Troli belanjaan Aqilla mendadak berubah menjadi jelmaan gunung yang berasal dari aneka produk. Wanita itu terus melihat kanan-kiri, mencari camilan kesukaan anak-anaknya tanpa peduli kalau trolinya sudah penuh.
Tenang saja, Aqilla, kan, punya otot baja, haha.
“Sayuran udah, buah juga udah, keperluan dapur udah, perlengkapan mandi udah, camilan udah, apa lagi, ya?” gumam Aqilla bingung. Dia merutuki diri sendiri yang tidak mencatat barang-barang yang sudah habis di rumah.
Beginilah hasilnya. Aqilla kelimpungan mencari sesuatu.
Pada akhirnya, Aqilla hanya bisa mengedikkan bahu tak acuh. Masa bodohlah kalau ada yang kurang. Nanti dia bisa ke sini lagi.
Tanpa merasa keberatan sama sekali, Aqilla mendorong trolinya ke tempat pembayaran. Ini bukan pertama kalinya Aqilla datang kemari, jadi ada beberapa kasir yang mengenal atensinya.
“Wow, you have a lot of shopping, Miss. Same as usual..” takjub sang kasir yang cukup mengenal Aqilla.
Aqilla sendiri, sih, cuma bisa senyum manis meminta pemakluman. Kasir itu juga tahu kalau dirinya adalah single parents yang memiliki dua anak hiperaktif karena Jovan dan Jovin pernah datang kemari bersamanya. Shhtt.. jangan bilang sama Jovan Jovin, ya. Nanti mereka ngambek.
“What is my total spending?” tanya Aqilla.
Kasir itu pun menyebutkan nominal harga belanjaan Aqilla dalam dollar Kanada. Setelah pembayaran usai, Aqilla membawa tiga kantung plastik besar keluar supermarket menuju mobilnya.
Pas banget, mereka udah mau pulang. Kalo gitu, langsung ke sekolah si kembar aja, deh.
Mobil Aqilla melaju membelah jalanan. Kali ini tujuannya adalah sekolah Jovan dan Jovin yang menurut jadwal sudah akan pulang.
“Ah, sial! Kenapa pake macet segala, sih?” gerutu Aqilla melihat antrean mobil yang panjang di depannya.
Telat, nih, ckckck.
...👑👑👑...
Aqilla tiba di sekolah sedikit lambat. Jam makan siang seperti ini memang kadang suka membuat jalanan macet karena para pekerja kantoran harus makan, mengisi perut sebelum kembali bekerja.
“Mana, ya, tuh anak?” Aqilla celingukan ke sana kemari, mencari anaknya di antara ribuan anak yang berlarian keluar. “Nah, itu di—”
Aqilla mematung. Tubuhnya menegang mendengar kedua anaknya sedang berselisih paham dengan orang lain.
“Nggak! Kami bukan anak haram!” seru Jovin dengan mata berkaca-kaca. Jovan berdiri di samping Jovin, mengusap punggung adiknya dengan sorot tajam mengarah pada ibu-ibu di depannya.
Ibu-ibu itu tersenyum miring. “Oh, ya? Mana daddy kalian, heh? Nggak ada, kan? Makanya, anak haram kayak kalian jangan sok!”
Kedua tangan Aqilla mengepal. Kedua orang itu berbicara dengan bahasa Indonesia, jadi orang-orang di sekitar tidak tahu menahu mengenai topik yang dibincangkan. Anakku bukan anak haram!
“Kami punya daddy, Tante, dan daddy kami bukan barang yang harus diekspos ke semua orang,” ucap Jovan dingin.
Ibu itu berdecih sinis. Ia merangkul anak perempuannya yang berdiri di sampingnya. “Selsy, ingat, jangan dekat-dekat sama anak haram ini, ya? Mereka itu dari keluarga nggak bener!” peringatnya kepada sang putri.
Selsy mengangguk, lanjut menatap Jovan dan Jovin dengan sorot mengejek.
“Mommy kalian pasti orang yang nggak bener juga, kan? Makanya, dia punya anak haram kayak kalian,” ledek Ibu Selsy itu.
Jovin yang ingin menangis langsung berubah marah. Jika mommy-nya yang jadi objek ejekan, dia tidak akan terima. Aqilla adalah sosok mommy terbaik untuk keduanya. Karena tidak ada sang daddy yang melindungi, mommy merekalah yang bekerja keras banting tulang demi mereka.
“Tante..” ucap Jovin dingin dengan raut datar. Mendadak aura mencekam keluar dari tubuhnya. “Berani-beraninya Tante menyebut mommy kami seperti itu.”
Jovan tak mau kalah. Emosinya sudah naik ke puncak tertinggi dan sulit untuk diredam lagi. “Sepertinya Tante butuh sedikit pelajaran di sini,” tambahnya sinis.
Keduanya hendak maju, menerjang Ibu Selsy yang menatap keduanya remeh. Memangnya apa yang bisa dilakukan anak kecil? Seenggaknya itu yang Ibu Selsy pikirkan.
Namun, pergerakan Jovan dan Jovin terhenti ketika sebuah tangan menahan bahu mereka. Ketika keduanya mendongak, mereka melihat Aqilla yang tersenyum pada mereka.
“Mommy...” lirih Jovan dan Jovin. Seketika emosi keduanya luruh, tidak bersisa.
“Nyonya, apa Anda pernah sekolah sebelumnya? Kenapa mulut Anda tidak bermoral sekali, sih?” sarkas Aqilla masih dengan senyumnya. Tapi, itu bukan senyum manis ataupun senyum mengejek yang khas. Melainkan senyum misterius yang hanya Aqilla tahu artinya.
Ibu Selsy melotot kesal. “Anda—”
“Ckckck.. kenapa kalian harus ladenin orang gila ini, sih, Boy, Girl?” sela Aqilla tanpa memandang Ibu Selsy. “Kalian tau, kan, orang asing itu nggak baik.”
Jovan dan Jovin kompak mengangguk. “Iya, Mom, maaf.”
“Cih, Anda ini—”
“Sebentar, Nyonya,” potong Aqilla cepat. “Masuk ke dalam mobil, Twins.”
Jovan tidak terima. “Tapi, Mom—”
“Ma.suk. ke.da.lam. mo.bil!” ulang Aqilla penuh penekanan. Mau tak mau, Jovan dan Jovin berbalik menuju mobil walaupun tidak rela membiarkan sang mommy menghadapi ibu-ibu jahat itu sendiri.
Menyadari situasi mulai memanas, Ibu Selsy juga meminta putrinya masuk ke dalam kendaraan. Selsy langsung menurut tanpa membantah seperti si kembar.
“Nyonya, saya sarankan, jaga mulut tidak beradab Anda jika di hadapan anak saya. Saya tidak segan-segan merobek mulut tak berfaedah milik Anda jika Anda terus mengoceh tidak jelas seperti tadi,” ancam Aqilla tak main-main.
Ibu Selsy tersenyum miring. “Ho, memangnya apa yang bisa dilakukan oleh wanita tak bersuami seperti Anda? Apa Anda tidak tau siapa suami saya, hah?”
Aqilla berdecih. “Tidak, memangnya siapa?”
“Suami saya adalah COO di perusahaan ternama di Kanada, Kenneth Group!” sombongnya.
Aqilla terbahak mendengarnya. “Apa Anda percaya saya bisa membuat suami Anda turun jabatan dari perusahaan itu?”
“Tentu saja tidak!” seru Ibu Selsy tidak percaya.
“Baiklah..” Aqilla menelepon seseorang dengan menyebut, “Hello, Mr. Kenneth.”
Ibu Selsy melotot tak percaya. Namun, mendengar percakapan Aqilla yang terlihat sangat serius dengan sosok di seberang membuatnya was-was. Walaupun, percakapan mereka hanya basa-basi, itu sudah menunjukkan bahwa wanita di depannya ini bukan orang biasa hingga bisa mengenal Tuan Kenneth. Bahkan, keduanya berbicara dengan akrab.
Aqilla mengakhiri panggilan. Ia tersenyum sinis, lanjut melangkah lebih dekat hingga bibirnya berjarak beberapa sentimeter dengan telinga Ibu Selsy. “Anda tau siapa saya?” bisiknya dengan aura mencekam.
Glek!
Ibu Selsy meneguk saliva susah payah. Kenapa situasinya jadi berbalik gini, sih?
“Anda pernah dengar soal... Nona Qaill, Nyonya?” bisik Aqilla lagi.
Seketika Ibu Selsy melangkah mundur dengan tatapan tak percaya. “Ka–kamu Nona Qaill?” ucapnya terbata-bata.
Aqilla tersenyum miring. Ia mengeluarkan lencana dari tas selempang miliknya dan menunjukkan benda itu tepat di depan wajah Ibu Selsy. Sebuah lencana khusus yang memiliki banyak arti, banyak manfaat, dan banyak keuntungan.
Seandainya Aqilla berada di bandara tanpa tiket sekalipun, tidak akan ada yang menghalangi jalannya selama lencana itu ia tampakkan. Dan, lencana itu tidak hanya berlaku di Kanada, tetapi seluruh dunia.
Lencana penghargaan untuk para anggota IAF tingkat High-Pro dengan tulisan Qaill di belakang. Jumlahnya hanya ada lima di dunia.
Ibu Selsy merosot seketika. Dia sadar sudah mencari masalah dengan orang yang salah.
Memangnya siapa yang tidak mengenal sosok Qaill? Seluruh Kanada juga tahu siapa dia. Bahkan, pemimpin negara ini begitu menghormati Qaill karena sudah menyelesaikan banyak kasus dan menyelamatkan pemerintahan.
“S–saya minta maaf, Nona. Saya tidak tau kalau Anda—”
“Seandainya saya bukan Nona Qaill, apakah Anda punya hak untuk mencampuri urusan keluarga lain, Nyonya? Ini peringatan untuk Anda, sekali lagi saya melihat Anda melakukan hal semacam tadi, entah itu kepada anak saya ataupun orang lain, saya tidak akan segan-segan membalas Anda dengan kuasa saya yang JAUH DI ATAS SUAMI ANDA!” seru Aqilla dingin.
Aqilla membalikkan badan dan melangkah masuk ke dalam mobil, meninggalkan Ibu Selsy yang terduduk lemas di depan sekolah. Hampir saja suaminya kena masalah.
Huh.. aku harus jauh-jauh dari anak dan ibu itu. Mereka menyeramkan.
...👑👑👑...
“Jawab Mommy dengan jujur, Boy, Girl. Apa kalian sering mendapat penghinaan seperti itu?” tanya Aqilla serius setibanya mereka di rumah.
Jovan dan Jovin terdiam dengan kepala menunduk, tidak berani menjawab pertanyaan yang selama ini mengganggu ketenangan mereka.
Aqilla menghela napas panjang. Ia berlutut, menyamakan tingginya dengan si kembar. Ia meraih dagu mereka dan mengangkatnya, membuat ketiganya saling bersitatap. “Jawab Mommy, Sayang.”
Jovan mengangguk pelan. “Sering, Mom,” jawabnya pelan. Sementara Jovin sudah berkaca-kaca matanya.
Aqilla mendengkus kasar. “Selain itu, apa lagi?” tuntutnya ingin tahu.
“Kata mereka, kami anak haram karena tidak pernah dijemput daddy. Anak-anak sering mengejek kami karena tidak punya daddy dan sering pamer kebersamaan mereka dengan daddy mereka, Mom,” jawab Jovan pada akhirnya. Menutupi hal ini dari Aqilla tidak akan ada gunanya lagi.
Kemampuan Aqilla jauh dari bayangan kalian asal kalian tahu.
Ketiganya terdiam seribu bahasa. Jovan dan Jovin takut kalau mommy mereka akan sedih. Itulah mengapa keduanya tidak pernah bertanya soal daddy mereka walaupun sebenarnya mereka sangat ingin. Berbeda dengan Aqilla yang larut dengan rasa bersalahnya.
Ini semua salahku, anak-anakku malah jadi korbannya.
Aqilla tiba-tiba berdiri. “Ganti baju sekarang, Mommy akan masak makan siang.” Setelah itu ia pergi menuju dapur dengan ekspresi tidak terbaca.
Jovin menggenggam tangan kakaknya kuat. “Apa mommy sedih, Kak?” tanyanya dengan suara yang mulai serak.
Jovan menghela napas. “Kakak juga nggak tau, Dek. Yang Kakak tau, suasana hati mommy sekarang nggak bagus untuk diajak bicara.”
^^^To be continue...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Norfadilah
anak pintar...
2023-06-26
1
Joveni
makanya qaill.. daddy nua twins jgn disembunyiin trusss...
2022-11-14
1