"Sayang kamu uda di mana?" Tanya Silla di seberang telefon. Zio menepuk keningnya, ia lupa sudah berjanji pada kekasihnya untuk makan siang berdua sesuai permintaan gadis itu.
"Aku masih di sekolah Davina Sill, 15 menit lagi Davina keluar. Tunggu ya" Tadi pagi sebelum berangkat karena Zio ada meeting pagi jadi ia tak bisa mengantar Davina ke sekolah sehingga ia diantarkan oleh sopir dan juga Siska pengasuhnya, Davina setuju namun gadis kecil itu mewanti-wanti Zio agar menjemputnya atau ia akan sangat marah. Zio tidak akan pernah bisa mengatakan tidak jika Davina sudah meminta.
Tak terasa gadis itu sudah duduk di kelas 4 Sekolah Dasar sekarang. Selama 4 tahun ini banyak hal yang sudah Zio hadapi. Tahun pertama selepas kepergian Sandi dan Danisya adalah tahun terberat bagi pria itu, perusahaan juga mengalami pasang surut karena dirinya masih harus banyak belajar. Beruntung di tahun ke dua hingga sekarang keadaan mulai stabil.
"So, kita nggak jadi makan siang berdua?" Suara Silla berubah ketus. Akhir-akhir ini Silla mulai protes karena Zio kerapkali membatalkan janji hanya karena Davina. Silla merasa kini keberadaan nya seolah tak berarti dibandingkan dengan gadis kecil itu. Silla tak pernah menyangka akan bersaing dengan Davina untuk memperebutkan perhatian Zio dan sialnya ia selalu saja kalah. Gadis kecil itu telah merebut posisi nya di hidup Zio.
Zio jarang sekali ada waktu untuknya, selain karena sibuk mengurus Davina pria itu juga begitu sibuk dengan pekerjaan nya. Dan biasanya saat mereka bertemu Zio hampir selalu membawa serta Davina bersamanya.
"Jadi dong, nanti aku sama Davina langsung ke sana kok sayang" Bujuk Zio
"Tu kan nggak jadi" Ucap Silla dengan begitu kecewa.
"Jadi Silla sayang"
"Kalo ngajak Davina ya nggak jadi namanya honey, aku bilang makan berdua bukan makan bertiga Davina. Kamu ngerti nggak sih" Kekesalan Silla mulai meluap dan sulit dikendalikan.
"Silla please jangan mulai lagi" Zio merasa lelah, ia dan Silla kini seringkali bertengkar karena masalah yang menurutnya begitu sepele.
"Uda ya Zio, kamu urusin aja Davina. Lupain rencana buat makan siang, Aku uda nggak mood. Aku mau langsung pulang" Silla memutus panggilan telefon nya. Ia beberapa kali menghela nafas dan menghembuskan nya dengan kasar untuk meredakan emosinya.
Silla melirik ponselnya, lalu bibirnya mengukir senyum getir. Zio sama sekali tak mencoba menelfon dirinya untuk memberi sedikit bujukan.
"Dasar laki-laki nggak peka" Gerutu Silla putus asa.
Sementara itu Zio menyandarkan tubuhnya pada jok mobil, ia memejamkan mata sambil memijit kepalanya yang terasa pusing. Ia kebingungan menghadapi Silla yang kini berubah seperti anak kecil, tak ada lagi Silla yang dewasa dan penuh pengertian.
Gadis itu bahkan terang-terangan menyatakan kecemburuan karena dirinya lebih memprioritaskan Davina. Padahal Zio sangat berharap Silla akan mengerti posisinya dan menjadi penguat nya. Tapi yang terjadi malah sebaliknya.
Zio membuka mata begitu mendengar suara bel di dalam sekolah Davina. Itu artinya sang princess kecilnya sudah akan pulang.
Zio keluar dari mobil menantikan Davina keluar dari pagar. Momen favoritnya sebentar lagi akan terjadi. Melihat Davina berlari ke arahnya dengan senyum lebar dan mata berbinar adalah obat mujarab untuk menghilangkan segala penat setelah lelah bekerja.
"Om Zio..." Panggil Davina dengan suara khasnya. Bibir Zio dengan segera terangkat membentuk senyum bahagia, ia merentangkan tangan bersiap menyambut tubuh mungil Davina, gadis yang sudah ia jaga selama 4 tahun ini, gadis kecil yang sudah ia anggap seperti putrinya sendiri.
"Waah princess cantiknya om Zio makin berat. Sepertinya om Zio harus lebih rajin berolah raga supaya bisa terus menggendong Davina hingga dewasa" Zio mengusap keringat di wajah Davina.
"Sampai kita menikah kan om? nanti om Zio akan menggendong Davina yang memakai baju seperti princess" ucapnya polos.
"Seperti cerita-cerita princess yang sering Davina tonton om" Lanjut gadis itu lagi. Zio terkekeh, Davina masih terus menganggap bahwa suatu hari nanti mereka akan benar-benar menikah. Entah akan seperti apa sikap gadis itu saat ia mengerti arti pernikahan itu saat ia dewasa nanti.
🍁🍁🍁
Zio memandangi foto Sandi dan Danisya yang terpajang di kamar Davina. Gadis kecilnya sudah terlelap selepas ia membacakan cerita kesukaan nya.
Selama ini Zio sudah tinggal di rumah peninggalan atasan nya tersebut. Meski masih ada Siska yang mengurusi Davina hingga sekarang namun untuk urusan-urusan tertentu seperti mengantar jemput Davina sekolah dan menemaninya hingga tertidur di malam hari sebisa mungkin Zio lakukan sendiri. Ia tak mau Davina kehilangan kasih sayang, maka Zio bertekad untuk menggantikan peran Sandi dan Danisya dalam membesarkan dan melimpahi Davina dengan banyak kasih sayang.
"Lihatlah, Davina kita sudah tumbuh menjadi anak yang cantik dan cerdas. Meski sesekali ia bersedih namun ia tetaplah gadis yang ceria, dia cerewet sepertimu kak Danisya terkadang ia begitu sulit untuk berhenti berbicara" Zio tersenyum sejenak
"Davina juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Dia benar-benar putri kecil yang manis" Zio membuang nafasnya, sesak kembali menyusupi hatinya. Ada yang tak berubah sejak 4 tahun yang lalu, Zio masih kerap di datangi mimpi buruk dalam tidurnya mungkin imbas dari rasa bersalah yang masih bersarang di benak pria itu hingga kini.
"Kalian apa kabar di sana? apa kalian bahagia? kalian curang. Enak-enakan di sana berduaan sementara aku di sini harus mengurus semuanya sendirian. Aku capek kak" Zio memejamkan matanya. 3 tahun bersama mereka dulu ada banyak sekali kenangan yang sudah terukir bersama. Begitu indah dan berharga, namun begitu nyeri untuk diingat karena semua tak akan pernah lagi bisa terulang.
"Tenang dan berbahagialah selalu di sana kak, jangan khawatirkan Davina. Aku pasti akan menjaga Davina dengan baik. Menyayanginya dengan tulus dan menganggapnya sebagai putriku" Zio mengusap Foto Sandi dan Danisya sebelum pria itu beranjak menuju ranjang Davina setelah merasa sudah cukup bercengkrama dengan foto sepasang suami istri itu. Zio memang seringkali melakukan hal ini saat hatinya sedang didera kerinduan akan sosok Sandi dan Danisya. Ia terbiasa menceritakan banyak hal pada foto itu untuk meringankan bebannya.
Pria itu merebahkan diri di sisi Davina, karena jika ia pergi dari sana maka Davina akan terbangun lalu menangis kencang. Karena itu Zio terpaksa selalu menemani Davina tidur di kamar itu.
Hal itu juga yang menjadi alasan Zio selalu mengajak Davina ketika ia terpaksa harus ada urusan ke luar kota ataupun luar negeri. Karena Davina tak akan pernah bisa tidur tanpa ada dirinya.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
susi 2020
🤩🤩🤩
2023-01-20
0
susi 2020
😍😍🥰
2023-01-20
0
Sry Rahayu
cerita nya bagus ...
2022-12-02
0