Aqilla tiba di rumahnya. Turun dari mobil, tubuhnya direnggangkan ke sana kemari. Menghadapi keluarga Refalino ternyata melelahkan juga, ya. Otot gadis itu sampai kaku.
“Wow, udah balik, Qill?”
Aqilla membalikkan tubuh. Maniknya menyorot seorang gadis berpakaian santai yang keluar dari rumahnya. Dia gadis yang sangat dekat dengan Aqilla, Elysia Lusiana. Panggil saja Ely.
“Hm,” balas Aqilla malas.
Ely berdecak sebal. “Kamu kenapa, sih? Orang itu bikin kamu kesel?” tanyanya.
Aqilla menggeleng, tak mau menjawab pertanyaan Ely. Sengaja ingin membuat penasaran. Ia melenggang masuk ke dalam rumah tanpa menjelaskan apa pun pada Ely. Kakinya terus melangkah hingga dapur. Membuka kulkas di sana dan meneguk air dingin dari botol.
“Ada apa, sih, Qill? Dia lepas, ya?” tanya Ely lagi yang sangat penasaran.
Aqilla menghela napas. “Aku nggak nemuin orang itu di sana, El.”
“Lho? Terus?”
Aqilla berjalan lagi ke arah ruang santai. Ia ambruk di sofa dengan kaki dinaikkan ke atas sofa. “Nggak tau, El. Udah aku tungguin tadi, tapi nggak ada. Besok biar aku coba lagi.”
Ely menghela napas. “Ya udah, masih banyak waktu, kok. Nggak usah serius-serius amat, Qill,” saran Ely. “Nikmatin aja hidup kita di Indonesia. Jarang banget, kan, kita bisa ke sini,” lanjut gadis itu.
Aqilla mengangguk setuju. Karena tuntutan pekerjaan yang sebenarnya, Aqilla dan Ely sering berpindah-pindah negara. Kali ini, incaran mereka ada di Indonesia. Negara yang menjadi saksi pertumbuhan mereka dahulu.
Aqilla yang tadinya bersandar santai di sofa tiba-tiba duduk tegak dan menatap Ely serius. “El, aku tadi ketemu laki-laki. Dia ganteng banget, lho.”
Ely balik menatap Aqilla antusias. “Serius? Siapa namanya? Kamu kenalan nggak sama dia?”
Aqilla mengangguk. Ia tersenyum lebar. “Tuan Muda Rayhan,” jawab Aqilla.
Ely melotot. “What?!! Are you serious?”
“Yeah.”
Brakk!
Aqilla terpelonjat kaget. Tiba-tiba sekali Ely menggebrak meja tanpa alasan.
“Woi, kamu apa-apaan, sih?! Mau bikin aku mati karena serangan jantung, ya?” serbu Aqilla tajam. Ia mengusap dadanya yang berdebar kencang—lebih tepatnya jantung Aqilla.
Ely cengengesan. “Sorry, hehe.” Ely kembali antusias mendekati Aqilla, ingin mendengar lebih lanjut soal Tuan Muda Rayhan. “Terus, terus?”
“Waktu aku dateng ke club, aku liat dia diusir dari club. Bartender di sana ngusir si Tuan Muda itu keluar,” ucap Aqilla mulai bercerita.
Ely bertepuk tangan heboh. “Gila! Terus?”
“Aku tanya dong sama mereka masalahnya apa. Katanya, Tuan Muda Rayhan mabuk dan udah banyak ‘minum’, tapi Tuan Muda nggak bisa bayar karena dompetnya nggak ada. Aku bayarin, deh, ‘minuman’nya.” Aqilla lanjut bercerita.
Ely tergelak keras. “Kalo Tuan Muda inget kejadian ini, aku yakin dia malu, hihi.”
Aqilla ikut terkekeh. “Orang kaya yang lupa bawa dompet dan akhirnya dibayarin sama cewek nggak dikenal. Wow..” Berdecak kagum.
“Terus gimana?” pinta Ely ingin tahu.
“Tuan Muda nggak mau aku bayarin ‘minuman’nya. Dia berusaha cegah aku. Pake acara peluk-peluk segala, ter—”
“PELUK?!!” jerit Ely heboh.
Aqilla mengangguk. “Iya. Karena aku risi, aku bawa Tuan Muda masuk ke dalem, ke ruang VIP. Dia cerita soal... Chelsea.”
“Chelsea?” tanya Ely memastikan. Aqilla mengangguk. “Chelsea kenapa emang?”
“Katanya, sih, Chelsea udah ninggalin dia. Tuan Muda mabuk karena sakit hati.”
Ely menggeleng dramatis. “Kasian banget, sih, si Tuan Muda.”
“Iya. Kasian banget.”
“Terus, apa yang terjadi?”
“Aku kasih saran buat dia biar ngelupain si Chelsea. Dia setuju. Nah, kamu tau nggak habis itu dia ngapain, El?” Muka Aqilla balik serius lagi.
“Apa?” tanya Ely tak tahu.
“Dia minta aku jadi pacar barunya!”
“WHAT?!!” Ely menatap Aqilla berbinar. “Beneran?! Terus kamu jawab apa?”
“Aku nggak mau, lah. Tapi, karena dia ngedesak terus, aku iyain aja biar nggak ribet. Dia mabuk, pasti nanti lupa, kan?” Aqilla menutup ceritanya sampai di situ. Untuk bagian ciuman antara dirinya dengan Rayhan tidak perlu dikatakan.
Masa iya Aqilla cerita soal first kiss-nya yang dirampas oleh Rayhan yang notabenenya adalah lelaki mabuk? Wah, wah, Aqilla, sih, tidak rela sebenarnya.
Tapi, ya udah, kan. Udah kejadian, kok.
“Iya, sayang banget.” Ely menyayangkan kejadian itu jika sampai dilupakan oleh Rayhan. “Terus, Tuan Muda kamu tinggal di club?” tanya Ely ingin tahu.
Aqilla menggeleng. “Aku anterin ke mansion keluarga Refalino, lah. Masa iya aku tinggalin? Nggak manusiawi banget.”
“Gila! Kamu masuk ke dalam mansion?”
“Iya.”
“Gimana interior mansion keluarga itu? Keren nggak? Bagus? Amazing?” tutur Ely tanpa henti. Aqilla sampai berdecak mendengar pertanyaan kelewat antusias sahabatnya ini.
“Keren parah, El. Kayak istana. Gede banget!” jawab Aqilla mendramatisir. Tetapi, kenyataannya memang begitu, kok.
Mansion keluarga Refalino memang sebesar itu.
“Aaa... aku juga mau masuk ke dalam.” Ely malah iri. Menurutnya, Aqilla merupakan gadis yang beruntung bisa berinteraksi dengan Rayhan dan bisa masuk ke dalam mansion keluarga Refalino.
Padahal, Aqilla merasa bahwa hari ini adalah hari yang melelahkan.
“Qill, besok yang ke club biar aku aja, ya?” pinta Ely penuh harap.
Aqilla menatap Ely bingung. “Hah? Mau ngapain?”
Ely tersenyum begitu lebar. “Kali aja besok Tuan Muda dateng ke club itu lagi, hehe. Aku mau ketemu sama dia,” pintanya memelas. “Boleh, ya?”
“Nggak! Kita udah bagi rencana dan kamu udah punya bagiannya sendiri. Enak aja ambil bagian aku,” tolak Aqilla. Ia memeletkan lidahnya, mengejek Ely yang geram.
“Please, Qill. Aku tuh pengen bisa deket sama Tuan Muda,” mohon Ely. “Kamu tau, Tuan Muda itu nggak suka dideketin cewek—”
“Itu tau kalo Tuan Muda nggak suka dideketin. Terus ngapain kamu mau deket-deket?” seru Aqilla tak mau kalah.
“Ck, itu, kan, dulu. Tuan Muda nggak suka dideketin cewek karena dia punya pacar, namanya Chelsea, yang kamu sebutin tadi.” Ely menjeda perkataannya. “Kalo mereka udah putus, berarti aku bisa deket-deket dong.”
Aqilla manggut-manggut. “Segitu cintanya dia sama Chelsea, ya?”
Ely mengangguk serius. Ely bercerita pasal kisah cinta antara Rayhan dengan Chelsea menurut informasi yang ia tahu. Saking sayangnya Tuan Muda dengan gadis itu, Tuan Muda sampai rela menjaga jarak dengan semua gadis demi menjaga hubungannya dengan Chelsea.
“Aku nggak nyangka kalau Chelsea itu cewek bodoh yang ninggalin Tuan Muda,” kata Ely mengakhiri ceritanya.
Aqilla jadi semakin kasihan dengan Rayhan. Lelaki itu begitu tulus mencintai Chelsea. Namun, Chelsea malah tidak membalas cinta itu dengan baik.
Menurut Aqilla, jarang sekali di dunia ini tipe lelaki seperti Rayhan yang begitu setia dengan satu wanita.
“Udah, cukup! Nggak usah dibahas lagi. Harusnya kita bahas orang incaran kita, bukan Tuan Muda,” cecar Aqilla menghentikan pembicaraan ini. Ia pun menyuruh Ely untuk beristirahat di kamarnya. Begitupun dengan Aqilla yang bergegas tidur di kamarnya sendiri.
Sebelum tidur, Aqilla mencuci muka dan menggosok gigi. Kegiatan rutin yang selalu ia lakukan setiap malam.
“Good night for me,” lirih Aqilla sebelum memejamkan mata. Setelah itu, ia berdoa sebentar dan mulai terlelap.
Biarkan aku tidur nyenyak malam ini. Lupakan soal Tuan Muda. Dia hanya kenangan sesaat untukku.
...👑👑👑...
Keesokan paginya di mansion keluarga Refalino.
Sinar mentari menembus tirai tipis kamar lelaki yang satu ini. Memberitahukan bahwa pagi menjelang dan ia harus segera bangun.
“Shh.. pusing..” keluh Rayhan seraya memegangi kepalanya. Ia berusaha duduk bersandar di ranjangnya. “Ini di... kamarku?” Rayhan mengamati seisi ruangan yang memang merupakan kamarnya sendiri.
“Bukannya aku di Club Fress, ya, semalem?” gumam Rayhan bingung.
Kok, bisa ada di rumah?
Rayhan memejamkan mata, berusaha mengembalikan semua ingatannya soal semalam. Memori tentang Chelsea yang mengkhianatinya, lalu ia mabuk di club, bertemu dengan gadis cantik bernama Aqilla, dan ia—
“Aqilla! Mana Aqilla?!!” pekik Rayhan menoleh ke sana kemari.
Buru-buru lelaki itu turun dari ranjang dan keluar dari kamar. “AQILLA!!!” teriaknya memanggil.
Seluruh anggota keluarga Refalino yang tengah sarapan dibuat terkejut dengan teriakan Rayhan. Mereka melihat Rayhan turun dari tangga sambil terus meneriaki nama Aqilla, gadis baik hati yang membantu lelaki itu semalam.
Hm, setidaknya itu yang keluarga Refalino pikirkan soal Aqilla.
“Mami, yang bawa Ray pulang siapa semalam?” tanya Rayhan sewaktu ia sampai di ruang makan.
“Sayang, duduk dulu, ya. Kepala kamu pasti sakit,” pinta Reva.
Rayhan menggeleng, menolak permintaan Reva. “Jawab dulu, Mi.”
“Aqilla, Sayang,” jawab Reva lembut.
Rayhan tersenyum lebar. “Terus dia di mana, Mi?”
“Dia udah pulang semalam.”
“Kok, dibiarin pulang, sih, Mi? Dia itu pacar Ray!”
“Hah?!”
^^^To be continue...^^^
...👑👑👑...
Yeay, Ay punya waktu sedikit buat ngetik cerita ini. Semoga suka, ya.
See you di chapter selanjutnya:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Norfadilah
Heehee..mabuk kok masih ingat ya...🤣🤣🤣
2023-06-26
1
Joveni
wah.. ternyata inget... warning buat aqilla nih...🤭🤭
2022-11-07
1
Ely🐙ucil rusuh🐣
Ely sebutan namaku😌
2022-10-05
1