"Wah ini calon istri anda pak Zio? cantik sekali sangat cocok untuk pak Zio yang tampan. Meski sepertinya kekasih pak Zio ini masih sangat muda namun kalian pasangan yang sangat serasi" pak Beni menyambut ramah Zio yang menghampirinya untuk mengucapkan selamat.
"Pak Beni bisa saja, terima kasih atas pujian nya pak" Balas Zio sambil tertawa. Sementara Davina merasakan gelenyar aneh di hatinya mendengar ucapan pak Beni.
"Ini Davina keponakan Zio pak Beni, bukan kekasih nya" Davina dan Zio menoleh ke arah Silla yang juga sudah berada di samping mereka, bersama seorang laki-laki yang terlihat tampan sedang menggendong Kenzo putra Silla. Zio dan Davina bisa menebak kalau pria itu adalah suami dari Silla.
"Oh ya? kok mbak Silla tau?" tanya pak Beni heran sementara Zio tersenyum masam pada Silla yang tak sopan ikut menimpali obrolannya dengan rekan kerjanya tersebut.
"Kebetulan saya teman lama dari Zio pak, saya tau persis Zio sudah merawat Davina sejak dia masih berusia 6 tahun. Jadi mereka bukan pasangan" senyum Silla terlihat begitu dibuat-buat.
"Iya benar yang dia katakan, Davina adalah anak yang berada di bawah perwalian saya pak Beni" Jawab Zio dengan menahan rasa geram.
"Wah saya minta maaf karena salah menduga pak Zio. Kalau begitu kita bisa menjadi besan pak Zio, nanti saya akan kenalkan Davina dengan Samuel putra saya yang hari ini berhalangan hadir karena sedang berada di luar negeri. Kebetulan saya sedang mencari istri untuk Samuel, saya yakin dia akan sangat menyukai keponakan pak Zio ini" Davina menatap kecewa saat Zio mengangguk sambil tertawa.
"Ide bagus pak Beni, oh ya karena ini sudah malam saya mau langsung berpamitan. Semoga pernikahan pak Beni dan Bu Vanya langgeng dan bahagia selalu"
Mendadak Zio tak lagi merasa nyaman di tempat itu, sekilas ia melihat Silla tersenyum puas. Ia tak mengerti apa yang Silla inginkan sebenarnya.
"Baiklah pak Zio terima kasih sudah datang, kami merasa sangat terhormat"
Setelah berpamitan tanpa menoleh pada Silla Zio meraih tangan Davina dan membawa gadis itu keluar dari gedung. Ia merasa benar-benar gusar atas tingkah Silla yang mencampuri urusan nya.
"Om Zio ngapain setuju sama ucapan pak Beni?" tanya Davina dingin saat mereka sudah berada di dalam mobil, Zio memerintahkan sopirnya untuk segera meninggalkan tempat itu sebelum Silla kembali membuat ulah.
"Ucapan pak Beni yang mana?" Zio berusaha mengingat-ingat ucapan mana yang Davina maksud.
"Sorry lupa kalau om Zio emang udah tua makanya pelupa. Obrolan beberapa menit yang lalu aja udah nggak ingat" cebik Davina yang membuat Zio terkekeh. Ia mengacak-acak rambut Davina dengan gemas.
"Tentang perjodohan dengan anak pak Beni?" Davina mengangguk dengan tatapan menghakimi.
"Pak Beni cuma becanda sayang, jangan diambil hati"
"Kalau pak Beni serius?" cecar gadis itu.
"Jangan terlalu serius sayang, kalaupun pak Beni serius keputusan mutlak tetap ada di tangan kamu dan Samuel. Kalo kalian nggak setuju perjodohan itu tidak akan terjadi. Kamu kenapa jadi jauh banget mikirnya? semua nggak seserius itu princess" Davina mengalihkan tatapan nya. Ia juga diam-diam bertanya di dalam hati akan responnya yang berlebihan. Benar yang Zio katakan semua keputusan ada di tangan nya dan bisa jadi memang pak Beni hanya bercanda untuk mencairkan suasana. Gadis itu merutuki sikapnya barusan.
"Yah baguslah kalo emang cuma bercanda, Oh ya om kalo seandainya pak Beni serius sama ucapannya om Zio ngizinin nggak Davina sama anaknya pak Beni?" tanya Davina, ia menunggu dengan cemas karena Zio tak langsung menjawab. Pria itu tampak diam sambil berfikir.
"Om Zio terserah kamu aja sayang, kalau emang kamu suka om Zio akan menyetujuinya. Lagipula om Zio kenal sama Samuel, dia tampan dan cerdas." Ucap Zio kemudian.
Tanpa pria itu sadari Davina tersenyum getir, ia tak mengerti kenapa ada rasa kecewa yang menyusupi hatinya kala mendengar jawaban dari pria itu.
'Memangnya jawaban seperti apa yang kamu harap kan Davina?' batin gadis itu. Ia menghela nafas lelah, ia dibuat bingung akan perasaan nya yang semakin hari semakin tak ia mengerti.
🍁🍁🍁
Zio tersenyum menatap wajah lelap Davina, untuk sesaat ia enggan beranjak. Seolah ada yang menahannya agar tak berpaling menatap wajah cantik gadis itu yang terlihat sangat berbeda malam ini.
Semakin dalam ia menatap wajah itu desiran aneh mengerubungi hatinya, ada perasaan yang tersesat di kedalam hatinya dan seakan meminta kebebasan dengan segera.
Tangan Zio terangkat, perlahan mengarah pada pipi Davina. Masih dengan senyum dan tatapan dalam tangan Zio mulai mengusap pipi mulus gadis itu. Darahnya berdesir cepat saat kulit keduanya saling menyatu, kehangatan menyusuri tubuhnya dan Zio sadar selama ini ia tak pernah merasa seperti ini saat bersentuhan dengan Davina.
Wajah Zio mengeras, gerahamnya gemerutuk saat menyadari suatu kemungkinan. Ia segera menggeleng cepat seolah tengah mengenyahkan segala pemikiran sesat yang menguasai otaknya. Setelah menghirup dan membuang nafas sebanyak-banyak nya Zio merasa sedikit tenang. Pria itu menyusupkan tangan nya di bawah pundak dan kaki Davina.
Zio menggendong tubuh gadis kecilnya, sejak dulu ia memang tak pernah tega untuk membangunkan Davina setiap kali gadis itu tertidur di dalam mobil sehabis mereka bepergian, Ia akan selalu dengan senang hati menggendong gadis itu dan menidurkan nya di kamar. Ia akan memastikan gadisnya tidur dengan nyaman sebelum meninggalkannya.
Sekarangpun demikian, setelah menidurkan Davina di ranjang ia melepaskan sepatu yang melekat di kaki gadis itu lalu memasangkan selimut ke tubuhnya.
Zio menunduk menatap wajah Davina, ia kembali merasakan debaran aneh itu lagi. Bahkan jantungnya berdetak hebat saat ia akan mencium kening Davina, padahal ia selalu melakukan nya selama ini dan rasanya tak seperti sekarang. Apalagi matanya dengan lancang menatap ke arah bibir Davina yang begitu menggoda.
Zio tersentak kala mendapati mata Davina terbuka dan menatap dalam padanya. Pria itu salah tingkah namun dengan cepat ia mendaratkan kecupan di kening gadis itu.
"Selamat malam dan selamat tidur, mimpi indah sayang" Zio mengusap rambut Davina dengan wajah kaku.
"Selamat malam dan selamat tidur juga om Zio" Balas Davina dengan suara serak. Entah Zio menyadarinya atau tidak ada semburat kemerahan yang tampak di pipi gadis itu saat mendapati wajah keduanya begitu dekat hingga mereka dapat merasakan hembusan nafas satu sama lain.
Malam ini begitu membingungkan bagi keduanya akibat rasa asing yang tiba-tiba menyapa. Davina bahkan tak berani meminta Zio menemaninya tidur seperti yang seringkali ia minta pada pria itu.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Lia Afriani
sepertinya aku juga merasakan😍
2025-03-29
0
💦
sepertinya zio dan davina sudah mulai ada.sengatan listrik saat saling berdekatan...
2022-09-01
0
Venny Oktavianita
benih benih Cinta ciee..
2022-05-26
0