas katanya mereka. Gue juga baru tahu kemarin karena acara syukuran."

“Emang angkatan berapa, Kak?”

“Berapa ya? Gue kurang tahu”

“Emang mereka kuliah di mana?”

“Satu almamater sama kita, Gi. Fakultas Sastra juga.”

“Emang kenapa sih, Gi? Kok lo pengen tahu tentang bokap gue?”

“Enggak, Kak. Iseng aja hehehe.."

***

“Kak, gue bisa minta nomor telepon Pak Runa, nggak?”

Damar merogoh saku celana untuk mengambil telepon genggamnya.

Setelah menekan-nekan layar, disebutkannya sederet angka.

“Kenapa, Gi?”

“Gue belum berani cerita, Kak.”

Sahut Agia seraya meninggalkan Damar.

***

Dengan ragu Agia melangkahkan kaki ke Gedung C.

“Tuhan, bantulah saya menyelesaikan segalanya. Jika memang waktunya Asih kembali kepadaMu, berikanlah saya petunjuk.”

Agia berkata dalam hatinya disela langkahnya menuju Gedung C.

Ditatapnya lekat patung rusak di pojok taman yang terletak di depan Gedung C.

Entah itu halusinasi, patung bergerak menganggukkan kepalanya.

Agia terperanjat mundur.

Patung itu kemudian melihat ke atas. Ke arah ruang kelas Gedung D di lantai dua.

Agia mengikuti arah pandang patung itu.

Sekelebat terlihat tubuh manusia terjatuh dari atas. Seketika Agia berteriak histeris.

Tergopoh-gopoh seorang dosen dan Ibu kantin mendekati Agia.

“Ada apa?” Tanya dosen itu khawatir.

Agia mencari-cari di sekitar taman dengan tergesa.

Tak ditemukan apapun. Wajah Agia menjadi pucat dan terjatuh lemas. Agia pingsan.

***

Agia tersadar di ruang dosen seorang diri.

Diliriknya jam pada pergelangan tangannya. Merutuki diri Agia karena hilang kesadaran selama hampir tiga jam.

Agia duduk, dan beranjak pelan mengangkat tubuhnya yang masih lemas. Agia berjalan pelan ke luar dari ruang dosen. Sepi. Panas matahari tidak terik karena dalam perjalanan menuju peraduannya di ufuk barat.

Tiba-tiba Agia teringat akan tubuh manusia yang terjatuh dari lantai dua. Dengan panik Agia berjalan cepat menuju tengah-tengah halaman kampus agar dapat melihat lantai atas dengan lebih leluasa.

Terdengar langkah kaki dari arah parkiran.

Agia melihat Bagi dan Damar berjalan menuju dirinya yang kini berdiri di tengah-tengah kampus.

“Gi, kamu ngapain masih di kampus? Bunda nyariin kamu, Gi." Bagi memburu Agia dengan berbagai pertanyaan.

“Stevina juga panik banget. Gue telepon dia dulu buat infoin kalau lo udah ketemu ya." Damar berjalan menjauh dengan telepon genggam telah melekat di telinganya.

“Kamu kenapa, Gi?”

“Kak...”

“Iya, kenapa?”

“Asih meninggal karena jatuh dari lantai dua."

“Kamu tahu dari mana?”

“Aku lihat, Kak.”

Damar segera mendekat setelah mendengar Agia berbicara begitu.

“Sebaiknya kita pulang dulu sekarang. Lo kita anter pulang. Sepeda motor lo biar titip di rumah Rasti aja, ya.”

***

Agia menunggu di sebuah coffee shop milik warga lokal.

Agia mengenal pemiliknya yang menggeluti UMKM sejak ia menyelesaikan sekolah diploma dua perhotelan.

Dengan bekal pengalaman menjadi barista di sebuah hotel besar, kini pemilik coffee shop itu telah memiliki beberapa gerai.

***

“Sudah lama menunggu?”

“Baru saja saya sampai. Maaf ya, Pak. Kalau saya meminta bertemunya jauh dari rumah Bapak.”

“Nggak apa-apa. Jadi kenapa kamu mau ketemu saya?”

“Singkat saja ya, Pak. Bapak mengenal senior saat kuliah dulu bernama Deni, tidak?”

“Deni? Saya nggak ingat karena sudah terlalu lama. Kalau teman sekelas mungkin masih bisa ingat. Kalau senior agak sulit. Kamu ada fotonya?”

Agia teringat sempat berfoto ramai-ramai saat berkumpul di villa baru Ratna. Segera dicarinya foto tersebut di aplikasi untuk menyimpan foto.

Ditunjukkannya foto tersebut dengan telunjuk kepada Runa.

Runa mengerutkan kening mengingat orang dalam foto tersebut.

Runa lalu menggeleng.

“Maaf ya saya tidak bisa membantu."

“Nggak apa-apa, Pak.”

***

Agia mengantar Runa keluar dari coffee shop menuju mobil.

“Nanti kalau saya ada ingat, saya pasti segera menginformasikan.”

Agia mengangguk.

“Pak. Bapak tahu tidak bagaimana Asih menghilang?”

“Saya tidak akan pernah lupa kejadian dimana kami akan melakukan penanaman pohon di hutan bakau dekat pantai bagian timur. Semua teman-teman sekelas sudah datang. Tidak biasanya Asih terlambat. Kami bahkan menunggu sekitar setengah jam setelah supir truck memutuskan untuk berangkat. Kami akhirnya meninggalkan Asih.”

“Setelah itu, Asih tidak pernah muncul di kampus.” Runa melanjutkan cerita dengan wajah sendu.

“Bapak tahu tidak kalau Asih sedang mengandung?”

“Hah? Serius kamu?”

Agia menganggukkan kepalanya.

“Lalu? Sebenarnya Asih itu masih hidup atau bagaimana? Kenapa mengetahui hal semacam ini?”

“Saya belum berani menceritakan semuanya karena belum terangkum sempurna."

Runa terlihat menghela napas kecewa.

“Sebenarnya saya pernah ditolak oleh Asih. Karena saya bukan orang kaya.”

“Primadona kampus itu memiliki banyak muka. Di depan orang-orang ia bermuka anggun, polos, dan baik hati. Sesungguhnya ia hanya perempuan matre yang memanfaatkan laki-laki saja.”

“Tapi tak bisa disalahkan juga. Ia memiliki hidup yang sangat berat saat muda. Orang tuanya bercerai dan masing-masing telah menikah lagi. Ia seorang diri menjadi pembantu di rumah Bibinya”

“Nasib baik tidak pernah berada disekelilingnya. Hingga ia memutuskan untuk mencari beasiswa untuk melanjutkan kuliah di kota. Dia tak sudi jika harus kembali menjalani hidup seperti dulu. Maka dari itu ia memutuskan untuk mengincar orang kaya."

Agia mendengarkan cerita Runa dengan sungguh-sungguh.

“Mungkin tidak, jika Asih mendekati dosen atau dekan saat itu, Pak?”

Runa terlihat berpikir berusaha mengingat.

“Tidak nampak sikap Asih yang menggoda atau menjajakan diri saat itu. Pakaiannya rapi dan sopan. Jauh dari bayangan saya jika Asih berani mendekati dosen apalagi dekan.”

“Apa menurutmu salah satu dosen di kampus saat itu ada main dengan Asih?” Runa terlihat terkejut dengan pemikirannya sendiri.

“Saya juga belum tahu, Pak. Yang pasti, dari penglihatan saya, Asih meninggal karena terjatuh dari lantai dua. Dan saat itu ia sedang mengandung. Entah bagiamana saya percaya bukan Bapak pelaku yang menyebabkan Asih meninggal saat itu.” Agia menjelaskan prediksi yang berhasil ia simpulkan.

***

Diperjalanan menuju rumah makan yang masih membutuhkan waktu selama tiga jam, Runa kembali mengingat keras masa-masa perkuliahannya.

Dicarinya kejanggalan demi kejanggalan pada diri Asih.

Runa menggeleng pelan.

“Tidak. Tidak mungkin Asih menjalin hubungan dengan dosen. Kalau pun benar, dosen siapa?” Runa berbicara pada dirinya sendiri.

Diingatnya kembali saat-saat sebelum Asih hilang.

Saat itu mereka sedang menyambut ulang tahun kampus. Berbagai acara sedang dilakukan. Seperti perlombaan, jalan santai, pentas seni, bahkan pertandingan sepak bola antar jurusan.

Dengan jelas Rina mengingat ulang tahun kampus dihelat dibulan yang sama dengan ulang tahunnya pada Februari. Semua orang yang lahir pada bulan Februari diperintahkan untuk naik ke atas panggung saat pentas seni berlangsung. Jadi, Runa tidak akan lupa kejadian itu.

“Menanam pohon bulan apa, ya?” Runa kembali bertanya pada dirinya.

Sekelebat ingatan pengibaran bendera merah putih dilakukan di tengah-tengah hutan bakau.

“Oh! Waktu itu tujuh belas agustus!” Runa sangat bangga pada dirinya karena memiliki memori ingatan yang cukup kuat.

Benar. Terlihat sedikit perubahan dari Asih dari penampilannya. Dia beberapa kali terlihat menggunakan tas baru. Bahkan hampir setiap hari ia bergonta-ganti tas.

"Tidak ada sedikit pun pikiran negatif yang terlintas padaku saat itu. Padahal hampir setiap hari aku selalu memperhatikan perempuan yang sangat ingin kumiliki."

"Memang benar, Asih pasti memiliki seseorang yang membiayainya saat itu."

"Tapi, siapa orangnya?"

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Apa makhluk yg nempel di kakinya deni adalah anaknya..

2023-04-25

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓪𝓹𝓪 𝓪𝓭𝓪 𝓼𝓪𝓷𝓰𝓴𝓾𝓽 𝓹𝓪𝓾𝓽𝓷𝔂𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓴𝓮𝓵𝓾𝓪𝓻𝓰𝓪 𝓑𝓪𝓰𝓲 𝔂𝓪🤔🤔🤔🤔🤔🤔

2022-10-11

0

Else Widiawati

Else Widiawati

iyaaa mungkin benar kalo om deni ada hubungannya dengan asih

2022-05-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!