Zio keluar dari kamarnya. Ia sudah terlihat lebih segar meski raut kesedihan masih tercetak jelas di wajahnya yang terlihat amat kelam.
"Sayang aku buatin kopi" Satu tahun bersama Silla sangat paham kekasihnya ini sangat menyukai kopi hitam kental dengan sedikit gula.
"Makasih Silla" Zio duduk di sebelah Silla. Ia meraih cangkir kopi dan menyesap isinya. Ia memejamkan mata, berusaha menikmati rasa kopi yang menyapa lidahnya lalu menyusuri kerongkongan.
"Lebih baik?" tanya Silla sambil menatap kekasihnya.
"Ya, sedikit lebih baik" ucap Zio. Namun getar suara pria itu tak dapat berbohong, ada nada kegetiran di sana.
"Kamu mau pergi?" Meneliti penampilan Zio yang memakai celana panjang berwarna hitam dan sweater bernada serupa menunjukkan pria itu akan keluar lagi. Zio mengangguk dan menghela nafasnya.
"Aku mau ke rumah pak Sandi, ada acara doa bersama anak yatim. aku juga harus melihat kondisi Davina"
"Uda ada yang ngurusin semua kan di sana? Davina juga dijaga mbak pengasuhnya sayang. Kamu istirahat aja dulu. Ini tu masih hujan deras banget nanti ada apa-apa di jalan" Silla takut Zio masih merasa trauma dan takut terjadi apa-apa saat kekasihnya mengendarai mobil.
"Justru karena hujan aku takut terjadi apa-apa pada Davina. Ia selalu takut saat hujan lebat, hanya Kak Sandi atau kak Danisya yang bisa membuatnya merasa nyaman saat hujan begini. Kalaupun tidak ada mereka biasanya harus ada aku di sisinya agar ia bisa merasa aman" 3 tahun menjadi asisten pak Sandi membuat Davina juga begitu dekat dengan nya. Davina terlihat nyaman dengan nya mungkin ia menganggap dirinya adalah pengganti kedua orang tuanya jika Sandi dan Danisya berurusan ke luar kota selama ini.
"Oke kalo gitu sayang. Hati-hati" Ucap Silla.
"Kamu nggak mau ikut?"
"Aku harus lanjut pemotretan untuk iklan produk terbaru perusahaan kemilau sayang" Ucap Silla dengan raut menyesal.
"Iya nggak apa-apa. Kamu juga hati-hati" Zio mencium kening Silla sebelum mereka berdua keluar dari unit apartemen Zio.
Keduanya berjalan beriringan menuju lift dan turun ke basement tempat di mana mobil mereka terparkir.
Keduanya sempat berpelukan sesaat sebelum naik ke dalam mobil mereka masing-masing.
Zio menghela nafas dan menghembuskan nya dengan kasar saat akan melajukan mobilnya. Setelah dirasa cukup tenang Zio membawa mobil nya melaju membelah hujan, hari sudah menggelap bukan saja karena hujan namun juga karena hari sudah beranjak malam.
Hampir setengah jam kemudian Zio baru tiba di rumah duka Sandi. Hatinya kembali teriris. Pagi tadi Sandi dan Danisya masih menyambut hangat dirinya, beberapa menit sebelum kecelakaan pun mereka masih mengobrol dengan akrab. Sandi dan Danisya tak pernah membentang jarak meski posisi mereka adalah atasan dan bawahan. Karena itu Zio benar-benar merasa kehilangan.
Zio menghapus matanya yang basah, ia tak mau menunjukkan kesedihannya apa lagi di depan Davina.
Ia segera turun dari mobil dan memperhatikan sekeliling, tenda sudah terpasang di depan rumah itu. Sudah ada beberapa tamu yang hadir. Sandi memang sudah meminta karyawan kepercayaan di kantor untuk mengurusi semua ini. Selama ini pegawai kantor memang menaruh hormat padanya karena Zio merupakan orang kepercayaan Sandi.
"Ma, lihat Davina?" Tanya Zio saat melihat sang mama. Sejak tadi mamanya memang sudah berada di rumah itu, ikut mengurusi semua nya.
"Kayaknya di kamar nak. Tadi sama mbak nya, kayaknya Yara juga nemenin"
"Zio ke Davina dulu ya ma" Mama Zio mengangguk. Wanita itu juga terlihat berduka dan ikut merasa kehilangan karena kepergian dua orang yang telah mengangkat derajat keluarganya.
Zio melangkah gontai menuju kamar Davina, Ia menguatkan hatinya karena Davina hanya memiliki dirinya saat ini.
Terdengar tangisan di dalam kamarnya, suara pengasuh Davina dan juga Yara adik Zio ikut terdengar berusaha menenangkan gadis kecil itu.
Zio memutar handle pintu dan membuka nya. Tampak Davina yang tengah menangis di atas ranjang sambil memeluk lutut. Ia menelungkup kan wajahnya di sana.
"Davina, sayang" Panggil Zio dengan suara bergetar menahan rasa nyeri melihat Davina yang tampak sangat bersedih. Tak ada jawaban, Zio semakin mendekat dan terus memanggil nya hingga Davina mengangkat wajah menatap ke arahnya.
Hati Zio bagai diremas kuat melihat Davina yang bersimbah air mata. 'Lihatlah hasil perbuatan mu Zio' Hati pria itu menjerit, ia ingin menikam jantungnya sendiri karena nyaris tak kuasa menahan belitan rasa bersalah.
"Om Zi-zio" Tangis Davina semakin pecah. Zio memperpanjang langkahnya dan segera meraih tubuh Davina dan membawanya ke dalam dekapan nya.
"Davina kangen mama dan papa. Davina takut sendirian, di luar hujan. Mama dan Papa kenapa ninggalin Davina om, Davina sedih nggak punya mama papa lagi" Semua kata keluhan meluncur dari bibir Davina disela isak tangisnya, hal itu semakin menambah parah luka di hati Zio.
"Ada om sayang, anggap aja papa dan mama sedang ada urusan di luar kota. Seperti biasa om akan nemenin Davina selama mereka pergi. Davina jangan takut ya, om nggak akan pernah ke mana-mana. Ada mbak Siska, ada kak Yara ada Oma juga. Davina masih memiliki kita semua. Jangan takut sayang" Zio mengusap rambut Davina dengan sayang. Meski masih menangis tampaknya kata-kata yang Zio ucapkan cukup menenangkan bagi Davina.
"Om janji nggak akan ninggalin Davina?"
"Iya sayang om janji akan selalu ada buat Davina" Yah Zio tak hanya mengucapkannya di bibir, hatinya ikut bersumpah untuk selalu menjaga gadis mungil itu.
"Om akan tinggal di sini sama Davina?" Tanya Davina lagi, ia masih sesekali terisak.
"Iya om akan tinggal di sini bersama Davina. Ke mana pun om pergi Davina akan ikut om. Kita nggak akan pernah berpisah sayang, kecuali saat Davina menikah nanti" Ucap Zio sambil tertawa.
"Davina mau menikah sama om aja. Janji ya om?" Davina melepaskan pelukannya dan menatap penuh harap pada Zio.
"Iya Davina akan menikah sama om" ucap Zio sambil tertawa.
"Janji?" Davina melengkungkan jari kelingking nya. Zio kembali tertawa dan mengusap dengan gemas rambut gadis itu. Ia menautkan jarinya pada jari kelingking Davina.
"Davina sayang banget sama om. Om jangan tinggalin Davina kayak mama sama papa ya." wajah Davina yang sempat ceria kembali sendu. Ternyata kepergian kedua orang tuanya membuat Davina begitu takut kehilangan dirinya juga. Karena selama ini dialah orang terdekat Davina selain Sandi dan Danisya.
Zio berfikir mungkin inilah jawaban kenapa ia selamat dan tidak ikut pergi bersama Sandi dan Davina. Tugas nya masih belum selesai di dunia ini, yaitu mengantarkan Davina hingga beranjak dewasa.
Zio merasa ia harus hidup, agar Davina tidak menjadi sebatang kara.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Biasanya orang yg baru jadian aja udah di panggil SAYANG,,🤔
2025-04-06
0
Khodijah Cyti
langsung suka sama ceritany,like n fav udah dooong
2023-06-30
2
lovely
ni ceritanya nikah ma bocahhh pedopil donk 🤔🥴
2023-03-29
1