Part 6

Kampus Horror

Part 6

Mereka tiba di area parkir sebuah pantai yang masih jarang diketahui banyak orang.

Dengan menggunakan dua mobil, anak-anak muda yang akan mengembangkan kemajuan Indonesia dimasa depan bergegas keluar dari mobil.

Sepeda motor milik Agia dan Damar dititipkan di rumah Rasti. Saat mereka akan berangkat menuju pantai, Bimo, Ratna dan Bagi terlihat melewati mereka yang tengah menaiki mobil.

Mobil Bimo berhenti tidak jauh dari posisi mobil Stevani.

“Kalian mau ke mana?” Ratna berbicara setelah teleponnya diterima oleh Damar.

“Kita mau ke pantai. Kalian mau ikut nggak?”

“Pantai mana?”

“Pantai yang berasa masuk goa."

“Oke, kita ikutin kalian dari belakang ya."

***

“Kenapa kalian bisa satu mobil?” Damar bertanya saat pintu mobil Bimo terbuka.

“Rencana kita mau cari makan. Maunya juga ngajak lo tadi. Tapi lo nggak ada. Jadi kita cabut.” Sahut Bimo dengan tangan menekan tombol kunci pada remote mobil miliknya.

Dengan berpakaian lengkap ala mahasiswa yaitu baju berkerah, celana panjang, dan sepatu, kini mereka menyeberang jalan raya yang tidak terlalu lebar.

Tidak terlihat pantai dari atas sini. Karena di depan mereka adalah sebuah karang yang sangat besar berusia ratusan tahun.

Mereka mengikuti Damar menuju sebuah karang yang lebih besar, namun ditengahnya terdapat lubang yang berisikan anak tangga menuju ke bawah.

Dengan takjub mahasiswa baru menyerukan kalimat kagum.

Anak tangga yang dibuat tidak terlalu curam, memudahkan pengunjung untuk memasuki area pantai.

Mereka serasa berjalan di dalam gua yang gelap. Cahaya mentari yang berhasil masuk melalui celah-celah karang menjadi penerang untuk mencapai surga dunia.

Tidak perlu berjalan terlalu lama, mereka kini disuguhi surga dunia yang khusus diciptakan oleh Tuhan agar manusia tahu, bahwa keindahan seperti inilah wujud dari latar belakang surga sesungguhnya.

Pasir putih, laut biru, dan awan putih. Perpaduan warna harmonis yang telah disediakan Tuhan untuk mata manusia.

Benar kata Damar. Pantai ini tidak panas. Karena karang besar setinggi sekitar dua puluh lima meter di belakang mereka menjadi peneduh dari sengatan sinar mentari.

Ombak besar berusaha menggapai anak-anak manusia di pinggir pantai. Angin pantai menerpa tubuh dalam buaian. Berhasil melepas segala penat sesaat.

Beberapa cafe atau pun warung di pinggir pantai terlihat menyajikan banyak makanan.

Perut lapar menjadi alarm bagi mereka bahwa kini telah menunjukkan waktu makan siang.

Dalam senyum yang tulus, Damar mengajak Stevina dan teman-temannya untuk rehat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan penuh misteri.

Mereka menuntaskan kelaparan dengan menyantap Nasi Campur khas daerah pulau ini.

***

Agia berjalan pelan menuju batu karang di tengah laut dekat bibir pantai. Digulungnya celana jeans yang ia kenakan hingga atas lutut.

“Jangan jauh-jauh, Gi. Makin sore ombaknya makin besar loh." Bagi menyusul Agia menikmati deburan ombak.

“Menurut Kak Bagi, mungkin nggak di kampus kita ada mayat yang dikubur?” Tanpa basa-basi Agia menanyakan pertanyaan yang jauh dari prediksi.

Bagi berhenti karena terkejut. Kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas pasir putih.

Ditatapnya langit yang terlihat menyatu dengan laut diujung sana.

Agia turut serta bergabung dengan Bagi menatap indahnya ciptaan Tuhan.

“Apapun bisa saja terjadi, Gi. Tapi untuk mayat di halaman kampus? Gue nggak pernah membayangkannya sedikitpun.”

“Menurut lo, di mana tempat yang cocok untuk menguburkan tubuh manusia?" Bagi menambahkan.

Agia hanya menggeleng lemah.

“Kampus kita ini memang menyimpan suatu misteri, Kak. Mungkin kita perlu menanyakan kepada mahasiswa lama yang jauh lebih dulu tamat untuk mendapatkan beberapa fakta”

“Lo mau bantuin gue nggak, Kak?” Tanya Agia seraya menatap Bagi.

“Apapun akan gue lakukan untuk membantu dan menjaga lo, Gi.”

“Jadi menurut lo, tulisan orang usil di situs universitas itu benar?” Tanya Bagi kepada Agia.

“Gue rasa mahasiswi itu bernama Asih.”

Bagi terperangah mendengar ucapan Agia.

***

Sebulan setelah kejadian proyektor menyala.

Mata kuliah pertama kelas Agia diliburkan, karena dosen pengajar mendadak menyatakan dirinya tidak bisa hadir.

Stevina, Agia, dan Rasti sedang duduk di kursi taman bersama beberapa teman sekelas lainnya sambil menunggu jam mata kuliah berikutnya.

Seorang kakak senior yang memilih jurusan sama dengan mereka terlihat berjalan keluar dari Gedung A menuju kantin.

“Itu Kak Tari sudah bisa kuliah ternyata,” Ujar Ayu.

“Memang sakit apa sih Kak Tari, Yu?” Tanya temannya yang lain.

“Kena ilmu pelet katanya,”

“Pelet gimana?”

“Sakit kepala terus katanya setiap waktu. Ke dokter sudah, keorang pintar juga sudah. Kasihan Kak Tari.” Ayu menjelaskan banyak karena Tari adalah kakak kelasnya semasa SMA.

Agia membawa pandangan matanya menuju Kak Tari yang kini tengah duduk di depan meja kantin bawah pohon.

Diperhatikannya bagian atas tubuh Tari. Nampak dua makhluk sedang duduk di atas pundak, dan satu di atas kepala Tari.

Makhluk yang duduk di atas pundak tidak berwajah seram. Kedua makhluk itu membawa sesuatu seperti janur. Janur itulah yang digunakannya untuk memecut bagian leher dan punggung Tari.

Sedangkan makhluk yang duduk di atas kepala Tari, tak terlihat dari posisinya duduk saat ini.

Beberapa menit Tari duduk gelisah di kantin menyebabkan Agia penasaran dan berjalan cepat ke arah Tari.

“Halo, Kak. Saya Agia," Ucap Agia seraya mengulurkan tangannya dilanjutkan dengan menyebutkan tahun angkatannya kepada Tari.

“Oh, saya Tari,"

Agia tersenyum, karena berhasil melihat wajah dari makhluk menyeramkan yang kini menatapnya marah, sehingga melupakan tugasnya yaitu memukul kepala Tari dengan palu bergerigi.

Agia tidak memiliki keyakinan tinggi untuk mengatasi masalah yang dimiliki oleh Tari. Namun, sisi kemanusiannya mengatakan, cobalah!

“Kak, tahu tidak pantai yang berada di daerah timur?” Agia menyebutkan nama salah satu pantai untuk memperjelas informasinya kepada Tari.

“Tahu, Dik. Kenapa?”

“Kalau ada waktu, Kak Tari bisa berendam di sana dan memohon kepada Tuhan untuk melebur semua penyakit yang kakak rasa."

Mendengar Agia berbicara seperti itu, Tari terperangah dan menarik Agia menjauh dari kantin.

“Lo kok bisa tau kalau gue lagi sakit?”

Agia tersenyum dan melirik kepala Tari.

Sejurus kemudian Agia menjelaskan tentang makhluk yang mengikutinya beberapa waktu ini.

“Mereka tidak akan bisa ikut jika Kakak berada di tempat suci. Sering-seringlah beribadah, Kak.”

“Iya, tapi setelah itu kepala gue akan lebih-lebih sakit lagi. Makanya gue jadi males untuk berdoa."

“Begitulah makhluk kiriman orang, Kak. Mereka tidak akan pernah berhenti dan tetap melanjutkannya. Dengan upaya agar Kakak menjauh dari Tuhan. Semakin Kakak jauh dari Tuhan, semakin sulit Kakak untuk sembuh.”

“Lo tau siapa yang ngirim beginian ke gue?”

Agia menatap mata makhluk menyeramkan itu. Dari matanya terlihat bayangan perempuan setengah baya dengan paras teduh dan anggun. Terdapat tanda lahir pada leher sebelah kanan.

“Sepertinya akan salah kalau saya memberikan informasinya, Kak. Lebih baik kakak segera ke pantai dan menyembuhkan diri. Dari pada harus memikirkan siapa pelaku jahat yang telah usil ke diri Kakak."

“Maksud gue supaya kedepannya lebih berhati-hati lagi, gitu.”

“Nanti jika waktunya tepat, pasti saya infokan ke Kakak. Kakak pasti sembuh kok."

Setelah itu mereka saling bertukar nomor kontak agar lebih mudah dalam berkomunikasi.

***

“Bener kamu, Gi. Mahasiswi bernama Asih angkatan 1985 dinyatakan tidak menyelesaikan perkuliahannya dari kampus. Tapi aku nggak berhasil mendapatkan bukti ke mana mahasiswi itu.”

“Seluruh data mengenai mahasiswi ini juga hilang. Tapi bukan Bagi namanya kalau datang tanpa oleh-oleh.” Bagi menyerahkan biodata seorang mahasiswa bernama Runa dengan alamat yang sangat jauh dari kampus.

“Apa kita punya waktu luang untuk mengunjungi senior ini?” Tanya Agia semangat seraya tersenyum.

“Kita ajak Damar dan Stevina!” seru Bagi tidak kalah semangat.

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Banyak amat hantu yg dikirim ke tari...

2023-04-25

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓶𝓪𝓴𝓲𝓷 𝓼𝓮𝓻𝓾 𝓷𝓲𝓱🤭🤭🤭🤭🤭🤭

2022-10-11

0

Else Widiawati

Else Widiawati

ngeri2 sedep kalo punya ilmu indigo, di sisi lain bisa ngeliat yg orang ngga bisa liat, tapi jadi bisa tau berbagai macam mahluk yg juga ada di dunia

2022-05-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!