Part 9

Kampus Horror

Part 9

Ibu dan semua orang yang berada pada ruang tunggu ICU menangis histeris mendengarkan penuturan Bunda Agia.

Tanpa berpikir lebih lama, Bapak dan sepupu-sepupu serta paman Eka mengerahkan relasi sebanyak mungkin untuk mendapatkan ayam hitam atau anjing berlidah hitam.

Sementara Ibu Eka duduk berpeluk Bunda Agia dalam kesedihan meratapi nasib putra semata wanyangnya yang terkasih.

“Kenapa Agia bisa punya perjalanan ke sana, Bu?” Ibu Eka mengungkapkan rasa penasarannya.

“Iya, Bu. Kebetulan lagi jalan-jalan sama temen-temen kuliahnya."

“Untunglah Agia cepat melihat Eka di sana ya, Bu."

“Kuasa Tuhan, Bu. Siapa sangka dari banyaknya jalur ke tempat tujuannya, Agia malah lewat sana. Kata Agia, di jalan itu kebetulan juga agak macet. Jadi kendaraan yang Agia naiki berjalan pelan. Lagi-lagi kuasa Tuhan."

“Terima kasih, Bu. Terima kasih banyak." Ucap Ibu Eka menggenggam tangan Bunda Agia erat seraya mengucapkan terima kasih dengan sangat tulus.

***

“Masih lurus ke utara. Lurus saja terus kira-kira lagi dua puluh menit. Sesampai di sana coba tanya lagi." Petunjuk salah satu warga tentang desa tujun mereka.

Bagi berterima kasih kepada penjual bensin dalam botol kaca di pinggir jalan.

“Gue deg-degan nih,” Stevina berujar dengan wajah tegang.

Estimasi perjalan selama tiga jam, bergeser hingga empat jam.

Disamping kejadian ‘menemukan Eka di pinggir jalan’, perjalanan mencari desa tempat tinggal Runa sangatlah sulit dicari.

Sisa perjalanan mereka dihadapkan pada hamparan sawah yang sangat indah. Terasering sawah yang tercatat menjadi bagian UNESCO terlihat memukau dan menggoda untuk diabadikan keindahannya.

Tanpa menunggu perintah, Damar menepikan mobilnya.

Diistirahatkannya sejenak mobil kebanggaan Damar. Sementara pemiliknya membuka pintu dan merenggangkan tubuhnya.

Dengan takjub Stevina memandang sawah hijau yang siap menguning bertumpuk-tumpuk dihadapannya.

Dihirupnya napas dalam-dalam seraya mengucapkan terima kasih kepada Tuhan.

“Terima kasih Tuhan karena memberikan kesempatan saya untuk menikmati pemberianMu yang tidak berkesudahan."

Agia berdiri sejajar di sebelah Stevina.

“Lo capek, Stev?”

“Nggak, Gi. Lo capek?”

“Enggak. Gue semangat banget. Walaupun laper sedikit.” Ujarnya malu-malu

Stevina mengikik mendengar jawaban sahabatnya itu.

“Di seberang sana ada rumah makan. Mau makan siang dulu?” Ajak Damar yang mendengar percakapan pujaan hati bersama karibnya.

Mereka semua menoleh ke seberang terasering. Terdapat rumah makan yang cukup besar berlantai dua.

Pasti sangat menyenangkan bisa bersantap makan siang sambil menikmati pemandangan.

Damar memindahkan mobil ke area parkir rumah makan. Sementara yang lain sudah memasuki rumah makan bergaya kearifan lokal setempat.

***

Setelah memesan, Agia dan Stevina sibuk berfoto dengan latar pemandangan yang menakjubkan di belakangnya.

Malu-malu Stevina meminta tolong kepada Agia agar memotret dirinya dengan Damar.

Tanpa menunggu untuk dipanggil Damar segera mendekati Stevina.

Senyum bahagia terukir dari kedua sejoli yang sedang dimabuk asmara itu.

Agia lalu melihat ke arah Bagi yang sedang gugup memandangi Agia.

“Kak, mau foto bareng aku nggak?”

Stevani dan Damar mengulum senyum melihat tingkah Bagi yang seperti anak kecil.

Ditariknya tangan Bagi oleh Agia, lalu menyerahkan telepon genggamnya kepada Stevina untuk difoto.

Sambil menunggu pesanan datang, Damar mengunggah fotonya berdua dengan Stevina di akun media sosial miliknya. Ia memberikan caption ‘Segala sesuatu yang diawali ketulusan, pasti akan direstui oleh Semesta’.

Pada unggahannya yang kedua, foto mereka berempat dengan bantuan salah satu pramusaji disertai caption ‘Sahabat dalam suka maupun duka. Terima kasih banyak atas pengalaman yang menyenangkan hari ini’.

***

Ratna memandang foto pada akun Damar yang baru saja diperbaharui.

Hatinya berubah gundah membuat batalnya janji dengan Bimo malam ini.

***

"Ohya Mbak, tahu lokasi desa ini nggak?" Tanya Damar pada kasir yang bertugas setelah membayar makan siang mereka.

"Loh, rumah saya ada di desa ini. Bahkan yang punya rumah makan ini juga dari desa yang sama. Memang adik-adik semua mau ke mana?"

"Kami rencana mau berkunjung ke rumah senior kami di kampus. Namanya Bapak Runa."

"Bapak Runa? Runa siapa?"

Damar memanggil Bagi untuk memastikan nama lengkap dari Runa.

"Runa Darmawan"

"Wah itu nama bos saya di sini. Sudah ada janji memangnya?"

"Belum, Mbak. Malah kita belum kenal. Kira-kira kemana ya saya harus menghubungi Bapak Runa?"

"Sekarang ada di sini kok. Tunggu ya saya tanyakan dulu. Adik-adik dari mana tadi?"

"Kami dari Fakultas Sastra."

"Tunggu sebentar ya,"

Petugas kasir tadi menghilang beberapa menit dan kembali bersama lelaki dewasa yang terlihat sangat maskulin.

Dengan tubuh lebih pendek sedikit jika dibandingkan dengan Damar, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan Bagi.

Bapak Runa menggunakan celana jeans dan baju kaos berlengan pendek. Beberapa tato menghiasi lengan dan tangannya.

Senyuman ramah terpancar hangat dari bibirnya.

"Halo, saya Runa. Ada yang bisa saya bantu?"

Runa mendekati Damar dan Bagi seraya mengulurkan tangannya. Damar menyambut hangat disertai memperkenalkan diri.

***

"Jadi gini, Pak. Mungkin kedatangan kami terdengar konyol. Sebelum saya menceritakan semuanya, saya ingin memastikan. Apakah Bapak mengenal teman seangkatan Bapak yang bernama Asih?" Stevina membuka perbincangan.

Bapak Runa terperanjat dan menyentuh dadanya. Wajahnya pias.

"Kenapa kalian bisa tahu Asih?"

"Berawal dari beberapa penampakan yang ditunjukkan seorang mahasiswi di ruang kelas, Pak." Damar mulai menjelaskan.

"Lalu, bertahun-tahun kelas itu tidak dapat digunakan karena tidak ada aliran listrik di kelas. Tapi, suatu hari proyektor di kelas itu tiba-tiba menyala dan menunjukkan sebuah tahun, yaitu 1986." Damar menceritakan pengalamannya saat itu.

"Jadi kami menyimpulkan terjadi sesuatu pada tahun tersebut. Lalu seseorang mengunggah sebuah tulisan pada situs universitas tentang hilangnya seorang mahasiswi. Kemudian kami menggali ada apa sebenarnya?" Bagi menambahkan cerita Damar.

"Lalu apa yang kalian temukan?"

"Kami tidak menemukan apapun saat itu."

"Dari mana kalian tahu Asih?"

Stevina, Damar, dan Bagi menoleh ke arah Agia.

"Asih yang memberitahukannya kepada saya." jawab Agia dengan tenang.

Terlihat jelas keterkejutan wajah Bapak Runa.

"Jadi, Asih masih hidup?"

Agia menggeleng.

"Maka dari itu kami menemui, Bapak. Kami berharap Bapak bisa membantu kami memberikan informasi"

"Memangnya kalian siapa sehingga ingin menguak misteri ini?"

"Asih yang meminta tolong kepada saya, Pak."

"Kamu bisa lihat hantu?" Tanya Runa dengan ekspresi meremehkan.

"Setelah saya menggali banyak informasi tentang mahasiswi yang hilang, saya temukan fakta bahwa Runa Darmawan adalah orang yang dekat dengan Asih." Bagi memotong pembicaraan antara Runa dan Agia.

"Atau mungkinkah Bapak Runa mengetahui sesuatu tentang Asih yang hilang? Atau malah Bapak yang menjadi penyebab hilangnya Asih?" Bagi memberondong Runa dengan kata-kata sehingga menyebabkannya terlihat tidak nyaman.

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Ehmmm... Runa kunci jawaban dari menghilangnya asih apa bukan ya..

2023-04-25

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓴𝓲𝓻𝓪𝓲𝓷 𝓡𝓾𝓷𝓪 𝓲𝓽𝓾 𝓬𝓮𝔀𝓮𝓴 𝓽𝓮𝓻𝓷𝔂𝓪𝓽𝓪 𝓬𝓸𝔀𝓸𝓴 𝓽𝓸𝓱🤭🤭🤭🤭🤭🤭

2022-10-11

0

Else Widiawati

Else Widiawati

to the point bagi

2022-05-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!