Part 4

Kampus Horror

Part 4

“Pantesan kalian minta gue anterin lagi ke kampus. Ternyata kalian punya pengalaman kayak gitu ya.” Rasti berujar seraya mengeluarkan sepeda motornya dari garasi. Tanpa terasa hampir tiga jam mereka menghabiskan waktu bercerita tentang ini dan itu.

“Masih ngerasa takut gue kalau harus ke kampus dengan keadaan sepi. Jam segini orang-orang pasti sudah pada pulang kampus kan.” Stevina sudah duduk di atas motor Agia sebagai penumpang.

***

Dalam perjalanan dari rumah Rasti menuju kampus, mereka harus melalui dua jembatan.

Mendekati jembatan kedua, Agia memperlambat laju sepeda motornya, lalu berhenti tepat sebelum jembatan.

“Kenapa, Gi?” Stevina bertanya.

“Ada orang di jembatan, Stev."

“Mana? Nggak ada siapa-siapa."

“Oh berarti cuma gue aja yang ngelihat, Stev.”

“Lo diem di sini sebentar ya." Agia menambahkan lalu menurunkan standar sepeda motornya. Pelan-pelan Agia berjalan menuju jembatan.

“Ngapain Agia?” Rasti tiba dengan posisi sepeda motor turut berhenti di belakang Stevina.

“Ssst. Diem, lo." Stevina meletekkan ujung telunjukknya di bibir.

Disaksikan Stevina dan Rasti, Agia meletakkan permen yang entah didapat dari mana, di atas jembatan. Kemudian ditangkupkan tangan di depan dada.

Tak sampai disitu. Agia kini melongokkan badan ke arah bawah jembatan. Lalu kepalanya menggeleng. Sedetik kemudian ia berbalik dan berjalan menuju Stevina dan Rasti.

“Nanti aja gue cerita ya. Kita harus segera ke kampus." Agia menghidupkan kembali sepeda motornya dan diikuti oleh Rasti.

***

Setibanya di kampus, parkiran lengang oleh kendaraan mahasiswa. Itu menandakan mahasiswa telah meninggalkan kampus karena perkuliahan telah usai sejak tiga jam yang lalu.

Sejurus kemudian, terlihat Kak Bagi sedang duduk memangku laptop. Namun arah pandangnya jauh menuju pohon mangga di ujung kampus dekat kursi taman.

Stevina bergegas turun dari atas sepeda motor dan berjalan cepat menuju pohon mangga karena menyadari Damar sedang berdiri kaku di atas pohon.

“Kak Damar, ngapain di sana?”

Rasti mengejar Stevina dari belakang. Sementara Agia berjalan perlahan memperhatikan Bagi yang terlihat kurang antusias dengan situasi ini.

Agia segera tersenyum saat Bagi melihat ke arahnya.

“Sudah balik, Gi?” Tanya Bagi.

“Iya, Kak. Ada apa dengan Kak Damar?” Agia berjalan menuju pohon mangga yang kemudian diikuti oleh Bagi.

Belum sampai di pohon mangga, Agia mengikuti arah pandang Damar yang tertuju pada kelas di lantai dua Gedung D.

Agia terperanjat mendapati wujud mahasiswi yang sedang memandang ke bawah melalui jendela kelas.

Sedetik kemudian, kepala mahasiswi itu menoleh cepat ke arah Agia.

Sambil tetap melihat keadaan lantai dua, Agia berjalan menuju pohon mangga. Ternyata ia salah. Mahasiswi itu bukan melihat ke arahnya. Melainkan Bagi.

***

Ibu Kantin bergegas melemparkan garam dan bawang merah ke Gedung D dengan sembarang.

Wajahnya panik dan nampak jelas rasa takut menguar dari mata Ibu Kantin.

“Ayo Kak, turun dulu." pinta Agia kepada Damar.

Dalam satu lompatan, Damar berhasil mendarat dengan baik. Dengan cepat Damar melangkah menuju Gedung D. Namun, Stevina menahan gerakan Damar lebih cepat.

“Jangan Kak, please." Stevina memohon.

“Kamu sudah sampai, Stev?”

Stevina mengangguk lalu bertanya “Kakak nggak apa-apa?”

Damar hanya menepuk pundak Stevina. Lalu berjalan ke arah kantin dan mengambil sebotol air mineral. Tanpa menunggu, Damar meneguk air hingga menyisakan setengah botol.

Tidak lupa Damar meletakkan uang diatas meja kantin dan berjalan menuju parkir.

Yang lain mengikuti Damar tanpa mencoba untuk mengeluarkan sepatah kata pun.

“Kak Damar mau cerita di sini?” Agia mencoba membuka suara.

“Gue masih shock, tapi gue nggak apa-apa.”

Damar meraba dada kirinya untuk mengetahui seberapa kuat detak jantungnya kini berpacu.

“Pulang saja, jangan lama-lama di kampus!"

Ibu Kantin bergegas merapikan dagangannya bersiap pulang.

“Kejadian hari ini jangan sampai ada yang dengar ya. Nanti kalian ditertawakan. Atau malah orang-orang kampus yang akan bertindak. Mendingan kalian diam saja!" Ibu Kantin melanjutkan lagi omongannya kemudian bergegas menuju gerbang kampus. Setelah melewati Damar dan yang lain, Ibu Kantin berbalik seraya berkata,

“Nanti dia akan muncul lagi. Pasti."

Tidak ada satu pun dari mereka yang berkenan untuk menyahuti kata-kata dari Ibu Kantin.

Pedagang bakso menghidupkan sepeda motornya bersiap meninggalkan area kampus.

"Kalian pasti penasaran, kan? Sama! Saya juga."

Pedagang bakso itu bukannya membantu mengendurkan rasa penasaran, justru menambah penasaran ditambah rasa khawatir.

***

Damar, Bagi, Stevina, Agia, dan Rasti. Kelimanya kini berada di sebuah cafe kecil dekat kampus.

“Awalnya gue denger suara orang rame-rame. Mirip suara riuh mahasiswa kalau dosen nggak ada di kelas. Karena gue tahu nggak ada lagi kelas yang masih belajar, jadi gue heran dong."

Damar mulai menjelaskan kejadian yang baru saja menimpa dirinya.

“Terus gue intip ke situ. Sepi. Ya jelas sepilah ya, ‘kan kita sudah pada pulang. Tapi gue penasaran. Makanya gue ke taman."

“Gue liat proyektor nyala dan menyorot sesuatu ke papan."

“Kalian tau gak apa yang terpampang?”

Semua menggeleng dengan wajah tegang bercampur ngeri.

“Fakultas Sastra 1986!”

***

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Ibu kantin kayanya udah pengalaman ya sama hantunya..

2023-04-25

1

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓹𝓮𝓷𝓪𝓼𝓪𝓻𝓪𝓷 𝓷𝓲𝓱🤔🤔🤔🤔

2022-10-11

1

❤️‍🔥ℝ❤️‍🔥

❤️‍🔥ℝ❤️‍🔥

takut v penasaran

2022-06-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!