Setelah pembahasan tentang perusahaan saat mereka di rumah Yara, Zio menyadari Davina lebih banyak diam. Biasanya bibir gadis itu selalu lincah dan seolah tak pernah lelah berceloteh tentang apapun.
"Kenapa diam terus dari tadi sayang" Zio yang jengah pada sikap tak biasa Davina angkat bicara. Sepi menyelimuti perjalanan mereka karena bibir gadis itu terus terkunci. Zio sama sekali tak terbiasa dengan hal ini. Ia risau pada diamnya Davina.
"Davina ngantuk" Jawabnya lirih, Zio tau itu hanya alasan Davina saja.
"Tidur aja kalo ngantuk, nanti om Zio gendong kalo uda sampe rumah" Davina menggeleng, namun Zio meraih bahu Davina lalu membawa kepalanya agar bersandar di pundaknya. Gadis itu tak menolak, ia memejamkan matanya menikmati rasa nyaman dalam dekap hangat Zio serta aroma tubuh pria itu yang merambati penciumannya.
Davina tak benar-benar tertidur, ia masih merasakan belaian lembut tangan Zio pada rambutnya, juga kecupan-kecupan di puncak kepalanya. Sungguh Davina tak ingin kehilangan rasa nyaman ini, ia tak mau Zio melepaskan nya sendirian meski usianya sudah cukup untuk mandiri kelak.
Davina merapatkan tubuhnya pada Zio lalu melingkarkan tangan nya ke perut pria yang makin hari semakin terlihat tampan meski usianya tak lagi muda, malah ia jadi lebih tampan dari sebelumnya. Senyuman terbit di bibir Zio, Davina nya masih sama dengan Davina saat berusia 6 tahun. Manja dan rapuh, seolah ia akan hancur dan luruh andai tak ada dirinya di sisi gadis itu.
Setibanya di rumah, Zio menatap wajah Davina. Matanya tertutup tidak tau ia benar-benar telah jatuh dalam lelap atau hanya sekedar terpejam.
Zio tak ingin memastikannya, ia takut jika gadis kecilnya benar-benar tertidur dan ia akan mengganggu lelapnya. Zio menyusupkan tangannya di bawah kaki Davina dan menggendongnya keluar dari mobil, berjalan dengan gagah menuju kamar Davina. Semenjak SMP Zio sudah membiasakan Davina untuk tidur sendiri, ia tak mau terjadi sesuatu yang tak diinginkan mengingat ia dan Davina tak memiliki darah yang sama. Mungkin hati mereka bertaut erat tapi fakta bahwa mereka tak terikat hubungan apapun tak bisa dibantah.
Zio merebahkan tubuh Davina dengan perlahan di atas ranjang empuk gadis itu, ia menarik tangan nya dari tubuh Davina. Namun posisinya masih menunduk, mengusap rambut Davina dan memandangi wajah teduh itu.
"Selamat tidur princess, mimpi indah. Om Zio menyayangimu" bisik Zio sambil mendaratkan kecupan di kening gadis itu.
"Jangan pergi om, jangan pernah tinggalin Davina" lirih gadis itu dengan mata perlahan membuka. Matanya sendu menatap pada Zio yang terpaku.
"Sayang..." panggil Zio dengan tatapan penuh kasih sayang.
"Davina nggak mau om pergi, Davina nggak mau megang perusahaan. Davina mau om tetap di sini" tampak jelas kerapuhan di wajah gadis itu hingga membuat hati Zio bagai teriris. Mungkin saja karena Davina masih terlalu muda, Zio berharap saat ia lebih dewasa gadis itu akan bisa menerima semua nya. Zio merasa tidak berhak memegang warisan Davina lebih lama apalagi sedikitpun rasa bersalah di hatinya tak kunjung hilang. Ia beranggapan bagaimana bisa seorang pembunuh menikmati harta orang yang sudah ia hilangkan nyawanya?
"Iya, om nggak akan ke mana-mana. Om akan tetap bersama Davina sampai kapan pun" Ucap Zio.
"Om Zio janji?" tanya Davina penuh harap.
"Om Zio janji" ucap Zio, padahal ia sendiri tak yakin bisa memenuhi janji yang sudah terlanjur ia ucapkan.
Davina tersenyum lega. Ia perlahan kembali memejamkan matanya. Keresahan hatinya melayang seiring janji yang pria itu ikrarkan. Davin tak menginginkan apapun lagi di dunia ini, cukup Zio selalu berada di sisinya ia sudah sangat bahagia.
"Selamat tidur" Zio kembali mencium pipi dan kening Davina, setelahnya ia berniat untuk beristirahat di kamar nya.
"Jangan pergi om, temenin Davina tidur di sini. Davina kangen tidur bareng om Zio" Davina mencekal tangan pria itu hingga ia menghentikan langkahnya.
"Davina tapi..." Tatapan sendu Davina lagi-lagi membuat Zio tak berdaya menolak keinginan gadis itu.
"Malam ini aja om, Davina kangen om Zio" Zio mengangguk setelah terdiam beberapa saat, nyatanya ia benar-benar tak sampai hati menolak permintaan gadis itu. Ia merebahkan diri di samping Davina dan memeluknya erat.
"Davina ingin terus seperti ini om, tidur bersama om Zio. Bisakah?" Lirih Davina, Zio tercenung mendengar lirih suara gadis itu. Namun ia memilih untuk berpura-pura tak mendengarnya, karena ia kebingungan untuk menjawab pertanyaan yang Davina layangkan.
🍁🍁🍁
"Vin pulang bareng ya?" Tomi mendekati Davina yang sedang menikmati semangkuk bakso saat jam istirahat.
"Aku nggak bisa Tom, maaf aku dijemput om aku soalnya" tolak Davina, tak lupa senyum manis ia sematkan agar tak menyakiti hati teman sekelasnya itu.
"Telfon aja om kamu Vin, bilang nggak usah jemput mau bareng aku karena mau cari buku atau apa gitu" usul Tomi belum ingin menyerah. Sejak kelas 1 SMA ia sudah berusaha mengejar Davina namun ia tak kunjung berhasil memasuki hati gadis itu. Padahal ia termasuk salah satu cowok populer yang tampan dan juga putra orang berada.
"Aku nggak biasa bohong Tom, om aku pasti langsung tau kalo aku lagi bohong" pulang bersama Zio dan makan siang berdua adalah salah satu momen yang sangat disukai Davina, ia tak akan mau melewatkannya dengan alasan apapun. Apalagi kalau hanya ingin pulang bersama Tomi.
"Om kamu dukun? kok bisa langsung tau kalo kamu bohong?" Ucap Tomi sambil terkekeh untuk menutupi kekecewaan hatinya, sudah tak terhitung berapa banyak penolakan yang diterimanya.
"Om Zio sangat memahami aku melebihi siapapun Tom, Om Zio nggak perlu jadi dukun untuk tau hal seremeh itu. Cukup menatap mata aku aja dia uda paham" ucap Davina bangga. Tomi tersenyum pahit melihat raut wajah Davina jika sudah menceritakan om Zio nya itu. Ia terlihat begitu bahagia dan sangat bangga.
Bel tanda masuk berbunyi tepat setelah Davina memasukan suapan terakhir ke dalam mulutnya. Ia mengunyah dengan cepat lalu menyesap es teh miliknya hingga tandas.
"Ayo Tom masuk kelas" Davina tidak mau terlambat masuk kelas karena guru yang mengajar adalah sosok yang disiplin dan juga terkenal killer.
"Beneran nggak mau pulang bareng aku Vin?" Tomi masih berusaha merayu gadis itu sembari berupaya mensejajari langkah cepat Davina.
"Nggak bisa Tomi, maaf! Lain kali kalo om Zio nggak jemput aku pulang bareng kamu oke?" ucap Davina tersenyum sekilas.
Tak peduli ini sudah janji yang ke sekian kalinya dan belum ada satupun yang terpenuhi namun Tomi sudah cukup bahagia mendengarnya.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
susi 2020
😘😘🥰
2023-01-20
0
susi 2020
😔😔🤭
2023-01-20
0
💦
davina tipe setia dan penurut ya,nggak mudah goyah dan salah pergaulan...zio kamu hebat bisa mendidik davina dengan baik, meskipun nggak ada orang tua tapi davina nggak kekurangan kasih sayang...
2022-09-01
1