Beberapa hari kemudian...
Rayhan seolah lupa tentang Aqilla, kekasih barunya itu. Pasalnya, lelaki itu sedang sibuk mengurus perusahaannya agar dapat mengajukan tender dalam jumlah besar dan mendapatkan lahan incaran.
Sebagai pengusaha muda yang terkenal, Rayhan tentu tidak mau kalah. Apalagi dia memang sangat membutuhkan lahan tersebut untuk membangun cabang perusahaan baru.
Rayhan ingin memperlebar sayap bisnisnya lagi hingga ke penjuru dunia. Letak lahan tersebut ada di Taipei, Taiwan.
Setelah perjuangan Rayhan selama beberapa hari ini, akhirnya semua usaha lelaki itu membuahkan hasil. Rayhan berhasil mendapatkan lahan yang diinginkan. Lelaki itu segera menyuruh Alvin untuk memulai pembangunan.
Alhasil, malam ini, Rayhan mengajak seluruh keluarganya untuk makan malam di luar.
“Tumben, Kak, ngajak makan di luar,” heran Jessie.
Rayhan yang sedang menyetir mobil tersenyum mendengar perkataan adiknya. “Ini untuk perayaan aja, Dek. Kakak habis dapat jackpot besar di perusahaan,” balas Rayhan.
“Hm? Maksud kamu?” Robert tak paham.
“Ray berhasil dapetin lahan yang bagus untuk cabang perusahaan Ray yang baru, Pi.”
Robert tersenyum bangga. “Good job, Boy,” pujinya.
“Thanks, Pi.”
Setelah itu, suasana mobil hening. Tidak ada lagi yang membuka suara. Entah itu Jessie, Reva, maupun Robert. Sedangkan Rayhan fokus menyetir.
Setibanya di restoran, seluruh anggota keluarga Refalino turun dari mobil. Restoran yang mereka masuki nampak sepi karena Rayhan sengaja menyewa seluruh tempat.
Biar privasi mereka terjaga.
“Selamat datang, Tuan Muda,” sambut pemilik restoran.
Rayhan mengangguk kecil untuk menanggapinya.
Di samping pemilik restoran ada Alvin yang memang sengaja datang karena undangan Rayhan. Alvin nampak membungkuk sopan untuk menyapa majikannya.
“Mari masuk, Tuan Muda, Tuan Besar, Nyonya Besar, dan Nona Muda.” Pemilik restoran memberi jalan. Mereka melangkah masuk ke dalam restoran dengan penuh wibawa.
“Silakan duduk, Tuan. Pelayan kami akan segera datang untuk melayani Anda sekeluarga,” pinta pemilik restoran.
Rayhan mengedarkan pandangannya ke penjuru restoran. Tempat makan ini merupakan spot favorit seluruh keluarganya. Restoran ini menyediakan aneka makanan berbau Prancis dengan cita rasa yang hampir sama seperti restoran di Prancis.
Dahi Rayhan sukses dibuat mengerut ketika matanya menangkap sosok manusia lain tengah duduk di salah satu kursi. Dilihat dari rambutnya yang panjang dan bergelombang, sepertinya dia adalah seorang gadis.
“Bukankah saya sudah meminta Anda untuk mengosongkan seluruh restoran? Lalu siapa dia?” tanya Rayhan dingin.
Pemilik restoran merasakan hawa dingin yang keluar dari Rayhan. Sebelum berbicara, ia meneguk salivanya kuat-kuat. “Ma−maaf, Tuan Muda. Saya tidak berani mengusir gadis itu,” akunya.
“Tidak berani?” beo Reva bingung.
“Iya, Nyonya.”
Karena penasaran, Rayhan melangkah menuju gadis tadi. Sepertinya, gadis itu sudah menyelesaikan acara makannya. Ada beberapa piring kosong yang tertata di depan gadis itu.
“Hei, kau!” seru Rayhan.
Gadis itu menoleh. Matanya langsung membelalak melihat Rayhan yang berdiri di belakangnya.
Rayhan pun ikut membolakan kedua matanya. “Aqilla?!”
Gadis itu—Aqilla jadi gelagapan melihat Rayhan. Apalagi ketika Robert, Reva, dan Jessie ikut menyusul. Aqilla seketika terserang kepanikan yang luar biasa.
“Kak Qilla!” seru Jessie heboh.
Aqilla tersenyum kikuk menatap satu per satu anggota keluarga Refalino. “Ah, ha−halo,” sapanya.
“Kak Qilla di sini? Sendirian?” tanya Jessie senang.
Aqilla mengangguk patah-patah. Ia masih syok bertemu dengan keluarga ini. Kenapa harus ketemu mereka lagi, sih?
“Maaf, Nona, Tuan, Nyonya. Saya pamit dulu.” Aqilla bergegas merapikan seluruh barangnya yang berserakan. Ia menyambar rompi yang tersampir di kursi dan bergegas pergi.
“Tunggu, Qill!” pinta Rayhan seraya mencekal lengan Aqilla.
Aqilla memekik kaget melihat lengannya. Ia memberontak kuat. Entah itu berusaha menggeliatkan lengan ataupun memukuli tangan Rayhan agar mau melepas cengkeraman. Namun, semua tetap sia-sia.
Tenaga Rayhan cukup kuat jika hanya diperlakukan seperti itu.
“Tuan Muda, lepaskan tangan saya!” seru Aqilla kesal.
Rayhan menggeleng keras. “Nggak, Qill. Kamu lupa? Kamu kekasihku!”
Aqilla melotot kaget. A–apa dia ingat soal kejadian malam itu? Dia ingat semua?!
“Saya bukan kekasih Anda! Lepaskan cepat!!” Aqilla memukul-mukul tangan Rayhan kencang. Lelaki itu sampai meringis merasakan sakit.
Pukulan Aqilla tidak main-main kuatnya.
“Aqilla! Diamlah!” seru Rayhan menahan kedua tangan Aqilla.
Saking geramnya, Aqilla langsung menyentak kedua tangannya dan membuat gerakan memutar dengan bertumpu satu kaki. Kaki lainnya diluruskan, bersiap untuk menendang Rayhan.
Menyadari gerakan tersebut, Rayhan langsung mengelak. Ia merunduk hingga berjongkok. Namun, Aqilla tak menyerah. Ia ingin menendang lagi dari bawah hingga membuat Rayhan mau tak mau mundur beberapa langkah.
Robert dan Alvin yang melihatnya tercengang. Kecepatan serangan Aqilla sangat tidak bisa ditebak.
Merasa cukup aman, Aqilla langsung mengambil langkah seribu untuk pergi. Sayangnya, jalan di hadapannya tidak semulus yang dibayangkan.
Sesosok lain menghadang jalan Aqilla yang ingin berlari ke pintu keluar. Aqilla mengambil ancang-ancang untuk melayangkan kepalan tangan.
Namun, pergerakan tangan Aqilla seketika berhenti mengetahui siapa yang berdiri di depannya. Aqilla langsung menarik kepalan tangannya mundur.
“No–Nona Jessie?” sebut Aqilla tergagap.
Jessie yang berdiri menghadang jalan Aqilla nampak memejamkan matanya erat. Ia takut pukulan Aqilla mengenai dirinya. Setelah mendengar suara Aqilla, Jessie pun membuka matanya.
“E.. aku nggak kenal pukul, kan?” ucap Jessie polos.
“Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud,” kata Aqilla seraya membungkuk kecil.
Reva bergegas menghampiri putrinya. Ia memeriksa setiap inci tubuh Jessie. “Kamu nggak pa pa, kan, Sayang?” tanyanya.
Jessie cengengesan. “Nggak pa pa, Mi.”
“Apa yang Anda lakukan di depan saya, Nona? Itu tadi sangat bahaya untuk Anda.” Aqilla mengomel dengan bahasa formal.
Jessie menatap Aqilla tajam. “Kak Qilla merasa bersalah tidak?” todongnya.
Aqilla mengerjap bingung. “Hah?”
“Merasa bersalah tidak?” ulang Jessie.
Tapi, kan, tadi bukan salah saya juga, Nona. Nona yang berlari ke depan saya.
“Ehm, iya,” jawab Aqilla ragu.
Jessie tersenyum lebar. “Sebagai permintaan maaf, Kak Qilla harus ikut kita makan malam!”
Aqilla melotot kaget. “Hah?!”
...👑👑👑...
Beginilah nasib Aqilla sekarang. Terjebak di antara keluarga Refalino. Ia tersenyum kikuk ditatapi oleh Robert, Reva, Jessie, dan Rayhan.
Oh, ya. Satu lagi. Alvin.
“Kak Qilla sedang apa di sini?” tanya Jessie.
Aqilla tersenyum kecil. “Makan malam, Nona.”
Plak!
“Orang kalau ke restoran, ya, buat makan, Jessie.” Rayhan membalas adiknya.
Jessie memeletkan lidahnya kepada sang kakak. “Terserah Jessie dong,” belanya. Pandangan Jessie beralih pada Aqilla lagi. Ia tersenyum lebar.
“Kamu tinggal di mana, Nak?” tanya Reva seraya menyentuh tangan Aqilla yang berada di meja.
Sumpah, aku ingin menghilang saja! Huaaa...
“Ee.. di Perumahan Melati, Nyonya,” jawab Aqilla apa adanya.
“Wah, itu, kan, salah satu perumahan elit di sini,” heboh Jessie. Dibalas senyuman tipis dari Aqilla.
Aqilla terlihat kurang nyaman berada di situasi ini. Ia ingin segera pergi untuk menyelesaikan tugasnya.
Keluarga Refalino makan malam ditemani Aqilla, diiringi celotehan Jessie. Gadis yang berstatus sebagai Nona Muda itu tampak gembira berada di dekat Aqilla.
Drrtt.. drttt...
Aqilla mengecek ponselnya. Ada telepon masuk.
...Elysia is calling......
Buru-buru Aqilla menggeser tombol yang berwarna hijau melompat-lompat. “Halo?”
“Kamu di mana?” tanya Ely langsung.
Dahi Aqilla mengernyit. “Restoran Prancis. Kenapa?”
“Aku ke sana jemput kamu. Kamu buka email sekarang juga.”
Tut.
Nih, anak kenapa coba?
“Ada apa, Kak Qilla? Ada masalah?”
Aqilla terpelonjat mendengar suara Jessie. Ia mendongak, menatap satu per satu keluarga Refalino yang memandangnya bertanya-tanya.
“Em, tidak apa, Nona,” balas Aqilla canggung.
Sebelum membuka email kiriman Ely, Aqilla tersenyum sopan kepada keluarga Refalino. Ia mempersilakan mereka agar melanjutkan makannya.
Ketika dibuka, terdapat lampiran file di dalam email. Aqilla menekannya dan membaca isi dokumen.
Lexi...?
“Ekhem!”
“Eh?” Aqilla terkejut. Rayhan barusan berdeham kencang. “Ada apa, Tuan Muda?”
“Kamu sedang bersama kami. Jangan bermain ponsel!” tegur Rayhan.
Aqilla segera mematikan ponselnya dan menaruhnya di meja. “Iya, Tuan Muda.”
“Bagus.” Rayhan tersenyum puas. “Kamu kekasih yang penurut rupanya.”
Aqilla melotot. “Apa? Saya bukan kekasih Anda!” bantah gadis itu.
“Tapi, malam itu—”
“Saya mengiyakan permintaan Anda karena saya tidak mau berdebat dengan orang yang sedang mabuk, bukan karena saya menerima Anda,” potong Aqilla segera menjelaskan.
Kening Rayhan mengerut. “Kalau begitu, anggap saja sebagai pertanggungjawabanku karena sudah menciummu.”
Mata Aqilla semakin membelalak. What?!
Reva dan Robert ikut terkejut. “Kamu cium Aqilla, Ray?” tanya mereka berbarengan.
Rayhan mengangguk enteng. “Iya, Mami, Papi.”
“Oh, astaga..”
“Tapi, Tuan—”
“Ekhem!”
Aqilla menoleh ke belakang. Ely berdiri di belakangnya dengan seragam resminya. Gadis itu sempat berbinar melihat Rayhan—si tuan muda kesayangan. Namun, kembali memasang ekspresi serius ketika sadar bahwa ini bukan waktu yang tepat.
“Ehm, Qill, kita harus pergi,” kata Ely.
Aqilla tersenyum lebar kepada Ely. Oh, sahabatku. Kamu memang Dewi penolongku!
“Selamat malam, Tuan Muda, Tuan, Besar, Nyonya Besar, dan Nona Muda. Saya El dari kepolisian nasional. Saya datang untuk menjemput Nona Qaill untuk kembali,” kata Ely memperkenalkan diri dengan sopan.
“Ada masalah apa?” tanya Aqilla.
“Ada informasi terbaru pasal buronan yang kita incar. Kau tidak membaca email yang kukirim?” Ely memicing curiga.
Aqilla cengengesan. “Tidak, hehe.”
Ely memutar bola mata malas. “Sudah, ayo cepat. Yang lain sudah berkumpul.”
Aqilla mengangguk. Ia bangkit dari duduk dan menyambar rompi seragam polisinya, lanjut mengenakannya. Di seragam cokelat tersebut ada banyak lencana yang tertempel—bentuk penghargaan yang Aqilla dapat.
“Maaf, Tuan Muda, Nona Muda, saya sudah harus kembali.” Aqilla membungkuk sopan. Ia meraih topi kebanggaan dari dalam tas dan mengenakannya.
“Kami permisi,” seru Aqilla dan Ely bersama. Lanjut membuat gerakan hormat sekilas.
Aqilla menyambar tasnya dan bergegas pergi mengikuti Ely.
Jessie yang melihat itu berbinar. “Ah, keren sekali...”
Reva terkekeh. “Kamu suka?”
“Suka, Mami! Sangat suka!”
“Apalagi kalau Kak Qilla jadi kakak iparku, aku akan jauh lebih suka.”
^^^To be continue...^^^
...👑👑👑...
Ay mau bilang apa, ya, sama kalian?
Komen sama like dong, guys. Itu aja permintaan Ay.
See you di chapter selanjutnya:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Norfadilah
Maunya si Adik...🤣🤣
2023-06-26
1
Icha Santana
nah si jessie nih pinter
2022-04-15
1