Part 11

Kampus Horror

Part 11

Agia tersenyum bahagia ketika pertemuannya dengan Tari saat ini.

Makhluk-makhluk di tubuh Tari telah hilang.

“Mamaku memohon dalam doa melalui air suci yang ditaruhnya semalaman di tempat suci. Setiap hari gue mendapatkan pemberkatan dari Tuhan.”

“Sekarang masih sakit, Kak?”

Tari menggeleng.

“Makasih banyak ya, Gi. Beruntungnya gue dipertemukan lo sama Tuhan.”

“Sebenernya gue udah pasrah banget kalau seandainya gue nggak bisa sembuh. Bahkan gue juga udah siap buat mati.” Tari melanjutkan.

“Enggak, Kak. Tuhan tidak akan membiarkan kita yang ingat padaNya terjatuh karena makhluk jahat. Setelah ini, apapun itu memohonlah kepada Tuhan, Kak.”

“Iya, gue sadar kalau selama ini gue sering lupa sama Tuhan. Gue ingetnya kalau gue lagi susah. Gue nggak pernah berterima kasih sama segala pemberian Tuhan.” Tari menyahut dengan suara gemetar menahan tangis.

“Sekali lagi terima kasih ya, Gi.” Tari menambahkan lagi.

***

“Semalem Pak Runa telepon gue, Bro.” Damar memberitahukan setelah ia meletakkan tubuhnya di bangku sebelah Bagi.

“Terus, dia bilang apa?” Bagi menghentikan kegiatannya yang sedang mengeluarkan buku dari tas.

“Katanya Asih menjalin kedekatan dengan senior. Tapi nggak ada satu orang pun yang tau siapa orangnya.”

“Waduh, berarti perjalanan kita masih panjang nih untuk mengungkap semuanya?”

Damar mengangguk lemah.

“Kasihan Agia, Mar. Atau kita hentikan aja?”

“Nanti coba kita tanya mereka dulu maunya gimana. Kalau gue gimana aja boleh. Tapi jujur gue penasaran banget. Berpuluh tahun orang-orang di Fakultas Sastra ini dihantui Asih.”

“Mar, ada yang belum gue ceritain sama lo.”

“Apaan?”

“Sebenernya, Kakek gue adalah Dekan saat kejadian Asih hilang dulu.”

Damar terperangah menatap Bagi.

“Yang bener lo? Kok gue bisa-bisa sampai nggak tahu?”

“Iya, memang gue sengaja minta tolong sama Kakek dan Bokap supaya orang-orang jangan sampai tahu.”

“Jangan-jangan orang yang nulis di situs universitas lo, ya?”

Ditatapnya Damar lalu mengangguk ragu.

“Lo gila, Bro. Sebenernya lo mancing siapa?”

“Gue curiga Kakek dan Bokap tahu sesuatu. Tapi gue juga nggak mau sampai punya pemikiran bahwa mereka tahu sesuatu. Lo ngerti nggak sih maksud gue?”

“Terus rencana lo apa?”

“Gue akan coba tulis sesuatu di situs universitas lagi. Tapi gue akan mengangkat nama Asih.”

“Jangan dulu, Bro. Gue takutnya lo malah kenapa-kenapa nanti. Bayangkan kalau orang itu sampai menyakiti."

“Gue bisa langsung tahu siapa pelakunya dan lapor polisi.”

“Lo jangan naif gitu lah, Bro. Ya kali sempet lapor polisi. Yang ada lo koit duluan. Bisa-bisa lo ikut gentayangan kayak Asih."

“Nggak kasihan lo sama Agia dan Stevina kalau sampai ikut-ikutan dilukai?” Damar melanjutkan membujuk Bagi agar tidak mengunggah tulisan tentang Asih.

“Terus gue harus apa dong?”

Damar terlihat berpikir.

“Buntu gue, nanti kita diskusi dulu sama cewek-cewek deh”

***

“Lusa kalian dateng ke acara gue ya. Gue ada syukuran villa baru. Nanti gue kirimin alamatnya." Ratna datang dengan undangan secara verbal.

“Horang kayah sih hebat. Tiap tahun syukuran villa terus!” Damar memuji Ratna yang terlihat sangat modis hari ini.

“Heleh, yang beli kan Bokap gue. Jangan lupa dateng ya. Stevina dan Agia juga sudah gue suruh dateng.”

Damar dan Bagi menganggukkan kepala mantap.

***

“Makan yang banyak ya, supaya kuat menghadapi kerasnya hidup selepas kuliah nanti." Papa Ratna menyapa mereka yang sedang menikmati hidangan di villa barunya.

“Makasi, Om!" Sahut mereka serempak.

***

“Gue kira lo gak bisa dateng, Den." Robi menepuk pundak Deni pelan.

“Berkali-kali lo undang gue, tapi sekalipun nggak pernah gue dateng.”

Robi menemani Deni berjalan pelan di jalan setapak yang terdapat di tengah sawah menuju villanya.

“Keren banget villa lo, Rob. Ngabisin berapa dananya?”

“Sekitar sepuluh.”

“Buset, banyak banget!”

“Lokasinya yang mahal nih, Den. Kalau bangunan biasa-biasa aja!”

“Lo langsung makan aja ya, Den. Gue bantu ambil.” Robi berkata ketika mereka memasuki lobby villa.

“Santai aja. Baru juga gue sampai. Lo tinggal aja nggak apa. Gue sudah biasa dengan ini." Deni menolak ajakan Robi disela bergaya dengan penyangga tubuh.

“Ya udah. Gue tinggal dulu, ya. Ada beberapa travel agent yang harus gue temuin di belakang. Kalau lo mau ke restaurant, lewat sana ya." Tunjuk Robi ke jalan sebelah lobby.

***

“Loh, itu Om Deni bukan?” Bagi nampak terkejut dengan hadirnya Om Deni di dekat kolam renang sedang menatap hamparan sawah di hadapannya.

Bagi berjalan mendekati Omnya dengan cepat.

“Om! Kok bisa ada di sini?”

“Bagi. Iya villa ini punya temen Om. Kalau kamu kok bisa di sini?”

“Iya villa ini punya temen Bagi. Namanya Ratna.”

“Weleh, ternyata Ratna temenan sama kamu, ya? Bapaknya Ratna itu sobat om zaman kuliah."

“Wah ternyata lingkaran kita gak jauh-jauh ya, Om!” Mereka kini duduk di kursi yang bisa diturunkan agak menjadi kursi tidur.

“Kak Bagi!” Panggil Agia.

Bagi dan Deni menoleh ke arah Agia.

“Halo, Om!” Agia berjalan mendekat.

“Sini! duduk di sini,” Deni menepuk kursi di sebelahnya, sehingga membuatnya berada di tengah-tengah Bagi dan Agia.

“Om datang sama siapa?”

“Tadi diantar supir. Kalian sudah makan?”

“Sudah, Om. Baru saja selesai." Agia menjawab sambil tersenyum.

Saat Bagi dan Deni berbincang, Agia memandang kaki kiri Deni dengan seksama.

Sedetik, dua detik. Terperangah Agia melihat makhluk yang bergelayutan di kaki Deni.

Bagi menyadari reaksi Agia kemudian melirik kaki kiri Deni.

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Waaahh kakinya om deni ada makhluknya..

2023-04-25

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓸𝓶 𝓓𝓮𝓷𝓲 𝓴𝓮𝓽𝓮𝓶𝓹𝓮𝓵𝓪𝓷 𝓷𝓲𝓱🤔🤔

2022-10-11

0

Else Widiawati

Else Widiawati

kayaknya kena tempelan juga nih kakinya om deni

2022-05-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!