Part 5

Kampus Horror

Part 5

“Fakultas Sastra 1986!”

Semua tercekat menahan napas.

“Rasa-rasanya gue akan minta pindah kuliah deh ke orang tua gue.” Rasti nampak sangat tidak nyaman dengan hal ini. Dipikirnya menemukan misteri sangatlah menyenangkan. Namun ternyata misteri ini sangat menakutkan.

“Kita ‘kan nggak ganggu mereka, Rasti. Kenapa lo mesti takut coba?” Agia menenangkan teman yang baru beberapa jam dikenalnya.

“Terus, lo sendiri belum cerita ke kita, Gi!” Stevina menyerukan ingatannya.

“Iya, bener! Ngapain lo tadi di jembatan?” Rasti menambahkan.

“Sebenernya tadi gue liat ada Bapak-bapak yang melambai ke kita. Eh, tepatnya ke gue. Beliau ternyata memang tinggal di jembatan itu,” Agia menghentikan ceritanya seraya memandang teman-temannya.

“Terus?”

“Gue diingetin tentang keberadaan seseorang yang terlalu lama sendiri. Lebih baik jangan terlalu banyak untuk ikut campur. Sudah gue tanya, ikut campur dalam hal apa? Tapi Bapak itu nggak mau jawab. Malah beliau kabur dan hilang. Gue rasa ini ada hubungannya sama dia yang ada di lantai atas."

“Jadi, lo indigo, Gi?” Tanya Bagi memotong pembicaraan Agia.

“Entah apa namanya ya, Kak. Karena yang begini baru gue tahu sejak SMP."

“Wow, keren lo, Gi!” Rasti menatapnya takjub.

Bagi memandang Agia dengan tatapan tidak percaya.

“Sejauh apa kemampuan lo?” Bagi nampak sangat antusias dengan Agia.

“Sejauh apa ya? Kadang gue bisa komunikasi dengan mereka kalau gue mengizinkan. Tapi kalau gue nolak, mereka nggak akan bisa."

Karena Agia merasa Bagi menyimpan suatu rahasia, ia memutuskan untuk tidak mengatakan tentang penglihatannya tadi di kampus.

Hari pertama perkuliahan, mereka benar-benar dikuras secara emosional. Antara takut, tapi rasa penasaran lebih menguasai pikiran.

***

[Malem, Gi. Gue Bagi. Simpen ya nomor gue]

Chat tersebut tidak segera dibuka oleh Agia. Ia menimbang-nimbang baikkah jika dirinya berteman dengan Bagi.

[Baik, Kak] Agia memutuskan untuk sedikit menjaga jarak dari Bagi.

Agia tidak seperti Stevina yang dengan mudah bergaul dengan siapa saja. Ia memiliki rasa khawatir yang berlebih terhadap orang-orang baru.

Biarlah ia dianggap sombong atau kuper. Agia memutuskan untuk tetap menjadi dirinya sendiri.

***

Di lain tempat, Stevina dan Damar sedang menghabiskan malam bersama di rumah.

Damar tidak membiarkan waktunya terbuang. Dengan cepat pendekatannya dilakukan untuk Stevina.

Sepulang dari cafe dekat kampus, Damar meminta izin untuk mengunjungi Stevina di rumahnya nanti malam.

Tanpa penolakan Stevina mempersilahkan Damar untuk datang ke rumah.

Kejutan tanpa diduga, ternyata Damar adalah teman Rega saat Sekolah Menengah Pertama.

Rega adalah kakak tertua dikeluarga Stevina. Mereka terpaut jarak dua tahun. Stevina merupakan anak kedua dari tiga bsrsaudara. Adiknya, Dandi, yang kini duduk di kelas dua Sekolah Menengah Atas, sedang tidak ada di rumah.

Walaupun Damar dan Rega tidak satu kelas, namun mereka berteman cukup baik. Mereka sama-sama peserta ekstrakulikuler voli saat itu.

Kini mereka menghabiskan malam hari dengan bertanding sepak bola melalui permainan konsol Play Station.

Dengan maksud awal ingin mendekati Stevina, kini semua berubah menjadi acara reuni antara Rega dan Damar.

“Jadi, lo ngedeketin adik gue, nih?”

“Lo harus setuju lah, Ga."

“Tapi dia itu berisik dan manja banget. Nggak akan deh lo kuat sama dia."

“Weeeeee...! Lo ya jadi kakak bukannya bagus-bagusin adik buat naikin harga, ini malah dijelekin.” Stevina menimpuk kakaknya dengan kulit jeruk.

Stevina kini beralih fungsi menjadi obat nyamuk diantara Damar dan Rega. Dia memilih jadi pendengar yang baik dari cerita yang mengalir melalui pembicaraan masa lalu antara Damar dan Rega.

“Ya pokoknya lo taunya beres aja. Gue bantu jagain adik lo.” lanjut Damar mencoba meraih dukungan dengan sedikit paksa.

“Semoga lo nggak semaput deh ngehadapin tu bocah."

***

Damar meninggalkan rumah Stevina pukul sepuluh malam. Dengan ramah Stevina mengantarkan Damar menuju gerbang ditemani Rega.

“Lo berdua perlu waktu? Perlu gue tinggal nih?” Rega bertanya setengah menggoda.

“Apaan sih lo, Kak!”

“Gue balik ya, sampai ketemu besok di kampus kita yang horror.” Damar berpamitan kepada kakak beradik di hadapannya.

“Hati-hati ya! Nanti kalau sudah sampai, chat aku ya, Kak!" Stevina mengingatkan Damar dan membuat Rega melakukan gerakan muntah lalu meninggalkan mereka berdua di depan gerbang.

“Seneng aku bisa kenal kamu." Damar melambaikan tangannya dan segera menarik pedal gas sepeda motornya, meninggalkan Stevina dengan senyum penuh kebahagiaan.

Memang benar, masa-masa paling indah adalah awal pendekatan. Karena semua terlihat begitu syahdu dan menarik.

***

"Mar, lo udah baca belum?" Ratna mencegah langkah Damar ketika akan memasuki kelas pagi ini.

"Baca apaan?"

"Situs Universitas tentang hilangnya mahasiswi di salah satu fakultas. Nggak disebutin sih fakultas mana. Tapi entah firasat atau apa, gue rasa ini tentang Fakultas Sastra."

Ratna terus berbicara seraya mengikuti langkah Damar.

Damar hanya menatap penuh tanya wajah Ratna yang menunjukkan tanda takut.

Damar mengedarkan pandangan ke penjuru kelas. Teman-temannya nampak serius menatap telepon genggam tengah memperhatikan sesuatu.

Ratna kemudian memberikan telepon genggam miliknya yang telah menampilkan situs universitas sesuai informasi darinya tadi.

Damar membaca dengan cepat isi bacaan tersebut.

"Mahasiswi Hilang, Mahasiswi Malang"

Judul sederhana namun membuat siapapun pembacanya bergidik ngeri.

"35 tahun namun tak seorang pun sadar, bahwa DIA hilang. Tak kasihan kah kau pada DIA? Sendiri tanpa orang peduli. Bersedih tanpa kasih. Memendam amarah tanpa arah. Di mana kah DIA kini? Megahnya payung pendidikan mampu menutupi hilangnya DIA. Tak khawatirkah DIA kembali menuntut balas?"

Tulisan pendek itu diunggah oleh akun I'm a Ghost.

Tanpa menunggu, Damar segera mengambil telepon genggam miliknya. Lalu dengan cepat mengabadikan layar pipih milik Ratna yang masih menampakkan bacaan tadi.

Damar memikirkan sesuatu lalu beranjak meninggalkan kelas.

Ratna mengikuti Damar untuk mencari tahu kemana temannya itu pergi.

Sedikit kecewa mengetahui Damar memasuki Gedung A.

'Pasti Damar mencari mahasiswa baru itu.' Ratna berbicara dalam hati agar tidak ada orang lain yang tahu, bahwa dirinya masih mengharapkan Damar.

***

Teman-teman jurusan yang sama dengan Stevina memperhatikan takjub sesosok tampan dengan kaki panjang sedang memasuki Gedung mereka. Damar memiliki tinggi badan seratus tujuh puluh delapan senti meter. Ditambah dengan badan kekar membuatnya terlihat semakin menawan.

Tak terlihat sosok yang dicarinya, Damar bertanya kepada salah seorang di dalam kelas.

"Stevina belum datang?" Suara bass milik Damar mampu menghipnotis seisi kelas untuk menatap senior bertubuh jangkung itu.

"Kayaknya belum datang, Kak. Kalau Agia barusan saya lihat naik ke atas."

Tanpa menunggu Damar segera melangkahkan kaki ke lantai dua. Ditemukannya Agia yang sedang memandang Gedung D yang kini tepat di seberangnya.

"Gi!" Sapa Damar pelan agar Agia tidak terkejut.

"Kak Damar. Ngapain di sini?"

Belum sempat Damar menyahut, salah seorang keluar dari kelas di sebelah kirinya.

"Mar! Tumben lo ke sini. Pasti karena situs universitas ya?"

"Bisa aja lo, Gus. Ini gue lagi nyari adik temen gue. Gue turun dulu ya." Sahut Damar seraya menarik tangan Agia untuk ikut turun dengannya.

Sesampainya Damar dan Agia di bawah tangga, nampak Stevina baru datang dan sedang memasuki kelas.

"Stev, ada yang mau aku bahas." Panggil Damar mencegah Stevina memasuki kelas.

Kini mereka bertiga telah duduk di kursi taman dekat pohon mangga.

Segera Damar merogoh saku celana jeans untuk mengambil benda pipih. Dengan cepat Damar menekan telepon genggam miliknya lalu menyodorkan ke arah Stevina dan Agia.

Kedua gadis itu kini melongokkan kepala menatap telepon genggam milik Damar. Stevina segera mengambil benda pipih itu dari tangan Damar dan mendekatkannya ke tubuh mereka.

Wajah Stevina berubah muram. Berbeda dengan Agia yang nampak biasa saja.

"Menurut lo gimana, Gi?" Damar mencoba membuka pembicaraan.

"Gue nggak berani komentar, Kak. Karena Gue belum tahu apapun."

"Lalu, lo tadi ngapain di atas?"

"Gue ingin memastikan situasi di kelas sama seperti apa. Tapi gue nggak ngerasa apapun."

Stevina terus diam tanpa bertanya.

"Kamu takut ya Stev?" Damar memegang pundak Stevina khawatir.

"Aku... Aku takut salah satu dari kita akan mengalami sesuatu karena mencoba mencampuri urusan ini. Seperti kata Bapak yang dilihat Agia kemarin itu."

"Stev, lo harus kuat. Gue yakin sosok mahasiswi lantai dua nggak jahat. Lo inget nggak hari pertama kita ke kampus? Dia minta tolong ke gue, Stev."

"Minta tolong?" Damar memotong pembicaraan Agia dan Stevina.

Mau tidak mau Agia mengulang lagi cerita dua pekan lalu yang mereka pernah alami.

Damar mendengarkan dalam diam lalu melemparkan pandangan ke arah ruang C yang masih nampak sepi dari dosen-dosen pengajar.

***

"Kalian mau ke pantai nggak?" Damar bertanya antusias kepada Stevina dan Agia.

"Siang-siang begini ke pantai. Panaslah, Kak." Rasti menjawab malas.

"Lo nggak tau sih ada pantai yang nggak perlu panas-panasan. Gue yakin kalian akan senang."

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Hantunya mo minta tolong apa mo minta temen ya.. Ko ngeri..

2023-04-25

1

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓪𝓹𝓪 𝓡𝓪𝓽𝓷𝓪 𝓶𝓪𝓷𝓽𝓪𝓷𝓷𝔂𝓪 𝓓𝓪𝓶𝓪𝓻 𝔂𝓪🤔🤔

2022-10-11

1

uutarum

uutarum

baru baca, aku tebak. hantunya punya hub. dengan Baqi, yg posting di web si baqi

2022-06-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!